Pantai Ule Nusa Tenggara Barat | Teman-teman sudah mengenal Lombok sebagai primadona pariwisata Nusa Tenggara Barat. Promosi gencar baik dari Dinas Pariwisata maupun tulisan para pejalan telah membuka mata dunia betapa eksotisnya kawasan dalam gugusan Sunda Kecil ini. Namun Nusa Tenggara Barat tidak lah berhenti sampai di Lombok. Jika teman-teman mengarahkan kaki ke arah Sumbawa Timur akan bersua dengan Bima dan Dompu. Sektor pariwisara di dua tempat ini memang balum banyak terdengar. Namun bukan berarti mereka tidak ada atau kurang menarik ditampilkan di pentas dunia. Saat ini ibaratnya Bima dan Dompu seperti gadis jelita yang ditenggelamkan pesona saudara tuanya Lombok. Salah satu saja nih, apakah nama Pantai Ule familiar di telinga teman-teman?
Iya Pantai Ule Nusa Tenggara Barat hanya lah salah satu pantai saja di sepanjang Teluk Bima. Namun goresan sejarah dan air lautnya yang biru gelap jadi bagian dari mata rantai pantai-pantai cantik sepanjang tanah Sumbawa. Ditambah pasir putih di tepinya, membentang berkilo-kilo meter, surga bermain bagi para pecinta wisata bahari. Bali sudah terlalu sesak. Lombok sudah terlalu biasa. Ayuk sekarang kita melipir lebih ke Timur, ke tanah Suku Mbojo di Kabupaten Bima.
Siang itu usai mengunjungi Pasar Tradisional Bima saya dan teman-teman menyusuri Kota Bima, main ke Museum Asi Mbojo, lalu berhenti untuk makan siang di tepi Pantai Ule. Sejak dari dalam kendaraan hati sudah menerima banyak godaan agar cepat berhenti terus foto-foto narsis. Dengan tebing cadas di sebelah kanan dan laut biru dengan kapal-kapal yang sedang berlayar di sebelah kiri. Jadi susah menolak godaan orok yang menuntut agar segera mengambil gambar-gambar dengan view yang romantis itu. Tapi kan ya mesti sabar menunggu tiba di tempat perhentian agar tak mengganggu lalu lintar kendaraan di Sepanjang jalan Diponegore.
Pantai Ule Nusa Tenggara Barat dan Fasilitas
Sayangnya Pantai Ule Nusa Tenggara Barat ini baru punya alam yang indah. Tidak banyak fasilitas yang ditawarkan agar  wisatawan terbujuk tinggal berlama-lama. Tidak ada tempat bernaung dari terik sinar mentari dan basahnya air hujan. Tidak pula ada warung penjual minuman pelepas dahaga. Kalau dikatakan bahwa Pantai Ule adalah  pantai perawan ya tentu saja tidak bisa. Penggahan tempat ini sudah terlihat dari sampah-sampah plastik yang bertebaran di tepinya. Sungguh sayang.
Baca juga : Perjalanan Dari Kota Bima ke Desa Sangiang Wera
Menikmati Makan Siang di Resort Aba Umar
Namun kami para blogger jelajah Bima memang beruntung. Teman-teman Makembo membawa kami beristirahat di bagian property pribadi dari Pantai Ule. Saya sebut saja Resort Aba Umar mengikuti nama pemiliknya.
Untuk mencapai resort ini kita harus menuruni tangga semen dan sampai di teras berhias dua bangku kayu. Ranting pohon meranggas dalam musim kemarau membuat view di sini seperti taman sunyi yang diceritakan Kahlil Gibran dalam Taman Sang Nabi. Namun tidak ada Kahlil maupun Salma di sini. Yang ada hanya lah keterpesonaan yang menghanyutkan sampai-sampai keluar kalimat super norak  dari mulut saya: “Seperti bukan di Indonesia ya “.  Padahal kalau bukan di Indonesia dimana lagi sih saya bisa melihat pantai seperti ini?
Bca juga Melongok Eksotisme Pasar Tradisional Bima
Teras ini melalui jalan setapak membawa saya menuju  saung beratap asbes dengan lantai keramik yang bersih. Itu lah teras utama dari Aba Umar Resort ini.  Di sini lah kami akan menikmati makan siang, ditemani semilir angin, tebing tinggi, lengkung pantai, laut biru, kapal-kapal yang sedang meninggalkan Pelabuhan Bima dan pegunungan di belakangnya.
Sinar mentari yang sangat terik membuat lensa camera saya menyerah. Jadi lebih baik menyimpan camera kembali ke ransel lalu menikmati suasana sekeliling sambil bincang-bincang ringan dengan kawan-kawan.
Menurut Kak Fahru Rizki yang menyebut dirinya Traveler Kampung, diatas Aba Umar Resort terdapat makam keramat yang disebut Rade Keramat dalam bahasa Mbojo.
Makam Keramat di Pantai Ule Nusa Tenggara Barat
Di sekitar Pantai Ule (OI Ule) banyak terdapat makam. Bisa dimaklumi karena kawasan ini dulunya adalah kampung yang ramai. Dan tepi laut yang cantik ini dijadikan tempat peristirahatan terakhir oleh masyarakat. Banyak tokoh ulama yang pernah menyebarkan agama Islam di Bima beristirahat di sini. Dan salah satunya dikeramatkan.
Pantai Ule Nusa Tenggara Barat masuk ke dalam catatan sejarah sejak abad – 17 ketika ulama dari Pagaruyung – Sumatera Barat menetap dan menyebarkan agama Islam di Bima.Â
Baca juga : Komplek Pemakaman Kesultanan Bima Dana Traha
Begitu pun terdapat satu peristiwa monumental di Pantai Ule Nusa Tenggara Barat yakni pengucapan Sumpah Oi Ule ( sumpah di Pantai Ule). Dilakukan oleh  Sultan Abdul Kahir I (1640-1648 Masehi) dihadapan dua orang gurunya. Di hadapan  Datuk Bandang dan Datuk Di Tiro Sultan Sultan berjanji akan tetap berpegang teguh terhadap ajaran Islam. Akan dimurkai lah mereka yang membangkang.
Sumpah di Pantai Ule atau Oi Ule tercatat dalam Bo Sangaji Kai (kitab kuno Kerajaan Bima).
Itu lah mengapa perayaan upacara Adat Hanta UA Pua yang berkaitan dengan peristiwa ini dulu selalu diadakan di Pantai Ule sebelum berpindah ke kampung Melayu seperti sekarang.