Kuliner Khas Minang – Surpise juga bisa bersua kembali dengan Samba Lado Pado. Jenis kuliner akrab di masa kecil namun sekarang jarang terlihat. Mungkin saya yang kurang awas mengamati kuliner unik satu ini. Hanya terlihat saat pulang kampung ke Bukittinggi dan ngubek-ngubek Pakan Sinayan beberapa waktu lalu. Yang menjual pun hanya seorang. Amai (ibu) pedagang kue lepat bugis — Untuk membandingkan saya pernah mencarinya ke Pasar Banto Bukittinggi, namun tak terlihat.
Komposisi Kuliner Khas Minang Samba Lado Pado
Kesempatan ini langsung digunakan mewawancarai si Amai. Menurutnya komposisi samba lado pado yang diwadahi kantong plastik kresek itu adalah serundeng kelapa, irisan Buah Simauang, dan ikan asin. Serundeng dan ikan asin sudah jelas duduk perkaranya. Namun apa itu Buah Simauang?
Maka ngubek-ngubek Google berbahasa Minang membawa saya pada buah Kepayang atau daging kluwek muda seperti yang saya temukan di Pasar Los Batu Kandangan. Karena buah ini beracun sebelum digunakan harus difermentasi terlebih dahulu.
Saya kira ini juga alasannya mengapa buah kepayang dalam samba lado pada jadi berwarna kehitaman. Selain tentu saja mengalami perubahan warna saat disangrai bersama serundeng.
Cara Memasak Kuliner Unik Minang Samba Lado Pado
Di jaman dulu komposisi samba lado pado juga ditambahkan cacahan daging ikan peda. Terbayangkan gimana gurihnya? Maka untuk memasak tak perlu bumbu berlebihan.
Cukup tuangkan air nasi, sedikit cabe giling, garam, dan irisan bawang merah ke dalam satu mangkuk kaleng atau keramik. Versi nenek saya menambahkan perasan air Limau Sundai (mirip jeruk purut tapi buahnya lebih besar). Wadah itu kemudian diletakan di atas periuk nasi setengah matang. Tutup rapat. Nasi masak Uwok Samba Lado Pado pun siap. (uwok = tim –red).
Samba lado ini kurang lebih mirip dengan samba lado Uwok biasa.
Perubahan Cara Menanak Nasi Memusnahkan Samba Uwok
Boleh dikatakan uwok samba lado pado termasuk jenis kuliner hampir punah di Sumatera Barat. Asumsi ini berkaca dari keluarga saya yang tak pernah lagi memasaknya. Begitu pula kelangkaannya di pasar.
Mengingat rasanya yang lumayan enak dan cara memasaknya juga sederhana memang agak aneh jika kuliner khas Minang ini diam-diam meninggalkan panggung.
Salah satu alasan ditinggalkan munkin karena cara memasaknya. Uwok. Kebisaan memasak nasi masyarakat berubah. Dulu memasak dengan diliwet, yang bisa menumpangkan uwok ke atas nasi yang belum masak. Sekarang masak nasi menggunakan rice cooker. Tak bisa ditumpangi uwok.
Baca juga Romansa Bukittinggi Kota Rang Agam
Dulu orang memasak nasi di tungku, berbahan bakar kayu dengan periuk yang selalu berjelaga. Memasak pun harus ditunggui, menjaga api agar nasi tidak hangus. Di sela-sela memasak seperti itu kita bisa mengambil air nasi dan menyiapkan bumbu untuk samba lado pado. Perkembangan teknologi dengan rice cooker yang memungkinkan masak nasi effisien, tak perlu ditunggui, bersih dan hangat sepanjang waktu, saya pikir salah satu sebab mengapa samba lado pado jarang terlihat di meja makan.
Baca juga Tehe-Tehe Makanan Asli Suku Bajau
Perubahan memang tak terelakan dikolong langit. Dari satu cara ke cara berikutnya yang akan melahirkan cara baru. Kelahiran cara baru mematikan cara lama. Seperti perubahan dalam cara menanak nasi, dari tungku ke rice cooker, sepertinya akan memusnahkan bermacam jenis kuliner uwok-uwok-an (tim-tim-an) di Sumatera Barat. Kalau benar, ada yang perlu disayangkan bahwa cara memasak dengan di tim (uwok) tentu lebih sehat ketimbang menggoreng atau membakar.
Di daerahmu apa saja makanan yang hampir punah, teman?
@eviindrawanto