Green World Start From The Little Things – Bumi , sungai, gunung dan pepohonan! Ngarai dan lembah hening. Gemerisik air sungai jernih kala terbentur bebatuan. Rumput yang mengeluarkan aroma. Dan nyanyian burung yang hinggap di dahan.
Jika melewatkan waktu bersama suasana alam seperti ini perhatikan bahwa tiba-tiba kita merasa bahagia. Kalimat puitis dengan mudah keluar dari mulut. Kita mudah memuji Sang Pencipta dan bersyukur atas segala ciptaannya. Kok bisa begitu? Karena menurut teori yang dikenal sebagai “Biophilia hipotesis”, kita semua mencintai alam karena kita berevolusi di dalamnya. Kita membutuhkan alam demi kesejahteraan DNA yang membentuk siapa kita.
Tuntutan Kepedulian Kita Terhadap Masa Depan Bumi
Sementara itu pemanasan global yang diakibatkan berlimpahnya karbon dioksida (CO2) di atmosfer sudah jadi ancaman nyata bagi keindahan di atas. Bahkan juga terhadap keberlangsungan hidup di bumi.
Gas CO2 berubah jadi tudung dan menjebak panas di permukaan bumi. Penumpukan panas ini suatu saat akan membuat bumi mendidih.
Banyak penyebabnya. Penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, minyak dan gas alam untuk energi atau memotong dan membakar hutan untuk membuat padang rumput dan perkebunan.
Aktivitas ini membuat karbon terakumulasi dan membebani atmosfer kita. Sementara itu pengelolaan limbah yang tidak memiliki standar keamanan dan praktek-praktek pertanian dan pertambangan ikut pula memperburuk masalah.
Baca juga:
- Batu Hijau Boot Camp: Ke Jogjakarta Untuk Menginspirasi
- Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Tambang
- Batu Hijau Sumbawa BootCamp, Mengenal Dunia Tambang
Green World Start From The Little Things – Peran Serta Tiap Individu
Jadi masyarakat dunia turun tangan untuk melakukan sesuatu. Setiap aktivitas mereka di arahkan mengurangi dan kalau bisa menghilangkan sama sekali pelepasan gas yang bisa jadi perangkap panas di atmosfer ini. Tindakan-tindakan yang membantu memperlambat laju pemanasan atau menghilangkan sama sekali, solusinya memang harus berada di tangan masyarakat.
Tak melulu harus diserahkan kepada pemerintah. Beberapa tindakan mengandalkan solusi global seperti perjanjian internasional. Sementara yang regional melibatkan negara, propinsi, kabupaten, kecamatan, RW, RT, dan akhirnya ke tingkat individu.
Dari tindakan individu, regional, nasional hingga solusi global ini lah diharapkan perlambatan dan kalau bisa menghentikan konsentrasi CO2 di atmosfer. Bumi yang tetap hijau pada akhirnya akan mensejahterakan evolusi DNA kita. Artinya beberapa ratus generasi di depan tetap bisa berpuisi kala bersitatap dengan birunya langit dan beningnya awan.
Baca juga:
Green World Start From Little Things di Townsite Camp PT NTT
Dan saya mempercayai bahwa green world start from the little things. Tak masalah betapapun kecilnya akan menjadi masif dan membawa dampak besar dalam keberlangsungan bumi agar tetap hijau.
Pada kegiatan Sustainable Mining Bootcam batch 5 saya berusaha memperhatikan tindakan-tindakan hijau yang dilakukan di sekitar kawasan Batu Hijau. Bukan tentang reklamasi atau penempatan tailing di palung laut tapi tentang tindakan-tindakan kecil yang mendukung aktivitas besarnya.
Sebab dari tindakan-tindakan kecil ini lah kita dapat menilai kesungguhan PT NNT dalam melaksaksanakan praktek-praktek penambangan berkelanjutan seperti reklamasi ataupun penempatan limbah yang disebut tailing itu ke dasar laut.
Pagi pertama di Townsite Camp saya bangun dengan perasaan ringan. Jendela kaca tertutup embun. Pohon besar yang tumbuh di samping dan belakang mess daunnya menyimpan titik up air yang ditinggalkan malam.
Baca juga:
- Pesona Kebun Raya Minahasa
- Cerita Dari Teluk Buyat Mina
- 5 Aktivitas Seru di Tepi Danau Poso Tentena
Saya sedang menjemur handuk usai mandi dan menyempatkan diri menelisikan pandang pada keadaan sekeliling. Maklum check in semalam sudah agak larut jadinya tak bisa mengamati suasana sekeliling.
Tak beberapa lama beberapa Kera ekor panjang naik ke anak tangga lalu berkejaran di lorong mess. Satu diantaranya menggendong anak di perut. Sepertinya lorong mess lantai dua di mana saya menginap adalah taman mereka bermain. Karena tak mengantisipasi kehadiran mereka tentu saja saya terkejut.
Eh rupanya mereka lebih takut dari pada saya, buktinya langsung lari tunggang langgang saat saya bergerak hendak balik ke kamar.
Kera ekor panjang memang tersebar luas di kawasan Asia Tenggara dan Selatan. Sementara di Indonesia endemik mereka adalah Nias, Nusa Tenggara, Simeulue, Sumatra, dan Sumbawa.
