Colonial Penang Museum – Travelblog Indonesia | “Mau lihat apa di Pulau Pinang? Pergi saja ke Museum! Museum? Jauh-jauh datang hanya untuk melihat museum? Iya! Justru aneh kalau ke Penang malah tak mengunjungi museum”.- Museum Kolonial Penang –
Memang lah begitu. Negeri berjulukan Pearl of the Orient ini merupakah salah satu surga bagi para pecinta sejarah dan museum di Malaysia. Banyak nian ragam museum yang bisa dinikmati para pejalan di sini. Sebut saja 5D Interactive World di Dato Kramat Road, Asia Camera Museum Penang di Armenian Street, Batik Painting Museum Penang di Armenian Street, Ben’s Vintage Toy Museum di Acheen Street, Cheah Kongsi Interpretation Centre di Armenian Street, Glass Museum Penang di Burmah Road, House of Yeap Chor Ee di Penang Street, Penang State Museum di Farquhar Street, dan masih banyak lagi. Rupanya itu masih belum cukup karena ada lagi satu museum baru yakni Colonial Penang Museum yang terletak di Scott Street – Pulau Tikus.
Sebetulnya hari itu kami tak bermaksud mengunjungi Colonial Penang Museum. Kami akan mengelilingi Pulau Pinang, mampir di Taman Kupu-Kupu, dan habis itu akan makan siang di sekitar Bendungan Teluk Bahang (Dam).
Tapi di tangan saya tergengam koran lokal yang sedang membahas museum yang baru saja buka di Penang. Namanya Museum Kolonial Penang (Colonial Penang Museum). Feature koran ini menjelaskan berbagai koleksi benda-benda dari abad 18-19, semasa Penang dalam periode kolonialisme. Berhubung ceritanya seru sekali saya jadi ngebet ingin melihat. Colek suami dengan memperlihatkan artikel itu padanya. Di tambah lagi dari Google Maps tempat itu juga akan kami lewati.
Alhamdulillah mantan pacar yang pengertian itu mengabulkan setelah sebelumnya minta persetujuan pada rombongan. Walau kemarin sempat sedikit kecewa di Museum Coklat, alhamdulillah lagi yang lain juga tertarik untuk melihat.
Colonial Penang Museum Entrance Fee
Begitu berdiri di depan rumah besar besar bergaya British yang anggun itu saya tercenung. Ternyata biaya masuknya mahal menurut ukuran kantong saya. RM 35. Kalau dikurskan ya lumayan mahal. Dan itu untuk tiap orang. Duh tak tertolong kan ya jika turis cekak ini langsung mengalikan ke dalam rupiah secara penghasilnnya selalu dalam mata uang tercinta ini?
Iya saat saya berkunjung memang tidak ada daftar harga biaya masuk atau tiket resmi seperti museum umumnya. Petugas hanya menyebutkan kami membayar 30 Ringgit perorang. Nah karena merasa mahal yang lain mengurungkan niat masuk.
Baca juga 11 Rekomendasi Wisata Kuala Lumpur
Sebenarnya sih saya saya juga ingin membatalkan karena tak enak pada yang lain. Nah ditengah kebimbangan itu lah kami didatangi ibu-ibu cantik. Ternyata ia adalah Jasmine Tan, sang pemilik. Bahwa harga tersebut tidak mahal.
Apa lagi jika saya boleh memotret di dalam. Ia melirik pada kalungan camera di leher saya. Bila diijin boleh memotret tentu dimaklumi jika meningkatkan deru keinginan saya untuk masuk, bukan? Soalnya di museum lain sudah sering menerima kenyataan tidak boleh memotret. Akhirnya karena cuma saya yang ngebet akhirnya cuma saya yang masuk. Tapi suami ikut untuk menemani.
Koleksi Colonial Penang Museum yang Aduhai
Di lobby pertama saya disambut seorang lelaki ramah, hangat, dan humoris. Ia memperkenakan diri sebagai Mr. Yeoh Chong Keam. Di sini ia mem-brief kami sejenak tentang museum .
“Saya akan akan membawa Anda kembali ke masa lalu kolonial Penang dengan gaya hidup para pedagang kaya Penang melalui barang-barang antik , karya seni rumit, lukisan yang unik, dan kaca patri. Isi museum ini mencerminkan dekaden luasnya ruang di mana mereka dulu tinggal. Nanti kita juga akan bersua dengan dokumen-dokumen yang berisi tulisan Kapten Francis Light, pendiri Penang. Sebagian besar koleksi yang dipamerkan diambil dari rumah-rumah besar yang sampai sekarang masih ada di sekitar Penang.”
