Kenangan Anak gunung Krakatau – Tour Krakatau – Sejak Awal 2021 Wisata Gunung Anak Krakatau sudah tidak bisa dilakukan. Karena letusan yang terjadi bulan Januari 2021, telah meluluh lantakan puncak dan terasnya. Saya update pos ini sebagai Kenangan ketika Anak Krakakatau masih utuh (–red 27-11-21)
Wisata Anak Gunung Krakatau | Dalam rangka memperingati letusan Gunung Krakatau pada 26-27 Agustus 1883, setiap tahun Dinas Pariwisatan dan Ekonomi Kreatif Propinsi Lampung menghadirkan Festival Krakatau. Dengan mengusung berbagai tema, hajatan ini sudah berlangsung sejak 1991. Isi kegiatannya sendiri berupa program promosi pariwisata dengan menggali beragam kearifan budaya sampai mempertontonkan keindahan alam.
Melalui acara ini Pemda Lampung secara umum berharap Festival Krakatau bukan sekedar meningkatkan kedatangan wisatawan tapi juga bermanfaat bagi masyarakat lokal. Misalnya meningkatkan kesejahteraan, mengenali dan melestarikan akar budaya, dan menumbuhkan kesadaran melindungi asset wisata. Pada akhirnya rakyat propinsi yang terletak di paling selatan Pulau Sumatera ini meningkat pula kualitas hidupnya.
Kilas Balik Letusan Krakatau Tahun 1883
Festival Krakatau berlangsung sebulan penuh. Dan puncak acara Festival Krakatau 2015 kemarin adalah Tour Anak Krakatau dan Karnaval Budaya. Saya beruntung bisa mengikuti keduanya. Dalam pos pertama ini saya akan bercerita tentang tour ke Anak Gunung Krakatau. Kami terdiri dari, blogger, kelompok pecinta alam, mahasiswa, dan masyarakat umum. Setelah itu Insya Allah saya juga akan menceritakan Karnaval Budaya dan Tapis Lampung yang meriah.
Edit: Saat edit pos ini Maret 2021, Anak Gunung Krakatau sudah musnah. Hancur lebur sebagian besar badannya karena letusan yang menyebabkan longsor pada 22 Desember 2018. Pos ini bertahan hanya semata demi kenangan 🙂
Baca di sini:
Oh ya, sebelum diteruskan, yuk segarkan kembali ingatan teman-teman tentang KRAKATAU. Bahwa tempat ini sebuah kepulauan vulkanik yang masih aktif sampai sekarang. Terletak di Selat Sunda yang memisahkan Pulau Jawa dan Sumatra dengan status cagar alam. Nama Krakatau sendiri pernah disematkan pada gunung berapi (Gunung Krakatau) yang sekarang sudah punah akibat letusan besar pada tahun 1883. Letusan hebat dalam sejarah setelah Vesuvius di Pompeii yang merubah sebagian sebagian wajah bumi.
Akibat letusan itu tak terhitung korban harta dan nyawa. Awan panas dan tsunami yang mengikuti merenggut sekitar 36.000 jiwa. Sebelum Tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004, Tsunami Krakatau adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Bayangkan bila suara letusan terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika padahal mereka berjarak sekitar 4.653 kilometer dari pusat letusan. Daya ledakan diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II.
Ngeri ya? Banget! Semoga tak terjadi lagi
Perjalanan Wisata Gunung Anak Krakatau
Pagi 29 Agustus 2015, pukul 6.30 WIB. Ini adalah hari pertama puncak acara Krakatau Festival 2015. Hari ini kami semua mengikuti Tour Anak Krakatau 2015. Tempat keberangkatan dari Lapangan KORPRI (depan Kantor Gubernur), Bandar Lampung. Langit masih memperlihatkan semburat jingga dari rekahan fajar. Namun peserta Tour Krakatau sudah memenuhi lapangan. Berceloteh, menyapa, memberi salam, ria, berabaur bersama panitia yang sibuk.
7 Buah Bus pariwisata beraris rapi di tepi, sabar menanti untuk mengangkut sekitar 300 orang lebih menuju dermaga Grand Krakatoa Resort di Pantai Merak Belantung, Kalianda. Ini adalah salah satu dermaga keberangkatan menuju Cagar alam Krakatau. Di luar Festival Krakatau, traveler bisa akan berangkat dari Pelabuhan Canti.
Baca juga:
Atmosfir wisata begitu kental di udara. Waktu tempuh sekitar 1.5 jam menuju dermaga jadinya tidak begitu terasa. Apa lagi jalan Lintas Sumatera di Bandar Lampung sangat muluts. Sekeluar dari Jalan Kolonel Abunjani, belok kanan kami masuk ke Jalan Haji Abdul Muthalib. Baru tahu ternyata kawasan Pantai Merak Belantung terbagi jadi 5 Objek Wisata Pantai. Yang sempat saya rekam adalah eMbe Beach, Beo Beach (Tanjung Beo), dan Pantai Sapenan.
Dermaga Grand Elty Krakatoa yang dijadikan basis keberangkan dalam Tour anak Krakatau 2015 ini rupanya tidak begitu besar. Dan tampaknya juga baru dibenahi. Agar tetap aman peserta harus bergantian memasuki dermaga. Sementara belasan kapal motor sudah rapi bersandar menunggu penumpang. Rombongan bus dipecah jadi rombongan kapal karena kapasitas muatnya tak begitu besar. Saya dapat kapal nomor 11 dengan penumpang sekitar 20 orang.
