Eksotisme Pakan Sinayan cara saya bernostalgia dengan masa kecil. Ini juga cara terbaik bagi yang ingin tahu makanan khas suatu daerah? Ingin tahu makanan paling sering dikonsumsi masyarakat lokal? Pergilah ke pasar tradisional setempat. Asumsi ini mengukuhkan semangat saya keluar masuk pasar bila bepergian ke suatu tempat. Bukan sebagai ahli masak cuma mengayomi kesenangan melihat beragam jenis makanan Nusantara. Acara pulang kampung ini pun saya manfaatkan menengok kembali gemerlap masa lalu dengan jelajah pasar. Bukan mencari tahu jenis makanan yang dikonsumsi masyarakat  Kamang dan Magek. Ini lebih sekedar nostalgia terhadap makanan masa kecil. Maka hari itu saya habiskan “nguprek” Pakan Sinayan.
Pakan Sinayan artinya Pasar Senin –diadakan tiap hari Senin. Terletak di Nagari Koto Tangah, Kamang Mudik, Bukittinggi. Luas sekitar 1 kilometer persegi. Kecil memang tapi tak terlalu kecil juga jika sehari-hari hanya melayani kebutuhan masyarakat Kamang Magek dan sekitar. Belum lagi juga terdapat Pakan Selasa tiap Hari Selasa di Nagari Magek, Pakan Kamih tiap hari Kamis di Tilatang. Jadi cukup banyak tempat transaksi yang membuat ukuran bukan lagi masalah di tempat ini. Ohya wisatawan yang mau ke Telaga Tarusan Kamang, kalau harinya pas, yuk ikutan Eksotisme Pakan Sinayan. Mampir sejenak hunting kuliner Minangkabau khas pedalaman. Dari Bukitinggi naik saja angkot 01 dari Pasar Dama. Ongkos Rp.6.000/orang.
Tidak Teratur Eksotisme Pakan Sinayan
Tidak seperti pasar tradisional yang biasa saya temukan di Jawa, di Pakan Sinayan display produk tidak melulu menurut jenis barang. Penjual bahan makanan basah bisa saja berdampingan dengan makanan kering. Contohnya dekat pintu masuk, meja ayam segar berdampingan dengan ikan. Di depannya terbuka lapak sayur-mayur bersisian dengan buah dan kue kering. Bila berjalan terus sampai ke tembok pasar, di sebelah kiri bersua kembali dengan pedagang ayam potong. Mereka bersebelahan dengan tukang cabe giling. Bergerak ke tengah masih terdapat tukang ayam. Setali tiga uang dengan sayuran, mereka bersebelahan dengan tukang ikan asin. Tak jauh masih ada tukang sayur buka lapak dekat tukang kue basah. Namun karena tidak luas, ketidak teraturan ini tidak terlalu menggangu konsumen. Sejauh kaki melangkah kita cuma berputar sekitar ratusan meter.
Yang paling saya suka belanja di Pakan Sinayan karena umumnya produk masih segar. Berasal dari industri rumahan setempat. Misalnya sayuran — penjualnya kebanyakan amai-amai (ibu-ibu) — dipajang satu atau dua jenis saja di atas karung beras. Sayur  dipetik sesaat sebelum dibawa ke pasar. Nah sasaran saya adalah penjual yang paling sedikit jenis dan jumlah sayurnya. Sebab produk seperti ini berasal dari kebun atau halaman rumah sendiri. Bila dari kebun pribadi, kalau pun menggunakan pupuk kimia dan pestisida, jumlahnya tak gila-gilaan seperti pada perkebunan komersil.
Sumber Uang Tunai Segar
Pasar kampung seperti Eksotisme Pakan Sinayan merupakan sumber uang tunai cepat bagi penduduk. Sistem perdagangan tak menerapkan mata rantai yang panjang. Hasil kebun dijual sendiri oleh pemiliknya. Pisang yang baru masak, sayur kangkung yang tumbuh di kolam depan rumah, telur itik atau ayam yang terkumpul langsung ke pasar untuk uang tunai. Mata rantai perdagangan pendek seperti ini tentu menguntungkan kedua belah pihak. Petani dapat harga memadai, konsumen dapat produk segar. Peraturan berjualan pun tak terlalu ribet. Tinggal cari ruang sedikit, menyempil di pojokan pun jadi lah atau menumpang pada lapak resmi, kita langsung bisa berdagang.
Kuliner Pakan Sinayan
Pagi itu setelah puas melihat-lihat dan memilih belanjaan dapur tiba saatnya hunting kuliner. Sejujurnya kegiatan ini lah yang paling asyik mengapa pos ini saya beri judul Eksotisme Pakan Sinayan. Untuk sarapan ada Sate Bumbu dan Ketupat Pical. Bila sate padang biasa dagingnya polos, sate bumbu dagingnya bersalut kelapa rendang. Bau khas dari kelapa parut berbumbu yang terbakar menambah nuansa gurih pada sate. Ketupat pical yang tak lain ketupat sayur diberi sayur pecel plus diguyur bumbu kacang. Saya jarang melewatkan hidangan satu ini kalau ke Pakan Sinayan.
Pical Pakan Sinayan
Melongok penjual masakan matang jadi kegiatan seru juga. Warna kuning kemerahan khas masakan padang untuk dibawa pulang ini langsung menggugah mata dan selera. Pengek ikan bilis atau ikan mas yang masih berada di panci atau kuali seolah memanggil-manggil untuk dicoba. Begitupun dengan gulai kapau yang bergelimang santan gurih. Sekalipun sekarang saya tak begitu berminat terhadap makanan bersantan, demi selera masa masa lalu harus dicoba juga sedikit.
Tak ketinggalan tentu kue-kue tradisional bikinan rumahan. Aneka lepat di meja seorang ibu memperbaharui pengetahuan saya soal perlepatan. Lepat bugis dari tepung ketan dengan isi kelapa parut dan gula. Lepat singkong, lepat bergonjong dan lepat merah yang dimaniskan oleh gula aren untuk konsumsi orang sakit. Ada lagi kue putu, lemang jagung, dan lemang beras yang semuanya bikin panik.
Demikianlah eksotisme Pakan Sinayan. Tua dan berantakan. Namun menyimpan pesona cara hidup dan aktivitas makan dari masyakat agraris Minangkabau pedalaman.
Lemang jagung dan lemang beras
Gulai kapau, gulai tambusu dan pangek ikan
Palai ikan bilih
Rendang nangka
Pangek ikan bilih
Godok Pisang
@eviindrawanto
The only thing you need for a travel is curiosity.