Tangerang, Batam, dan Johor Bahru | Berkat rajin mencari tiket promo akhirnya lebaran ini kami bersama keluarga kakak ipar bisa liburan ke Malaysia. Bagi saya ini kunjungan kedua sementara bagi anak saya yang pertama.
Sama dengan pencarian tiket yang serba budgeting, rencana blusukan pun disusun ala backpacker. Mulai dari pesan tiket sampai memilih hotel riset sendiri. Internet, Google dan Mapsnya memang sangat membantu. Padahal saya pernah heboh soal penjebolan privacy yang mereka lakukan. Namun tanpa bantuan Google rasanya tak akan pede menyisir jalan darat bagian Timur negeri jiran ini.
Baca juga Google Maps Timeline 2018
Begitu lah hubungan saya dengan Google. Komplek! Kadang merasa beruntung dan tak bisa hidup tanpa dia tapi kadang merasa dirugikan.
Perjalanan tujuh hari, total 6 orang, dimulai dari Batam. Menyeberang ke Johor menggunakan ferry, naik bus ke Melaka dan Penang. Kami turun ke Ipoh-Perak, dan terakhir ke Kuala Lumpur. Alhamdulillah dengan berbagai kesan, cerita, dan drama, perjalanan yang saya rasa sedikit ambisius itu berakhir baik dan menyenangkan.
Kehebohan Trip Malaysia Melalui Laut Ini Diawali Drama Rental Mobil
Jadi tiket promo Liom Air itu harus dimulai dengan rencana terbang ke Batam sekitar pukul 4.00 pagi dari rumah. Pesawat take off pukul 6.10 WIB. Sekalipun rumah di Serpong alias tak jauh dari bandara, bayangkan deg-degan bila sampai pukul 4.20 mobil rental belum kelihatan batang hidungnya.
Baca juga Petualangan Keluarga Kuala Lumpur – Penang
Padahal kemarin mereka janji akan tiba tepat waktu. Saya sih sudah senewen dan nekat untuk membatalkan, beralih ke Grab Taxi yang aplikasinya sudah terpasang di smart phone. Cuma suami masih punya peri kasih sayang, ia memilih mempercayai bahwa mereka sudah sampai di gerbang perumahan.
Ternyata kali ini benar. Lima 5 menit kemudian jemputan tiba dengan permintaan maaf dan penjelasan.
Kehebohan Trip Malaysia Melalui Laut – Drama Berlanjut di Airport
Sampai di Bandara sudah pukul 5 lebih sedikit. Rupanya drama belum akan berakhir. Maklum lah besok akan lebaran. Manusia tumpah ruah, antrian menganak ular, suasana lebih heboh dari pasar malam.
Panggilan penumpang dengan nomor penerbangan kami sudah terdengar sejak kami check ini security.
Saat seperti ini mudah sekali menemukan egoisme. Sifat asli yang tersembunyi dengan baik selama tak ada krisis. Contohnya seorang ibu memaksa maju ke muka barisan dengan mendorong orang menggunakan trollynya. Seolah kaki-kaki yang berbaris di depan itu rumput gajah, bukan anggota tubuh manusia.
Baca juga Pertemuan di Terminal Purabaya Surabaya
Bahkan saat ditegur oleh korban dengan cueknya ia menjawab: “Namanya juga sedang ramai Mas di maklum saja lah kalau kesenggol sedikit.” Nada suaranya yang dingin dan tanpa rasa bersalah membuat saya bergidik. “Ah sebegitu keras kah hidup ini? ” Tanya saya dalam hati.
Tak lama si ibu yang sama terdengar membodoh-bodohkan pengelola Bandara kepada teman di sebelahnya. “ Begok banget! Masak ya tidak bisa antisipasi kerumunan penumpang seperti ini? Lebaran kan tiap tahun?”
Benar juga pikir saya sambil mengedar pandang pada kerumunan manusia yang saling berdesakan. Sepertinya terminal keberangkatan dalam negeri harus diperluas.
Saya sudah luar biasa senewan saat mendengar pemanggilan terakhir ke Batam dengan nomor penerbangan kami.
Untung lah Lion Air memberi prioritas check in pada mereka yang waktunya sudah sangat mepet seperti rombongan kami. Dengan mengangkut semua bagasi ke dalam kabin, saya meninggalkan drama di antrian sambil berjanji dalam hati takan lagi menggunakan rental mobil yang sama.
Dari Bandara Hang Nadim ke International Ferry Terminal di Batam Center
Menjelang mendarat di Batam saya mulai rileks. Mungkin karena sempat tidur dan dibangunkan oleh usapan sinar keemasan yang muncul dari jendela pesawat. Lembut. Hangatnya sampai ke hati. Cahaya itu juga saya gunakan sebagai mood booster selama tujuh hari ke depan.
