Situs Perahu Kuno Punjulharjo ~ Setelah ada kepastian Si Sulung akan pindah koas ke RSDUD Kudus, kami yang akan mengantar mulai sibuk. Tapi kesibukan berbeda tentu saja. Si Bapak sibuk menyiapkan mobil dan barang-barang yang dibutuhkan selama anaknya jauh dari rumah. Saya emaknya sibuk browsing internet yang tak ada sangkut pautnya dengan kebutuhan Si Sulung. Kalau bapaknya bertanya, ” Kamu masih butuh barang apa?” Emaknya bertanya, “ nanti mau ngapain saja di Kudus dan bisa jalan-jalan kemana saja?”
Untung lah di jaman yang sudah serba google able ini merencanakan perjalanan sangat lah mudah. Dengan cepat saya menemukan berapa hal menarik seputar Kota Kudus. Semua informasi yang saya butuhkan tersedia mulai dari web search sampai ke Google Maps. Dua diantaranya sudah saya tulis yaitu Masjid Menara Kudus dan Museum Kretek Kudus. Lalu saya menyadari ternyata Kudus dekat sekali dengan Lasem, kota Kecamatan di Rembang yang ngehits berkat benda-benda pusakanya. Saya berkelana diantara blog para travel blogger untuk mencari info lebih banyak. Dan tak pakai lama jaringan travel blogger membawa saya pada @lasemheritage dan seorang lelaki santun berjuluk Mas Pop di belakangnya.
Singkat cerita, pada hari yang telah ditentukan kami janjian dengan Mas Pop di Kota Rembang. Nah dalam perjalanan ke menuju Lasem ini lah pertama kali saya mendengar tentang Situs Kapal Kuno Punjulharjo dari Mas Pop. Lokasinya tak jauh dari tepi jalan yang sedang kami lewati saat itu.
Pertemuan dengan Situs Perahu Kuno Punjulharjo
Terus blogger mana yang tak berdiri telinganya mendengar cerita bahwa situs itu menyimpan perahu tertua yang pernah ditemukan di Indonesia? Diperkirakan berasal dari zaman Mataram Hindu pada abad ke 7 dan 8, yang setara dengan pembangunan Candi Borobudur? Kalau dikonversi dengan tahun itu sekitar 660 sampai 780 Masehi. Kemudian menurut uji karbon ia telah sukses melawati sekitar 1300 tahun lorong waktu. Gila aja kalau saya melewatkan kesempatan untuk melihatnya.
Terus saya bertanya pada Mas Pop apakah kami bisa melihatnya yang dijawab bisa. Cuman Mas Pop menambahkan bahwa kami tak bisa melihat fisik perahu kuno tersebut karena perahu dalam perawatan dan ditutup terpal. “Tak apa lah mas lihat terpalnya saja sudah puas kok”.
Benar saja sampai di lokasi Situs Perahu Kuno Punjulharjo yang terlihat adalah hamparan terpal biru. Tak terlihat tanda-tanda ada perahu di sana. Menurut Mas yang menjaga situs cagar budaya ini, saat itu perahu sedang direndam air yang diambil dari pegunungan. Tujuannya menetralkan kadar garam yang terkandung dalam serat-serat kayu. Kalau kita baca dari media lain, perahu kuno ini juga sudah pernah direndam dalam larutan cairan kimia.
Dan saya bersyukur karena Situs Perahu Kuno Punjulharjo sudah diurus dengan baik. Selain hamparan terpal, untuk melindunginya dari panas dan hujan, di atasnya sudah berdiri bangunan semi permanen. Lokasi ini di bawah pengawasan Balai Arkeologi Yogyakarta dan sudah masuk ke kawasan penelitian dunia. Nantinya di lokasi ini juga akan berdiri museum maritime dan lokasi perahu sekarang akan terletak tepat di tengahnya.
Hebat ya? Tak lama lagi Rembang akan banjir wisatawan pemerhati sejarah dan budaya.
Baca juga : Situs Tugu Gede Cengkuk Sukabumi
Milik Siapa Perahu Kuno Ini?
Mengedar pandang pada keadaan sekeliling, pada ladang-ladang garam yang mengililinginya, di bawah matahari yang menyengat samar-samar tampak petani garam sedang bekerja. Pada pematang terlihat tumpukan garam yang membawa kenangan saya pada ladang garam di Jeneponto.
Jadi membayangkan tempat itu sekitar 1300 tahun yang lalu. Situs Perahu Kuno Punjulharjo sekarang jaraknya sekitar 400 meter dari bibir pantai. Tapi dulunya ia pasti tertambat di dermaga tau desa nelayan. Rentang waktu yang lama telah merubah wajah pesisir Rembang ini. Laut mendangkal, bibir pantai menjorok ke daratan.
Seperti apa kira-kira kehidupan saat itu ya? Siapa mereka? Siapa pemilik terakhir perahu kuno ini? Mengapa perahu ditinggalkan begitu saja padahal bentuknya relatif masih utuh?
Setelah puas mengamati akhirnya kami tinggalkan tempat itu dengan mengucapkan terima kasih pada Mas Penjaga dan berbagai pertanyaan di kepala saya. Perjalanan pun diteruskan menuju Lasem.
Baca juga : Situs Payak Petirtaan Kuno di Bantul Yogyakarta