eviindrawanto.com ~ Kata orang cantik itu relatif, depen on the eyes of beholder. Apakah ungkapan itu cocok juga deterapkan menilai lansekap suatu tempat, saya kira, juga tergantung pada sang penilai.
Yang jelas kita menghuni bumi yang chaos tapi beraturan. Kita melihat bumi yang compang-camping namun banyak keindahan. Ibarat mengaduk beragam sayur pada cobek gado-gado, bumi adalah tempat kita bertemu berbagai kepahitan juga kemanisan.
Cantik Itu Relatih Tergantung di Sisi Mana Kita Melihat
Pikiran ini muncul tatkala saya menempuh perajalan dari Makassar-Bulukumba beberapa waktu lalu. Kemarau panjang membuat sawah kerontang dan sungai menurun drastis debit airnya. Rumput dan jerami yang meranggas pastinya berita pahit bagi pertanian. Namun dari balik mobil ber-ac yang melaju pelan, dari balik lensa, saya hanya menangkap keindahan.
Baca juga Apresiasi Islam Terhadap Kecantikan
Melukis Kenangan di Kota Kuching
Relativitas cantik juga terlihat pada empat bocah yang sedang bermian bola di sawah kering. Kibasan debu pada kaki telanjang dan sengatan matahari sore tidak mengurangi kegembiraan mereka bermain. Satu kipper dan tiga penyerang lebih dari cukup untuk menyamai hebohnya main bola di Istora Senayan. Kerbau merumput acuh di belakang membuat saya keasyikan menonton permainan tim kecil ini.
Apakah Ada Standar Cantik Itu Relatif Juga?
Sejak awal, masyarakat terobsesi dengan kecantikan. Misalnya mengenai kecantikan fisik. Keinginan kita untuk tetap awet muda atau memutar waktu ke masa lalu agar tetap “muda dan cantik” terjadi di mana-mana di masyarakat.
Begitu pun saat bepergian, kita cenderung memilih destinasi wisata yang indah. Entah alamnya atau sosial budayanya. Hampir tidak ada yang merencakan piknik ke tempat pembuangan sampah seperti Bantar Gebang, misalnya.
Tapi dimana kah kita meletakan standar bahwa satu tempat indah yang lain tidak?
Hasil foto yang bisa dipajang di sosial media?
Baca juga 13 Foto Bukit Cinta Rawa Pening Ambawara
Rasanya tidak juga. Karena fotografer yang baik akan bisa menghasilkan foto cantik, tak masalah dimanapun diambilnya. Di pantai atau di tempat pembuangan sampah.
Sepertinya standar kecantikan yang kita simpan dalam pikiran berasal dari luar. Dari konstruksi sosial. Dari pemahaman bahwa kalau semua orang setuju artinya benar.
Melihat dari sudut pandang kekeringan ini apakah kawan setuju bahwa cantik itu relatif?
@eviindrawanto