Pemberian Gelar Adat di Lampung | Sebagai anak keturunan Minangkabau, saya sering mendengar peribahasa ini : “Adat dipakai baru, kain dipakai usang”. Maksudnya jika adat dipakai terus menerus mustahil akan ketinggalan jaman.
Pemikiran ini saya anggap kuat relevansinya sampai sekarang.  Terutama bila digunakan meneropong keberagaman kebudayaan di Indonesia. Siapa yang tahu berapa banyak adat-istiadat kita punah karena tidak dipakai lagi? Itu lah mengapa usaha menghidupkan kembali ritual-ritual adat lewat festival budaya perlu diapresiasi. Seperti yang dilakukan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora) Kabupaten Tanggamus melalui Festival Teluk Semaka 7 beberapa waktu lalu. Penampilan upacara pemberian gelar adat itu  dikemas dalam agenda pariwisata. Dibelakang itu  visi sejatinya adalah sebagai upaya mendukung keberlanjutan tradisi nenek moyang. Agar dikenal lebih luas juga sebagai  alat sosialisasi kepada generasi muda.
Festival Teluk Semaka 7
Tahun ini Festival Teluk Semaka sudah berlangsung yang  ke-7. Nah salah satu budaya yang digelar pada Festival Teluk Semaka 2014 adalah pemberian gelar adat. Bahasa Tanggamus Pengetahan Adok. Saya beruntung di undang dalam acara ini. Bertahun-tahun bolak-balik ke Bumi Begawi Jejama baru sekarang mendengar istilah Pengetahan Adok. Apa lagi langsung melihat prosesinya.
Setelah sehari sebelumnya Jelajah Gunung Tanggamus dan Menggali Kenangan di Way Lalaan, Sabtu tanggal 1 Nopember merupakan puncak Festival Teluk Semaka. Ada 3 acara hari itu. Pagi  prosesi Pengetahan Adok (dikawal khakot), siang Karnaval Budaya, dan malam Panggung Seni.
Pagi-pagi saya dan teman-teman sudah merapat ke depan rumah dinas Bupati. Prosesi pemberian gelar adat dimulai dari sini. Masyarakat, panitia dan media massa membuat jalan yang diteduhi pepohonan rimbun itu jadi penuh sesak. Warna-warni meriah. Hampir semua pendukung acara pengetahan adok mengenakan busana tradisional dengan warna-warna ngejreng. Ditambah  lagi alat- alat kelengkapan upacara. Ada tandu hias ( Jempana Jelma) bergambar wanita cantik yang menyimbolkan buraq. Payung agung, tombak, dan perangkat alat musik gong dan rebana.
Menyaksikan Pemberian Gelar Adat di Lampung
Pemberian gelar adat seperti ini rutin diadakan tiap tahun. Seperti dalam Festival Teluk Semaka 7 ini.
Seperti biasanya Majelis Penyimbang Adat  Lampung (MPAL)  memutuskan tahun 2014 gelar kehormatan diberikan kepada dua orang pejabat daerah. Mereka adalah Bapak Bahrudin, S.H., M.H. Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tanggamus. Gelar yang beliau terima Pengikhan Niti Hukum. Istri beliau, Ibu Yuliana yang menjabat sebagai Ketua Ikatan Adhyaksa Dharma Karini menerima gelar Ratu Adhyaksa Karini.
Gelar kehormatan kedua diberikan kepada Bapak Bambang Sucipto, S.H., M.H. Kepala Pengadilan Negeri Kabupaten Tanggamus. Gelar yang beliau terima Pengikhan Nimbang Hukum. Istri beliau, Ibu Novia Rusnita yang menjabat Ketua Dharma Yukti Karini mendapat gelar Ratu Dharma Yukti Karini.
Matahari tambah  tersibak. Kilatnya  jatuh dari sela-sela dedaunan rimbun di tepi jalan. Busana dan perlengkapan peserta pengetahan adok membuat atmosfir kian tambah hangat.
Prosesi Upacara Adat
Sekitar pukul 10 barulah dua pasang pejabat yang akan menerima gelar adat keluar dari rumah dinas. Mereka mengenakan busana pengantin. Ibarat raja dan permaisuri mereka dikawal berjalan menuju tandu. Melintasi  kasur tipis dengan 2 talam di ujungnya.
Tandu kemudian diangkat oleh para pangalima di dahului arak-arakan Khakot. Tujuannya Lapangan Merdeka Kotaagung. Kelompok panglima menari dengan berbagai gerak silat sebagai pembuka jalan. Dua Sakura( simbol tolak bala) mengawal dari samping. Mengiringi dari belakang tandu sepasang remaja juga berpakaian pengantin. Diikuti group musik, hulubalang dan masyarakat umum.
Saya sendiri tidak mengikuti pawai ini melainkan ikut Dunia Indra lewat jalan pintas. Lima menit kemudian kami sudah sampai di tempat upacara.
Berbalas Pantun dan Bentang Kain
Sampai di lapangan, pengantin turun dari tandu. Kembali permadani dan dua talam dibentangkan. Mereka akan bersanding di atas panggung.
Namun sebelum naik ada seremoni penyambutan. Antara rombongan yang baru datang dan penyambut terbentang sehelai kain. Dua orang bapak melagukan kesusasteraan Lampung. Sepertinya mereka berdialog lewat berbalas pantun. Sayang saya tak mengerti isinya. Namun irama yang terdengar seperti mengiring kita ke masa dimana nenek dan kakek saya juga belum lahir.
Setelah duduk di panggung pemberian gelar adat di Lampung dimulai dengan pembacaan naskah pengetahan adok. Isinya tentang adat-istiadat yang semuanya dilakukan dalam bahasa Lampung. Sayang panitia tidak menyediakan teks terjemahan. Saya tak mengerti sama sekali. Hanya mengikuti gerak ritual dan kehilangan seluruh makna dari prosesi pemberian gelar adat ini. Sungguh sayang!
Baca Juga pos lain tentang budaya di Lampung:
- Festival Panen Padi Lampung Timur
- Khakot Tanggamus yang Spektakuler
- Mengenal Adat Lampung Lewat Pawai Budaya Festival Krakatau
- Festival Teluk Semaka : Pemberian Gelar Adat
@eviindrawanto
Yang belajar lebih baik akan jadi yang terbaik