Rajin beli buku tapi Malas Membaca – Sedikit tak enak menuliskan ini. Karena selalu timbul haru biru di hati. Rasa bersalah. Menabok diri mana enak? Tapi apa mau dikata, apa lagi tiap kali merapikan rak buku, perasaan campur aduk itu berkecamuk dalam kepala.
Di rumah kami punya satu kamar yang membuat saya galau tadi. Saya menyebutnya perpustakaan pribadi.  Tiga dindingnya ( dinding pertama untuk pintu keluar-masuk) di tempeli  rak kayu. Di atasnya bertengger buku-buku yang kebanyakan milik saya. Belakangan ditambah buku-buku kedokteran milik si sulung. Selain buku kedokteran itu, kebanyakan yang saya klaim sebagai milik pribadi hanya berfungsi sebagai pajangan. Rak yang  seringnya cuma dipelotiti sambil berhitung kalau diduitin dan disimpan di bank sudah berapa banyak saldo tabungan saya? Kalau diduitin mungkin sudah bisa membawa saya ke berbagai tempat di Indonesia. Ah abaikan matre khas tukang jalan-jalan 🙂
Rak Buku Yang Berdebu
Mengenai rak itu, seringnya berdebu. Hanya kalau mood sedang super baik saja  akan dilap sebentar. Habis itu saya akan beli buku lagi, balik ke internet dan sosial media, rak buku kembali dianggurin.
Oh ya beberapa buku di atas rak itu belum tersentuh sama sekali. Ada yang belinya, kalau tak salah tiga tahun lalu, sampai sekarang masih terbungkus plastik. Kalau saya jual lagi seperti buku baru tidak akan ada yang tahu kalau itu sudah mejeng toko buku tiga tahun lalu.
Dan untuk menambah daftar “keterlaluan”, saya juga punya satu rak di kamar tidur. Haaa perpustakaan di kamar tidur? Wahai rumahku kecil saudara-saudara. Bila kemudian penghuni lain “sebel” melihat buku dan majalah berserakan di kepa tempat tidur, apa lagi alternatif yang bisa ia berikan selain sebuah rak kecil di sisi pembaringan?
Belakangan rak itu juga kembali penuh. Majalahnya saya baca tapi buku-bukunya sih kebanyakan saya sentuh satu atau dua lembar saja 🙂
Kemalasan membaca itu bertambah parah seiring menurunnya semangat update blog. Saya merasa tak perlu menyegarkan pikiran atau mencari ide. Untuk apa? Walaupun ketemu toh saya tetap malas mengeksplorasinya jadi tulisan. Jadi persoalan sebenarnya dalam buntu menulis bukan kekurangan ide.
Bahan untuk catatan perjalanan saja menumpuk tak digunakan. Foto-foto memenuhi drive. Begitu pula lomba blog dengan tema-tema menarik tak kurang di luar sana.
Tapi begitu lah, semua saya lewatkan. Saya merasa seperti bebek kekenyangan yang tidur di tepi kolam saat matahari sedang naik. Ketika semua orang berpacu untuk lebih baik, saya menikmati semilir angin di bawah pohon kemalasan sambil terus meredam perasaan terintimidasi. Malas itu memang  amit-amit!
Dan kabar baiknya saya  tetap rajin beli buku.
Okey sekarang jujur!  Perasaan tak enak itu muncul dari  rasa bersalah. Ini kan sama buruknya dengan membeli barang yang tak dibutuhkan, bukan?  Saat  belanja saya hanya bermain dengan kesan. Bahwa membaca buku aktivitas yang baik?. Padahal saya tidak merasa lebih baik . Mempunyai banyak buku tidak membuat otak saya terisi. Saya hanya diinduksi sosial media atau online news yang tak punya kedalaman.
Iya saya memang masih membaca surat kabar. Dan seperti sifat semua koran (news) hanya menyampaikan peristiwa yang telah terjadi. Malah kadang terpikir apa gunanya bagi pengembangan pribadi saya dengan sebuah kecelakaan yang terjadi jauh di luar sana, toh saya tidak bisa membantu? Atau apa perlunya berita gosip selebriti, hidup saya toh punya drama sendiri. Kesimpulan akhir untuk pribadi, News tidak merangsang saya berpikir.
Akibat semua itu apa? Makin bego dari hari ke hari!
Apa kabar dirimu teman? Apakah kalian juga rajin beli buku tapi malas membaca seperti saya?
@eviindrawanto
Yang bekerja lebih baik akan jadi yang terbaik