Malam yang masih muda terasa lembab saat kaki menjajak halaman Mal Living World Alam Sutera. Maklum sejak siang Serpong berselimut hujan. Hawa dinginnya seolah mengaminkan bela sungkawa atas bencana Pesawat AirAsia QZ8501. Bayangkan bagaimana rasanya di pagi yang hening, di tengah laut yang sepi, kegembiraan perjalanan berubah jadi tragedi. 166 orang meninggal serentak. Dunia terkejut! Tentu! Siapa yang tidak? Saya yang tak mengenal satu pun diantara penumpang haru biru membayangkan pesawat itu berisi beberapa keluarga lengkap. “Ah mereka punah begitu saja?” Bisik hati menangis membayangkan kalau saja itu terjadi pada keluarga sendiri. Sekalipun menurut statistik tiap hari 3 orang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Berarti ada 1.080 orang meninggal sia-sia secara ajek tiap tahun? Namun itu tak menutup efek kejut dalam kecelakaan ini. Namun memasuki kawasan Living World suasana sendu tak terasa. Lampu hias, pohon natal raksasa, dan pangung-panggung musik menjanjikan keriangan.
Mengawali langkah kami menyusuri Food Truck Boulevard yang berisi aneka kuliner berkonsep modern. “Di sini tak ada tempe mendoan, Mama” Kata si bungsu karena bolak-balik menyatakan tak suka rasa Tacos. Tapi mengulangi mengigit sampai tiga kali saat ditawari mencoba.
Waktu menunjuk pukul delapan malam. Belum terlalu ramai. Nanti menjelang detik-detik pergantian tahun, mulai dari Bundaran Alam Sutera sampai kurang lebih 1 kilo meter dari Living Word akan tumplek manusia. Karena tempat ini sudah dikenal sebagai penyaji kembang api terbaik di Serpong. Itu juga alasan kami datang ke sini nonton “Megashot Fireworks” bukan?
Tampak anak muda mundar-mandir dengan camera. Rupanya ada Fireworks Video Contest Competition untuk menambah kemeriahan Living World’s New Year Eve Celebration ini. Saya mulai mengusik-usik si bungsu yang kebetulan kuliah jurusan Cinematography. “Ikut dong. Kan lumayan buat nambah pengalaman. Tak usah kejar menangnya yang penting tahu cara berkompetisi” Tak pakai acara lama dapat jawaban berupa tatapan setajam silet. “Kita sedang menikmati pesta malam tahun baru, Mama!”
Night at the Museum: Secret of the Tomb
Rencana kegiatan malam tahun baru ini disusun si Bungsu. Saya diprotes karena tak punya rencana liburan apapun di akhir tahun ini. Jadi ikut saja itinerary yang disusunnya. Ceritanya setelah eksplorasi Food Truck Boulevard acara diteruskan ke 21 sambil menunggu pukul 12. Jadi nonton Night at the Museum: Secret of the Tomb lah awak di malam tahun baru. Walau menyukai sejarah, museum, apa lagi tentang Mesir Kuno, perasaan biasa-biasa. Dalam tehnik cinematography yang cantik (pakai banget) tak merasa aksi istimewa Larry Daley (Ben Stiller) bersama teman-temannya istimewa. Gak masuk akal banget kan melihat patung Theodore Roosevelt, Attila the Hun, Sacagawea, Dexter sang Capuchin Monkey, dan si tulang belulang Rexy si Tyrannosaurus hidup terus gentayangan dalam museum bila malam tiba. Belum lagi makhluk sebesar ibu jari Jedediah dan Octavius yang saya pikir kapasitas otaknya melebihi ukuran tubuh. Cerita lengkapnya baca di Wikipedia saja ya…
Saya hanya menaruh perhatian pada Robin William. Penggemarnya pasti senang nonton Night at the Museum: Secret of the Tomb ini. Ini film terakhir sang legenda yang keburu wafat sebelum filmnya dirilis. Entah perasaan saya saja gara-gara membaca tentang kematian Robin Williams yang tragis atau yang sebenarnya, saya lihat pemeran Theodore Roosevelt ini tidak sehat. Memang dia sudah tua. Namun orang tua yang sehat dan orang tua yang sakit penampilan mereka pasti beda, bukan? Wajah Mrs. Doubt Fire dalam film ini seperti wajah orang tertekan.
Megashot Fireworks
Benar saja. Begitu keluar dari bioskop bundaran Alam Sutera sudah tertutup manusia, motor dan mobil. Sampai-sampai untuk melangkahpun perlu hati-hati. Rupanya selain menunggu pertunjukan dari Living World mereka juga membawa kembang api sendiri. Nah di sana lah mereka beraksi secara bersama, main kembang api gotong royong.
Tepat pukul 00 langit di atas Mal Living Word seperti terbelah. Tembakan berbagai bentuk dan warna bunga api membuat para remaja di sekeliling saya berkali-kali berteriak, “Bagus banget..bagus banget..” Saya setuju. Kalau saja tak jaga imej sebenarnya pengen juga norak sedikit. Walau sering nonton pertunjukan kembang api tetap saja merasa wah ketika pendar-pendar pecah di langit malam. Mereka seperti barisan galaksi yang terlihat dari kabin pesawat luar angkasa. Sayang camera tak berhasil mengabadikan kecantikannya. Foto-foto diambil sekedarnya karena si bungsu lebih suka merekamnya dengan video.
@eviindrawanto