Juga berjanji dalam hati takan terpengaruh mood jelek orang lain. Apapun yang terjadi selama perjalan hanya akan melihat jelajah Malaysia ini dalam kerangka pikiran positif. Apa lagi saat memandang ke bawah, pada bayang-bayang serpihan pulau kecil, berserakan di sisi kepulauan Riau membuat saya langsung melupakan drama keberangkatan tadi.
Begitu pun saat mendarat di Bandara Hang Nadim cuaca hati saya sudah normal seratus persen.
Baca juga Pengalaman Terbang dari Manila ke Tagbilaran
Di Hang Nadim kami juga sempat melihat Menteri Perhubungan Jonan yang sedang melakukan inpeksi mendadak. Ah bersyukur ada juga diantara pejabat kita yang patut dibanggakan.
Dari Airport kami menggunakan taksi menuju International Ferry Terminal di Batam Center Point. Ongkosnya Rp. 40.000/taksi. Tapi sekarang sudah tak grabak-grubuk lagi lagi karena tiap 45 menit tersedia kapal cepat untuk menyeberang ke Johor.
Rupanya di sini orang tak lebaran. Suasananya jauh berbedara dari Bandara Soetta tadi. Dan Bahasa dengan logat melayu bercampur Mandarin dan Hokkian pun mulai akrab di telinga. Begitu pun saat memandang ke café dan resto yang menjajakan makanan ala Singaporean Hawker, seolah saya sedang berada negeri Paman Lee Kuan Yew.
Jelajah Malaysia mulai menarik.
Harga Tiket Kapal Cepat Batam Center – Stulang Laut Johor
Untuk menyeberang ke Johor kami menggunakan kapal cepat Mv.Indo Mas. Harga tiket Rp.255.000/orang. Selain itu ada pula biaya Pass Pelabuhan sebesar Rp.65.000/orang.
Sesampainya di Pelabuhan Stulang Laut nanti kami akan langsung ke Melaka.
Jadi kalau teman asal bandaranya Sokerno-Hatta dan bermaksud hemat transportasi menuju Melaka, rute ini rasanya kurang pas. Lebih baik beli tiket pesawatnya langsung ke Melaka. Sementara yang memutuskan tetap menyeberang lewat laut, kapalnya lumayan nyaman. Laut pun tak berombak.
Jadi perjalanan Batam Center International Ferry Terminal menuju Jetty JB Stulang Laut selama kurang lebih 3 jam cukup menyenangkan.
Baca juga Menikmati Wisata Sejarah Fort Cornwallis Penang
Dalam Heboh trip Malaysia Melalui Laut ini kami memang sengaja memilih rute Batam- Johor alih-alih Batam Singapura. Icak-icaknya cruise di Selat Singapura dan Selat Johor sekaligus.
Saat naik ke deck terbuka saya menyadari bahwa mengawali jelajah Malaysia dengan cara ini bukan pilihan yang salah. Menyusuri dua selat sambil memandangi dua sisi negara berbeda jadi pengelaman unik untuk saya pribadi.
Menengok ke sebelah kanan tampak Singapura dan di sebelah kiri terhampar Malaysia. Semilir angin laut yang bermain di wajah saya mendatangkan pertanyaan: Apa yang dirasakan masyarakat Malaysia ketika Singapura melepaskan diri dan memilih jadi negara merdeka pada 9 Agustus 1965 ya?
Apakah berdarah-darah juga seperti Indonesia melepaskan Timor-Timur kepada Timor Leste?
Merapat di Berjaya Waterfront – Dermaga Stulang Laut
Tak lama ferry pun merapat ke dermaga Berjaya Water Front-Stulang. Pemeriksaan imigrasi Malaysia tak kalah ketat seperti pemerikasan bila kita tiba dengan kapal terbang.
Saya ditanya apa tujuan ke Malaysia, berapa lama, dan sudah berapa kali datang ke Malaysia.
Semua jawaban rupanya memuaskan petugas imigrasi. Paspor saya pun segera di cap. Resmilah saya sebagai tamu untuk jelajah Malaysia selama 7 hari ke depan.
Naik Taksi Menuju Terminal Bus Larkin JB
Karena ini perjalanan backpacker niatnya mencari bus menuju Larkin JB dengan tujuan Melaka.
Sayangnya bawaan tidak sesuai dengan trip backpacker, bagasi kami terlalu banyak. Yah kehebohan trip Malaysia melalui laut ini semakin seru. Terpaksa lah cari taksi lagi.
Baca juga Seluruh Cerita Perjalanan di Malaysia
Rupanya melihat barang bawaan kami, tak seorang taxi driver pun yang mau pakai argo. Saya terbahak, ” Kok sama ya dengan Indonesia?”
Dan suami pun kemudian tawar-tawaran dan disepakati lah ongkosnya 15 RM/taksi. Saat itu kami butuh 3 taksi.
Kebanyakan sopir taksinya sudah opa-opa. Tapi mereka dengan senang hati membantuk kami memasukan koper dan ransel ke bagasi mereka.
Selamat datang di Malaysia.
Cerita perjalanan Kehebohan Trip Malaysia Melalui Laut akan berlanjut di sini: