eviindrawanto.com| Saya sudah ngeblog sejak tahun 2007. Selain jurnal ini, dua blog lain yang dimaintain hingga saat ini adalah Palm Sugar Indonesia dan Gula Aren Organik. Dari ketiga blog tersebut sudah terbit sekitar sekitar 1500-an tulisan. Walau tak banyak saya juga menyumbang beberapa tulisan di portal lain. Nah kalau dibukukan dengan style”apa adanya” pasti saya akan punya buku tebal sekali. Pertanyaannya sekarang adalah apakah lantas menulis untuk “ngempanin” blog ini jadi mudah?
Tidak saudara-saudara!
Untuk saya membuat tulisan agar blog tetap up to date membutuhkan perjuangan, waktu dan terkadang disertai kesakitan. Makanya suka iri pada teman-teman blogger yang bisa membuat satu tulisan minimal 300 kata hanya dalam 3o menit. Sudah gitu tulisannya mengalir dengan enak dan update setiap hari. Keren habis kan? Terus gimana caranya, coba?
Gelap Gulita
Jalan-jalan dan menulis di blog merupakan hobbi yang tak tersembuhkan. Di tambah aktivitas bisnis, sebenarnya saya tidak kekurangan bahan pengisi konten setiap hari. Atau menyelesaikan tulisan untuk Proyek Buku Bersama oleh Om Nh dan Pakde Cholik. Eh rupanya itu saja tidak cukup, pemirsa. Saya tetap mengandalkan mood untuk menulis. Sementara hewan mood itu up and down suka-sukanya dia. Kalau pun dipaksakan begitu sampai di depan komputer saya mati langkah, cuma bengong dan gagal paham mengapa tiba-tiba otak jadi gelap gulita. Nah kalau sudah begitu alih-alih memaksa otak kanan bekerja saya malah pergi browsing kemana-mana. Jadi deh ide tulisan makin terbang tinggi ke langit.
Dalam dunia kepenulisan memang dikenal istilah writer’s block, suatu kondisi dimana penulis kehilangan kemampuan menghasilkan ide-ide original. Tanpa sebab yang jelas penulis kehilangan inspirasi dan bertanya-tanya kemana larinya sang imajinasi?
Menurut Wiki memang ada beberapa penyebab terjadinya writer’s blog. Seperti disebutkan di sini : Other blocks may be produced by adverse circumstances in a writer’s life or career: physical illness, depression, the end of a relationship, financial pressures, or a sense of failure.The pressure to produce work may in of itself contribute to writer’s block, especially if they are compelled to work in ways that are against their natural inclination (i.e. with a deadline or an unsuitable style or genre). Writer’s block may also come from feeling intimidated by one’s previous big successes. The writer Elizabeth Gilbert, reflecting on her post-bestseller prospects, proposed that such a pressure might be released by interpreting creative writers as “having” genius rather than “being” a genius.
Nah berpijak pada opini Wiki di atas entah yang mana yang mempengaruhi saya saat ini sehingga ikutan mengalami writer’s block ini. Saya sedang tidak mengalami masalah relasi dengan keluarga, sakit, atau tekanan keuangan (ini relatif soalnya). Tapi kalau malas memang penyakit yang terus saya singkirkan walau pun sering gagal. Yang jelas dengan terbit posting ini saya berusaha memanfaatkan writer’s block sebagai dalih agar Jurnal ini tepat update.
Bagaimana dengan teman-teman blogger sekalian? Sering kah mengalami writer’s blog? Kira-kira apa penyebabnya? Dan bagaimana cara mengatasinya?
@eviindrawanto