Gedung Tua Pekalongan – Kota Tua Pekalongan – Sebelum berangkat ke Pekalongan – Jawa Tengah, saya iseng bertanya pada kawan yang lahir dan besar di sana. “Apa yang menarik di Pekalongan?” Dia cukup lama berpikir sebelum menjawab,” Selain batik tidak ada …”
Oooo..tidak ada? Baik lah!
Dan setelah sampai di Pekalongan baru sadar bahwa pertanyaan saya salah. Mestinya bertanya seperti ini:” Apa yang bisa saya tulis di blog tentang kota yang sudah masuk ke jaringan kota kreatif UNESCO ini?” .
Kalau pertanyaan seperti di atas, yakin deh sebagai orang yang mengaku berasal dari Kota Batik, ia pasti bisa menunjukan banyak hal. Buktinya cuma dua hari di sana kota penghubung Jakarta-Semarang-Surabaya ini lumayan banyak yang saya lihat. Pekalongan ibarat wanita matang: Anggun, berpengalaman, dan menyimpan ragam kisah.
Keanggunan Gedung Tua Pekalongan
Dan teman-teman penyuka sejarah dan bangunan tua pasti lah bergembira hati bila datang ke sini. Kota yang sedang giat mempromosikan pariwisatanya ini menawarkan banyak hal. Mulai dari batik, alam, sosial-budaya, sampai ke peninggalan masa lalu.
Salah satu spot terbaik melihat peninggalan masa lalu Pekolangan terletak di Jalan Blimbing — kawasan Pecinan. Tak sengaja saya telusuri usai menyantap Kepiting Gemes Bung Kombor. Gedung-gedung tua saling berhadapan yang sebagian diantaranya kontras sekali dengan jalan beraspal mulus yang memintas.
Dan salah satu eksotika gedung tua Pekalongan ini saya lihat berdiri tepat di muka Rumah Makan Bung Kombor. Berlantai dua, tembok cat putih, kerangka bangunan, pintu, dan jendela jelas sekali menggambarkan tidak berasal dari masa ke kinian. Konon dulunya rumah tinggal yang oleh pemiliknya sekarang dijadikan rumah burung walet.
Baca juga
Mungkin gedung tua itu sudah berusia 50 tahun lebih. Mungkin masuk dalam rencana tata kota. Akan dijadikan benda cagar budaya. Meneruskan ceritanya, sang kerabat mengatakan bangunan itu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Pemugaran memerlukan ijin khusus dari pemerintah dan harus disesuaikan peruntukannya. Jadi untuk saat ini oleh pemilik hanya dijadikan sarang burung walet saja.
Sayangnya saya tak punya waktu eksplorasi lebih dalam atau bertanya lebih banyak tentang bangunan tua yang lain. Sadar bahwa kunjungan ke Pekalongan ini bukan piknik melainkan untuk keperluan keluarga. Mudah-mudahan Travel Blog ini punya kesempatan khusus mengekplorasi kota tua Pekalongan lebih banyak. Dan membuat catatan perjalanan lebih lengkap.
Sekalipun begitu tetap merasa beruntung, melihat ketertarikan saya, sang kerabat yang juga bertindak sebagai sopir menjalankan kendaraan lebih pelan. Saya turun dan diberi kesempatan mengambil gambar. Ia menunjuk ke beberapa bangunan yang menurut saya amat eksotis. Bekas pabrik atau rumah tinggal yang tak berpenghuni lagi maupun yang difungsikan sebagai tempat usaha.
Baca juga:
- Belanja di Kampung Batik Pesindon
- Berbatik Dalam Perubahan Sosial
- Suatu Malam di Nol Kilometer Yogyakarta
Klenteng Po An Thian di Kota Tua Pekalongan
Di ujung jalan Blimbing terdapat satu gedung tua lagi. Klenteng Po An Thian bersisian dengan Gereja ST. Petrus. Dan tak jauh terdapat pula Masjid berkubah kuning.
Tiga tempat ibadah di kota tua Pekalongan ini dengan telak menggambarkan harmonisasi antar pemeluk agama di kota yang namanya sama dengan Kabupaten ini. Sesuatu yang patut disyukuri, yang dilihat oleh para founding fathers saat meletakan landasan ideology bangsa: Bhineka Tunggal Ika.
Lain kali saya harus lebih lama tinggal di kota batik ini. Jalan menyusuri kota tua Pekalongan, mengagumo gedung-gedung tuanya dan mencari informasi tentang sejarah tempat itu.
Semoga segera terujud.