eviindrawanto.com – “Dafo itu nama tempat atau nama patungnya” Tanya saya pada guide saat menerangkan sejarah destinasi yang akan dikunjungi berikutnya : Patung Buddha Raksasa Leshan. Ia menjawab bahwa Dafo adalah sebutan lain dari karya Biksu Haitong bersama ribuan pekerja selama 90 tahun berjibaku mengukir batu di tebing curam Leshan – Chengu – China. Sejak Desember 1996 tempat ini terdaftar sebagai salah situs warisan dunia UNESCO. Dafo pernah menangis karena rakyat lapar selama kelaparan besar melanda Tiongkok antara tahun 1959 dan 1961.Â
Video Leshan Giant Budha
Perjalanan Muju Mao Xian Leshan
Bus melaju kencang. Saya tenggelam di banyak lamunan kala memandang jalan mulus dan lebar yang mengalir sepanjang kota Mao Xian menuju Leshan. Sawah menghijau, sungai lebar, pegunungan di kejauhan, kota kecil dengan pedestrian yang rapi, taman dengan para manula asyik bermain Machiok atau olah raga Taichi.
Tak bisa dipungkiri bahwa bentang alam China sama cantiknya dengan Indonesia. Yang membedakan hanya pengelolaannya. Pariwisata di sana terkelola dengan baik sementara di sini bikin kita urut dada. Itu yang menjadikan perjalanan selama 2 jam sampai di Leshan Giant Budha scenic area tak terasa. Tahu-tahu bus berhenti tak jauh dari pohon besar yang dibawahnya berjejer tenda penjual makanan dan sovenir.
Baca juga : Wisata Chengdu dan Surga di Sekitarnya
Di belakang mengalir Sungai Minjiang berair coklat. Tanpa membuang waktu kami pun bergegas menuju dermaga –salah satu kerugian berwisata menggunakan paket tour tak ada waktu untuk eksplorasi–, naik perahu motor, dan berlayar menuju spot terbaik untuk melihat Patung Buddha Raksasa Leshan.
Matahari memantul dengan manis dari air Minjiang. Angin menyapa lembut. Di sepanjang tepinya terlihat kesibukan dari beberapa dock kapal motor. Gedung-gedung pencakar langit yang mencuat dari bentang sungai yang lebar menandakan bahwa kita sedang berada dalam kota industri.
Baca juga : Wat Pho Patung Buddha Tidur di Bangkok dan Terbesar di Thailand
Namun dari dalam perahu hanya suasana liburan yang terasa. Perahu motor dengan turis berpelampung oranye di atasnya bergerak khidmat menuju Patung Buddha Raksasa Leshan. Perahu-perahu ini diatur jadwal pelayarannya. Selain demi kenyamanan pengunjung juga agar tidak terlalu berdesakan di lokasi.
Sejarah Patung Buddha Raksasa Leshan
Dafo mulai dibangun tahun 713 dan selesai pada tahun 803. Sebagai batu besar berukir terbesar di dunia, selama 1200 tarikh, Giant Buddha sudah tampil dalam berbagai fitur seperti puisi, lagu dan cerita. Ia duduk khidmat di cekungan tebing yang curam.
Baca juga : Keindahan Panorama Kota dari Macau Tower
Tersenyum manis ke arah gunung suci Mei Shan, di bawah kakinya bertemu 3 aliran sungai yaitu Minjiang, Qingyi dan Sungai Dadu. The Leshan Giant Buddha yang berpostur simetris ini merupakan simbolisasi dari Maitreya (Bodhisattva yang direpresentasikan oleh seorang biarawan gemuk, dengan dada dan perut buncit yang terbuka dengan senyum lebar di wajahnya.
Patung yang menggambarkan Buddha Maitreya dalam posisi duduk setinggi 233 kaki. Dibangun antara 713- 803 Masehi selama pertengahan Dinasti Tang.
Tersebut lah seorang biksu bernama Hai Tong. Gagasan utamanya dalam memulai proyek mengukir tebing untuk menjaga keselamatan rakyat yang mencari nafkah di sekitar pertemuan tiga sungai. Mereka sudah lama menderita oleh gelora tumbukan airnya. Banyak perahu yang tenggelam. Mereka percaya penyebab kecelakaan adalah penuggu (roh) air.
Baca juga : Shah Cheragh Masjid Syiah Iran Cantik dan Megah
Jadi Hai Tong memutuskan mengukir patung di tebing dengan harapan Sang Buddha bisa mengontrol ke tenangan sang Peri Air.Â
Batu-batu jatuh ke dalam sungai selama membuat ukiran ternyata memang terbukti bisa mengurangi kecepatan laju air. Setelah 20 tahun mengumpulkan sedekah Hai Tong cukup punya uang untuk memulai rencananya.
Untuk menambah dana bahkan Hai Tong mencongkel bola matanya sendiri di hadapan para pejabat daerah untuk diganti sejumlah uang untuk membiayai proyek tersebut. Setelah Hai Tong wafat proyek patung Buddha Raksasa Leshan diteruskan oleh para muridnya dan baru selesai 90 tahun kemudian.
Monumen Ketaatan dan Iman
Memandang ke arah Patung Buddha Raksasa Leshan berarti memandang kepada ketaatan, iman, konsistensi, semangat pantang menyerah serta ketajaman berpikir para arsitek China kuno.
Di sebelah kanan Sang Budha di buat cerukan bagi jalan lewat umat yang akan beribadah.
Jalan itu kini dilengkapi tangga dengan rel untuk memudahkan turis turun ke bawah, ke teras tepat di bawah kaki Budha. Saya kira cukup melelahkan juga melihat dengan cara seperti itu. Namun itu memungkinkan kita melihat janggut dan telinga Sang Budha yang tegak lurus dari bawah.
Patung Buddha Raksasa Leshan Itu Pernah Menangis Karena Rakyat Lapar
Banya peristiwa besar di China, yang dipercaya masyarakat sana, Dafo menutup matanya dan menangis.
Itu terjadi selama Kelaparan Besar melanda Tiongkok antara tahun 1959 dan 1961. Selama waktu itu, banyak orang mati kelaparan di Sichuan. Karena penduduk sangat miskin, tubuh keluarga yang meninggal hanya digulung dalam tikar jerami dan dibuang ke sungai.Â
Setiap hari, mayat akan mengapung di sungai melewati Buddha Raksasa. Suatu malam, Buddha Raksasa tiba-tiba menutup matanya. Penduduk setempat menyaksikan fenomena ini dan berpikir bahwa Sang Buddha tidak tahan melihat kesengsaraan dan kengerian seperti itu.
Diceritakan juga bahwa foto-foto Buddha Raksasa menangis membuat Partai Komunis Cina (PKC) panik. Mereka menghabiskan US$6,8 juta untuk membersihkan dan merekonstruksi Buddha Raksasa. Namun, mereka masih gagal menghapus air mata dari sudut mata Sang Buddha Raksasa.
Sebelum meninggalkan tempat itu, sekali lagi saya berpaling ke patung yang tetap duduk tenang dalam apitan dinding jurang raksasa. Berharap semoga tak ada air mata yang tertumpah lagi. Karena Sang Buddha akan terus menangis karena rakyat lapar, juga menghadapi segala kejahatan terhadap kemanusian dan Tuhan.
@eviindrawanto
The only thing you need for a travel is curiosity.