Green Mining: Mengelola Lingkungan, Masyarakat, dan Ekonomi
Dear Sahabat JEI,
Apa yang pertama terlintas dalam pikiran kalian saat mendengar atau membaca tentang Pertambangan? Entah pertambangan minyak, batubara atau logam? Apakah citra satelit dengan bumi yang compang-camping? Air kelam dan berbusa akibat paparan logam berat dan zat kimia berbahaya? Atau pernah kah mendengar isu kresahan masyarakat di mana sebuah perusahaan tambang beroperasi? Entah menyangkut tanah atau ketidak mampuan bersaing dengan tenaga terdidik yang hampir sebagian besar didatangkan dari luar?
Jika itu yang terlintas dalam benak Sahabat JEI, saya ikut mengamini. Sebab “dulu” saya juga berpikir seperti itu. Industri pertambangan itu jahat. Tak bersahabat dengan lingkungan. Merugikan masyarakat yang tak terlibat. Mengeksploitasi alam yang berpotensi meninggalkan derita bagi genari di masa datang. Saya tidak bekerja di pertambangan, tak juga punya keluarga yang bekerja di sana, dan belum pernah berkunjunga ke site mereka. Jadi mohon dimaklumi jika gambaran seperti di atas tersimpan di kepala. Itu saya dapat seluruhnya dari bacaan dan tontonan. Sekilas! Iya sekilas karena berpikir bahwa industri pertambangan tak berhubungan langsung dengan kehidupan saya. Ada orang lain yang akan mengurusnya.
Tapi benarkan pertambahan berdampak buruk terhadap lingkungan? Pasti! Betapa tidak? Untuk mengambil kandungan berharga dari dalam tanah bukan kah perusahaan harus menggali jauh ke dalam perut bumi dengan menggunakan sejumlah besar energi dan air? Selama mengambil, membawa dan mengekstrak kandungan mineral itu tak terhindarkan bahwa aktivitas tersebut meninggalkan parut dan jejak yang merubah wajah bumi. Belum lagi soal kebisingan, isu kemasyarakatan yang membuat kehadiran perusahaan ditolak di suatu daerah.
Duh kok kesannya industri pertambangan itu rumit banget ya?
“Eh tapi kok tiba-tiba ngomongin tentang pertambangan sih? Memang ada hubungannya dengan traveling, wisata, atau jalan-jalan?” Jika pertanyaan ini timbul, sabar ya, tolong baca sampai ke bawah. Sekarang ada pertambangan yang dibuka sebagai tempat tujuan wisata sehingga posting JEI tidak keluar dari habitatnya. Dan alhamdulillah tempatnya di Indonesia, di Nusa Tenggara Timur tepatnya. Kalau mau Sahabat JEI pun bisa berkunjung ke sana.
Yuk sekarang diteruskan cerita tentang pertambangannya…..
Pernah kah Sahabat JEI membayang sebuah dunia tanpa avtur, bensin, dan olie? Tanpa produk yang dihasilkan dari pertambangan ini bisa dipastikan kita tidak bisa traveling jauh dari rumah. Mana mungkin menjangkau objek-objek eksotis seperti Pantai Ule Bima cuma dalam hitungan 2 jam saja? Untuk menghadiri Festival Krakatau saya cuma butuh duduk 20 menit di kapal terbang untuk sampai di Bandar Lampung. Jadi percaya lah tanpa sarana transportasi seperti kapal terbang, kapal laut, dan mobil, yang membutuhkan bahan bakar hasil pertambangan ini, dunia akan terlalu luas untuk dijelajahi.
Terus bayangkan pula dunia tanpa logam? Sewaktu habis melahirkan anak pertama saya dapat hadiah emas Antam 5 gram dari ibu. Sampai sekarang emas tersebut masih tersimpan dengan baik, jaga-jaga untuk kebutuhan anak-anak. Walau sedikit memilikinya menimbulkan rasa aman. Saya takan memiliki cincin kawin yang terbuat dari emas. Ttidak bisa juga ngeblog karena tidak punya computer, jaringan optik yang memungkinkan seluruh dunia terhubung secara digital. Pokoknya tanpa industri pertambangan kita mungkin tak mengalami keajaiban dunia modern seperti sekarang. Bayangkan lah pula gerak laju ekonomi sebab menurut penelitian industri ini mendukung sekitar 45% dari kegiatan ekonomi dunia.
Tanpa tambang logam dunia kurang menarik!
Dengan kata lain pertambangan itu mendukung kemajuan peradaban kita. Terus bagaimana mana dong jika seluruh gambaran buruk tentang aktivitasnya juga sebuah realita? Terutama untuk pertambangan skala besar yang hampir tak mungkin tak meninggalkan bekas luka sosial dan lingkungan. Harus kah segala kenikmatan hidup itu dibayar dengan mengorbankan bumi dan penduduknya? Bukannya itu sama seperti ramai-ramai naik kapal yang melaju ke dalam jurang?