Baca seluruh cerita perjalanan di Lampung:
Selalu ada sensasi dalam tiap pengalaman baru. Ini adalah pengalaman pertama saya menyeberang Selat Sunda dengan kapal kecil. Ayunan dari lekuk gelombang lebih terasa turun-naiknya. Terkadang air biru tosca yang jernih terasa begitu dekat, dan tak jarang menciprati saya yang memilih duduk di deck terbuka.
Ini moment yang tepat untuk menghanyut kenangan pada gelombang, menitip salam pada angin yang bertiup, meresap hening pada laut yang perkasa. Disamping tentu saja tak melewatkan tingkah polah teman-teman muda perjalanan yang selalu ceria.
Tiga jam perjalanan laut yang sedikit monoton sesekali disemarakan parade Jetski dari peserta lain. Kami melintasi pulau-pulau kecil. Dari aplikasi Google Maps saya kenali letak Pulau Sebuku dan Sebesi. Dan bayang-bayang Pulau Legundi juga terlihat dari jauh.
Edit maret 2021 : Banyak yang berubah setelah wisata anak gunung Krakatau ini setelah tahun 2015. Salah seorang dalam foto ini Mas Evan (berkacamata hitam) dari Dinas Pariwisata Tanggamus wafat pada tahun 2019 🙁
Setelah tiga jam kami merapat di Kawasan Cagar Alam Krakatau. Pantai Pulau Anak Krakatau ternyata berpasir hitam. Sesaat kapal mendekati bibirnya terlihat lidah ombak bergulung-gulung membelai permukaannya yang landai. Meninggalkan hamburan kerlip dari ribuan butiran Kristal halus, memantul, seolah menyerengai sia-sia ke arah teriknya sang mentari.
Dengan sebilah tangga kayu, tanpa ragu, saya pun merayap turun mengikuti yang lain. Karena ombak tak pernah peduli terhadap apapun yang diterjangnya, saya sedikit limbung menerima terjangan itu saat kaki menjejak ke permukaan laut. Namun sensasi segar air meredam keterkejutan saya.
Aktivitas di Kawasan Cagar Alam Krakatau
Untuk masuk ke kawasan Cagar Alam Krakatau, wisatawan memerlukan ijin dari petugas BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Lampung. Tak boleh main selonong saja. Terus kalau sudah berada di sana aktivitas apa saja yang bisa dilakukan?
Dalam wisata Anak Gunung Krakatau ini, pertama kita bisa menikmati pantai pasir hitamnya yang indah. Saya lihat beberapa orang wisatawan mendirikan tenda di tepi pantai. Kita juga bisa mempelajari sejarah erupsi lalu trekking sampai ke puncak Anak Krakatau.
Kenangan Anak Gunung Krakatau – Gagal Naik Sampai Pun cak Teras Anak Krakatau
Mengetahui potensi diri merupakan sebuah kebijakan dalam melakukan perjalanan. Mengetahui yang kadang menguntung dan tak jarang pula merugikan. Sebab seperti kata orang bijak bahwa dirimu adalah apa yang engkau katakana kepadanya. Di Labuan Bajo saya percaya diri naik sampai ke atas Pulau Padar. Catat ya namanya Pulau Padar bukan Gunung Padar. Jadi setinggi-tingginya puncak yang harus di daki orang menyebutnya pulau bukan gunung. Artinya tidak menyeramkan bagi stamina emak-emak.
Berbeda dengan Anak Krakatau, jauh-jauh hari sudah disebut gunung, membuat otak mengeluarkan rekaman kenangan manis saat trekking di Gunung Tanggamus. Menatap kontur tanah berpasir dengan kemiringan 30 derat nyali ciut duluan. Itu mungkin mengapa baru serempat perjalanan napas saya sudah memburu. Dan seperti ular berbisa keraguan pun langsung membelit di dada. “Dengan napas tersengal-sengal seperti ini bagaimana nanti kalau pingsan?” Duh selain merepotkan orang banyak pasti juga akan memalukan.
Di tambah lagi udara panas yang menggigit. Cukup banyak alasan bagi saya untuk berhenti. Lalu memutuskan tidak meneruskan trekking sampai ke Puncak Anak Krakatau. Untungnya Mbak Donna dan Mas Halim membujuk, setidaknya meneruskan perjalanan sampai ke teras di mana saya bisa berhenti. Dan begitu lah dibawah sebatang pohon akhirnya ngobrol ngalor-ngidul dengan Mas Yopie sambil menunggu teman-teman turun.
Saya memang tak sampai ke puncak. Tak bisa bikin foto-foto narsis di sana. Namun Wisata Anak Gunung Krakatau ini, bagaimana pun memberi saya kepuasan. Rasa senang telah melihat panorama eksotis ini tak terlukiskan dengan kata-kata.
Ditambah lagi bisa mengamati berbagai vegetasi Krakatau yang khas. Sambil keheranan bagaimana pohon-pohon itu tetap hijau di tanah yang gersang? Bagaimana tangguhnya teman-teman menjejak kaki di pasir vulkanik yang lembut, suka merosot, dan panas pula? Tapi kemudian saya paham bahwa para pejalan selalu tahu harga yang dibayar demi sebuah pengalaman indah seperti ini.
Blog pos tentang Kenangan Anak Gunung Krakatau ini untuk dilihat kembali bertahun-tahun ke muka. Ketika bekas letusan itu pulih. Saya menanti panorama baru di sana
@eviindrawanto