Wisata Sentra Batu Akik Lampung – Saya tidak punya ilmu tentang perbatuan. Dan bukan pula seorang kolektor. Yang tak bisa dipungkiri hanyalah saya menyukai memandang batu-batu indah. Keawaman yang “mungkin” menguntungkan karena membuat saya tak pilih-pilih. Pokoknya asal batu perhiasan ya suka saja. Mulai dari bentuk, rupa, dan warna. Baik yang berkelas batu mulia atau pun yang biasa-biasa saja seperti batu akik. Faktornya bukan saja dari pancaran keindahan namun juga usaha manusia memberi nilai terhadap batu-batu tersebut. Kita mendengar batu digunakan sebagai simbol di dunia relijius maupun profane. Jenis batu tertentu diperlakukan sebagai benda mistis. Selain sebagai jimat, digunakan mengobati berbagai penyakit. Dan batu juga bisa digunakan sebagai alat pelet. Pelet? Maksudnya untuk memikat lawan jenis? Iya ada batu untuk memikat lawan jenis. Unik kan makna batu di negeri kita? Jadi itu lah mengapa saya menyukai memandangi batu-batu perhiasan atau akik. Mari kita lihat bagaimana bisnis batu akik Lampung.
Batu juga dipercaya mempengaruhi Pola Perilaku kita. Seperti yang saya dengar ketika menemukan Pesona Batu Akik Tibet di Cina.
Ceritanya di hari pertama ketibaan di Lampung dalam rangka Festival Krakatau, usai makan malam, tour guide kami, Mas Dimas, membelokan kendaraan menuju wisata sentra batu akik Lampung yang terletak di Kompleks PKOR Way Halim – Bandar Lampung. Seiring demam batu akik yang melanda seluruh wilayah Indonesia masyarakat Lampung juga tidak mau ketinggalan. Dalam sekejab Lampung pun booming dengan hobby dan bisnis batu akik. Menurut Mas Dimas, tadinya para pedagang batu akik tersebar di sudut-sudut kota Bandar Lampung. Agar lebih terkoordinasi, lebih mudah dikelola, dan mudah pula ditemukan pelanggan, Wali Kota Lampung berinsiatif menyediakan tempat di Kompleks PKOR Way Halim ini.
Wisata Sentra Baku Akik Lampung Mulai Sepi?
Mas Dimas memberi waktu satu jam agar kami puas berkeliling. Sayang malam itu tidak semua pedagang batu akik membuka lapak. Padahal menurut informasi tempat ini dihuni oleh sekitar 100-lapak. Namun malam itu yang buka paling banyak hanya kurang lebih 10. Membuat lapak-lapak bertiang bambu, beratap terpal, dan diterangi lampu neon terlihat sepi.
- Baca juga di sini tentang Mari Jadi Tukang Batu yang Cerdik
Sambil berjalan saya berpikir. Mungkin kah sepi pengunjung terkait dengan menurunnya trend batu akik di seluruh Indonesia? Kalau iya akan sama kah nasibnya dengan bisnis Anthurium yang dulu terkenal dengan Gelombang Cinta? Tanaman itu sesaat pernah mencapai harga ratusan juta dan sekarang tak lebih dari sekedar tanaman hias penghuni taman? Ah kalau itu terjadi pula pada batu akik, saya bersimpati pada nasib mereka yang sudah terlanjur berinvestasi milyaran. Berharap bisa dijual lagi dengan keuntungan berlipat tapi akhirnya buntung. Sekalipun untung rugi biasa terjadi di dunia bisnis, bagi pemodal kecil tentu akan menyakitkan sekali, bukan? Akan kah suatu saat batu akik akan kembali ke khitahnya yakni hanya disukai segelintir orang? Atau hanya kebetulan bahwa kami tidak datang di akhir pekan?
Mudah-mudahan yang terkahir lah yang terjadi.
Beragam Jenis Batu Akik
Perjalanan wisata sentra batu Akik Lampung ini lumayan menambah wawasan saya soal perbatuan. Melangkah dari lapak pertama ke lapak berikutnya yang terdengar selalu soal Batu Akik Bungur Tanjung Bintang. Mas Dimas si penggemar batu akik yang pertama menyebutnya. Ia meminta seorang ibu penjual menunjukan kepada kami. Memandang lebih dekat memang primadona bebatuan di Lampung ini cantik sekali. Warna keunguannya persis seperti bunga bungur, bening, berkilau laksana permata dibawah sorot lampu senter. Ini lah jenis paling mahal dalam keluarga kecubung (amethyst). Beruntung lah masyarakat Lampung karena batu itu berasal dari Tanjung Bintang – Lampung Selatan.
Pada kios berikutnya lagi-lagi kami ditunjukan Bungur Tanjung Bintang. Kali ini sudah diikat berupa cincin. Untuk ukuran yang tak lebih besar dari jari jempol tangan saya harganya Rp.500.000 rupiah. Terus saya melongo memandang bongkahan batu kebiruan yang tergelatak di pajang di lapak. “kalau sebesar ini berapa harganya?” Oh ternyata bungur yang belum di poles itu sekalipun tetap cantik di mata saya bukan bungur tanjung bintang, itu dari Bengkulu. Harganya pun tentu lebih murah. Namun untuk Bungur Tanjung Bintang ukuran sebesar telur ayam kampung bisa mencapai 4-5 juta rupiah. Selain kualitas batu harga juga ditentukan oleh bahan pengikatnya. Apakah alloy, titanium atau perak. Dan kian tua batunya makin mahal pula harganya.
Menurut seorang bapak penjual di wisata sentra baku akik Lampung, batu-batu yang berada di lapaknya tidak melulu berasal dari Lampung. Ada yang datang dari Jakarta, Batu Raja, Aceh, dan Padang. Batu-batu tersebut datang sesuai permintaan pasar. Nah di satu lapak saya melihat Black Opal dan ditulis Bleck Opal oleh penjualanya. Menurutnya black opal yang ia jual sudah ada bibit jarongnya. Terus apa pula itu bibit jarong?
Nilai Sebuah Batu Akik
Salah satu faktor yang membuat batu black opal sangat berharga adalah ia bisa mengeluarkan warna warni bak pelangi atau kerlap kerlip bak bintang di langit. Guratan pelangi ini lah yang disebut Kembang Jarong. Sementara maksud dari bibit jarong adalah kandungan bercak putih silver mirip jelly yang terkandung di dalam batu. Di tahap ini batu black opal dianggap belum jadi.
Hari beranjak malam. Kami makin lelah. Badan menuntut segera istirahat. Tak lama kami pun beranjak meninggalkan Wisata Sentra Batu Akik Lampung di PKOR Way Halim. Dari kerlip lampu neon yang kian mengecil bayang-bayang pedagang batu akik perlahan menghilang. Mereka akan meneruskan malam setidaknya sampai pukul 24. Dan saya mulai memahami kesetiaan mereka. Mengapa orang tergila-gila pada batu akik. Ya tiap tiap bongkahannya mengandung cerita. Tiap bongkahnya tidak ada yang sama. Berarti tiap bongkahnya membawa nasibnya sendiri-sendiri di tangan para penggemar.