Bukan begitu sih! Industri pertambahan ternyata tidak sekelam itu. Karena sekarang hadir konsep Green Mining. Ini adalah tentang bagaimana mengelola lingkungan, masyarakat, dan ekonomi agar berjalan secara padu.
Bagaimana pun semua harus sepakat bahwa bumi adalah rumah bersama. Ia harus dijaga dan di rawat. Bumi adalah warisan anak cucu kita. Itu lah mengapa tuntutan ke arah green ekonomi terlalu kuat untuk dibaikan oleh industri manapun. Itu pula kemudian yang mendorong mereka yang bergerak di pertambangan mencari cara agar industri ini lebih ramah lingkungan. Tuntutan ini mendorong kelahiran ilmu pengetahuan dan riset yang akhirnya bisa diadopsi dalam pertambangan melalui pendekatan berkelanjutan. Artinya perusahaan tetap bisa menghasil uang tapi harus satu koridor dengan green economy.
Green Mining: Kelangsungan hidup pertambangan bergantung pada pengelolaannya
Begitu lah kebutuhan untuk merawat lingkungan dan membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar tambang sesuatu yang tidak bisa ditawar. Seperti industri lain yang dibangun dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam dan tenaga kerja, bisnis pertambangan sudah menyadari bahwa kelangsungan hidup mereka bergantung pada kesetiaan sebagai pelayan lingkungan, mengurus para pekerja, dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat sekitar. Abai terhadap hal-hal tersebut hanya akan berakhir dengan konflik dan pertikaian yang berujung kepahitan.
Gambaran lebih utuh tentang mining sustainable saya dapat setelah membaca beberapa blog dan main ke website yang bercerita tentang pertambangan berkelanjutan di PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Bahwa pertambangan dapat menjadi lebih ramah lingkungan saat mereka mengembangkan dan mengintegrasikan praktek-praktek yang bisa mengurangi dampak lingkungan akibat operasi pertambangan. Praktik-praktik itu mencakup langkah-langkah seperti mengurangi air dan konsumsi energi, meminimalkan gangguan tanah, menanam kembali, mengolah produksi limbah, mencegah tanah, air, dan polusi udara di lokasi tambang, pemberdayaan masyarakat, menjamin kesejahteraan pekerja, dan membuat rencana penutupan tambang atau reklamasi apabila operasi sudah berakhir.
Ngomong-ngomong tentang PTNNT, ini adalah perusahaan tambang tembaga dan emas, beroperasi di bawah Generasi 4 Kontrak Karya yang ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1986. Saya copas share kepemilikan saham mereka: 56% dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership BV (milik Newmont Mining Corporation dan Nusa Tenggara Mining Corporation Jepang), dengan 7% saham NTPBV di bawah kontrak yang akan didivestasi kepada Pemerintah Indonesia melalui pembelian oleh agen dari Departemen Keuangan. PT Pukuafu Indah memiliki 17,8%, PT Multi Daerah Bersaing dengan memiliki 24% (yang pada gilirannya dimiliki oleh Bumi Resources, provinsi Nusa Tenggara Barat, dan kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa) dan PT Indonesia Masbaga Investama memiliki 2,2% .
Dalam salah satu video di Youtube tentang PTNNT menarik bagi saya seputar keterangan bahwa metode pertambangan ramah lingkungan itu mencakup menangani wajah bumi yang berubah. Yang tadinya gunung menjadi lembah dan yang tadinya lembah akan menjadi gunung dan bagaimana menangani perubahan ini dengan tidak merusak bumi dengan tetap membawa keuntungan.
Pertambangan Batu Hijau Sebagai Objek Wisata
Untuk semua perawatan lingkungan, mengayomi kepentingan masyarakat, meningkat ekonomi kawasan, serta tetap mendapat keuntungan, PT NNT membuka diri kepada masyarakat. “Kalian mau tahu tentang apa tentang pertambangan? Datang lah ke sini!” Mungkin itu konsepnya. Tentunya melalui pengajuan ijin terlebih dahulu. Setelah mendapat ijin kita boleh melihat aktivitas pertambangan yang sedang berlangsung.
Ide seperti ini tentu menarik bagi masyarakat awam. Dengan menjadikan lokasi penambangan Batu Hijau sebagai objek wisata, kita bisa melihat dengan mata kepala sendiri komitmen PT NNT terhadap 3 cakupan dari green mining tadi: Lingkungan, masyarakat, dan ekonomi.
Begitu lah! Pertambangan sudah membentuk dan mempengaruhi ekonomi dunia, baik secara langsung maupun tidak. Pertambangan membuka lapangan kerja, menambah pendapatan pemerintah, dan peluang bagi pertumbuhan ekonomi. Namun fluktuasi pasar, lembaga ekonomi dan masyarakat, serta perkembangan isu sosial, membuat pendapatan dari sumber daya alam ini menyajikan banyak tantangan: Bagaimana mengkonversi kekayaan sumber daya alam ke dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Semoga mereka sukses!