Mr. Keam berhenti sejenak mengamati reaksi saya dan suami. Karena saya kelewat sibuk mencerna briefing singkat itu, saya hanya memasang wajah lempeng. “Waktu tour kita terbagi dua. Panjang dan pendek. Panjang 60 menit sementara pendek selama 30 menit. Anda mau pilih yang mana?” Mengingat ada yang sedang menunggu di mobil kami memutuskan mengambil yang pendek saja. Maka ia segera memberi kode agar mengikutinya naik tangga kayu kokoh menuju lantai dua.
Kemegahan Era Kolonial di Penang
Sampai di atas saya begitu terkesan melihat berbagai kemegahan benda-benda milik orang kaya jaman dahulu di Penang. Selain berbagai furniture antik, piano, meja bilyar, Mr. Keam terus membardir saya dengan potongan-potongan kisah masa lalu. Tentu saja kisah kelam seputar penjajahan tidak disinggung sama sekali.
Baca juga Perak Tong Cave Temple Uji Stamina
Yang jadi fokus utama seluruhnya benda-benda berharga yang tertata secara apik di lantai, dinding dan langit-langit Mansion mewah ini. Ada jendela kaca patri oleh Hubert McGoldrick (anak dari Alfred Ernest) dan Katherine O’Brien. Kalau menilik bahasa tubuh Mr. Keam, mereka berdua sepertinya tokoh terkenal di bidangnya. Kemudian tampilan elegan dari beberapa patung batu marmer Cararra putih oleh Atelier R. bigazzi Florence.
Begitu intensnya cerita yang mengalir sehingga saya pun melupakan mengambil gambar di Colonial Penang Museum ini. Lebih tertarik masuk ke dalam lorong waktu yang begitu hidup mengalir dari mulut Mr. Keam. Sambil juga membayangkan latar belakang sosial ekonomi Miss Jasmine Tan yang cantik, yang sejak masa mudanya dan sudah 50 tahun sampai sekarang tetap mengumpulkan satu demi satu semua benda tak ternilai ini.
Miss Tan ternyata memang berasal dari keluarga berada ditambah lagi menikah dengan pengusaha kaya. Pantas kan? Nah sampai di rumah baru ngah bahwa foto yang saya ambil terlalu sedikit, bahkan untuk posting di blog ini. Sekedarnya saja agar tidak dibilang hoax. Itu pun juga dengan rasa tak enak hati pada Mr. Keam, guide Museum Kolonial Penang ini. Ia berapi-api dan pengetahuannya yang luas soal benda-benda peninggalan kolonialisme di Penang ini.
Baca juga Kuching Sarawak di Akhir September
Untung ada bantuan dari ponsel suami. Tapi setidaknya sekarang saya memahami mengapa ada museum swasta yang memperbolehkan pengunjung memotret dan mengapa ada yang tidak. Salah satu alasannya, menurut saya, Miss Tan dengan koleksi segambrengnya ini, lebih percaya diri. Orang takan bosan kalau cuma melihat foto-fotonya. Malah pasti terkesan dan ingin mendatangi tempat ini. Sementara museum swasta lain mungkin tidak seperti itu.
Teka-Teki di Colonial Penang Museum
Sebelum turun dari lantai dua Colonial Penang Museum, Mr. Keam memperlihatkan sebuah lukisan wanita telanjang cantik di dinding. Pada bingkai atasnya tercetak Café Society. “Kalian tahu itu apa?” Tanyanya. “Lukisannya atau tulisannya? Tanya saya.
Padahal sungguh mati saya tidak tahu keduanya. Memang pernah membaca bahwa Café Society itu adalah sekelompok kerumunan orang kaya yang kalau sekarang disebut kaum Jet Set. Selebihnya bagaimana gaya hidup dan bagaimana mereka mengumpulkan benda-benda seni tak sedikit pun masuk dalam bank informasi saya.
Mungkin melihat kegaduhan di wajah saya, Mr. Keam tertawa. “Baik lah untuk PR kamu….” Katanya. Dia memberi kata kunci sebuah Café dan Singapura. Sayangnya sampai membuat tulisan ini saya belum memahami apa nama, dan apa hubungan lukisan tersebut dengan Miss. Tan dan golongan orang kaya di Singapura.
Kelas sosial memang mempunyai batasnya sendiri, Mr. Keam. Mohon dimaklumi. Tapi saya sudah merasa beruntung melongok sejenak ke dalam kehidupan gemerlap kolonial masa lalu di Penang. Masuk Colonial Penang Museum 35 RM sesungguhnya sepadan dengan nilai yang saya dapat. Apa lagi kalau bisa mengikuti tour sampai tuntas selama kurang lebih satu jam.