Artinya kawasan Batu Hijau adalah salah satu kawasan endemik Macaca fascicularis ini . Bahwa mereka mendapat perlindungan keras di sini terlihat pada peraturan yang melarang siapapun yang berada di kawasan Batu Hijau mengganggu atau menangkap mereka. Bila ketahuan dipastikan mereka segera di rumahkan.
Perlindungan terhadap hewan juga terungkap dari pesan Pak Ruby saat mengucapkan selamat datang kepada kami malam sebelumnya. “Jangan pernah memberi makan hewan-hewan lucu ini. Kehadiran tambang saja sudah mengganggu ritme hidup mereka, jangan sampai saat kegiatan tambang berakhir monyet-monyet ini tidak tahu lagi cara mencari makan.”
Mengolah Sampah Makanan Jadi Kompos
Pukul tujuh saya dan teman-teman sudah berada di ruang makan Mess Hall Tambora. Suasana sudah hidup karena para karyawan Tambang Batu Hijau sudah mengisi meja dengan piring sarapan masing-masing. Usai meletakan ransel ke rak yang disedikan saya mulai celengak-celinguk.
Wah sarapan karyawan ternyata mewah. Bingung saya mau memilih apa saking beragamnya hidangan. Mulai dari jenis karbohidrat seperti nasi, roti, kentang atau pasta. Sementara di kelas protein ada daging, ikan, sosis, dan telur. Tentu tak ketinggalan aneka sayur dan buah. Dari jenis minuman ada susu, juice, teh dan kopi.
Pokoknya lengkap. Porsi badan dan umur sudah tak memungkinkan mengganyang semua jenis makanan yang tersedia. Karena hidup itu pilihan. Pihak NNT juga memberi pilihan kepada karyawan dan tamu mereka dalam memilih jenis makanan.
Taati saja porsinya yakni setengah sayur, dan seperempat karbohidrat dan buah. Maka saya memilih mengikuti saran yang tertera di piring dalam memperbanyak porsi sayur dan buah.
Karena tiap orang yang berada dilingkungan Townsite akan makan tiga kali sehari dan jumlah mereka ratusan, maka timbul pertanyaan, dikemanakan kah sampah dapur atau sisa makanan yang tak terpakai?
Seperti sudah saya perkirakan, sampah makanan basah sebagian dijadikan kompos lalu digunakan sebagai pupuk di lahan reklamasi. Sebagian lagi di dibuang ke landfill kelas 2 yang telah berijin. Di sana terdapat alat pengendali lindi (air yang dihasilkan sampah basah). Kebetulan saat tour enviro satu hari kemudian saya menemukan landfill yang dimaksud.
Jalan dan Bangunan yang Ramah Lingkungan
Sekalipun area pertambangan PT NNT bisa disebut City Mining (dekat dari kawasan tempt tinggal) tetap saja yang mereka kupas adalah pegunungan. Nah melintas di sepanjang Jalan Raya NTT Batu Hijau rasanya seperti melewati parit di pegunungan.
Mengamatinya dari dalam bus besar sungguh terasa sensasi eksotismenya. Apa lagi kalau melintas di pagi hari ketika roll of light sedang di puncaknya. Seperti memancar dari pintu surge, sinar mentara pagi berebutan turun dari tajuk pepohonan yang tumbuh di kiri-kanan jalan.
Sepertinya ini bukan lah area tambang yang serba macho. Dan permukaan jalan itu tidak dihotmix. Hanya aspal tipis dan disiram kerikil yang dipadatkan di atasnya. Guna mencegah terlalu banyak debu berterbangan secara berkala jalan tersebut disemprot dengan air.
Kabel-kabel listrik diberi topi dari bawah guna mencegah monyet atau ular merayapinya. Jika sampai terjadi bukan hanya hewan itu yang mati tapi seluruh operasi tambang akan berhenti.
Hal yang sama terjadi di sekeliling Camp T3 (mess karyawan) di mana kami tinggal selama mengikuti Sustainable Mining Bootcamp. Jembatan penyeberangan, permukaannya menggunakan rangka besi berlubang-lubang. Terlihat ringan tapi kokoh. Tidak seperti jembatan yang terbuat dari cor beton. Karena kawasan Camp T3 berkontur (berlereng), mereka membangunkan jalan yang hanya diberi paving blok dengan tangga –tangga dari beton. Uniknya tangga tersebut sepertinya hanya ditempel di tanah alias bukan permanen.
Kota Kecil Berfasilitas Lengkap
Townsite Batu Hijau memang mirip kota kecil dengan fasilitas super lengkap untuk menjamin kenyamanan karyawan yang tinggal di dalam. Sekalipun bangunan seperti Camp T3 terlihat seperti bangunan darurat yang ditancapkan ke lereng bukit, semua rumah di bangun seragam mengikuti kontur tanah. Di sini tak ada perubahan kontur tanah demi tempat tinggal.
Lalu ada alasan mengapa semua faslitias tersebut dibangun secara compact tak lain apabila operasi tambang berakhir maka lebih mudah dibongkar dan kawasan akan dihijaukan kembali.
Saya tutup tulisan ini dengan kutipan paling terkenal di dunia konservasi: Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang kita; tapi meminjamnya dari anak cucu kita. Memang seorang konservasionis sejati harus memahami jiwa dari kutipan ini.
Untuk mewujudkan bumi yang bisa diwariskan itu prinsip Green World Start From The Little Things adalah fondasi.
Credit: Foto-foto yg tak diberi watermark milik teman-teman Bootcamp Batch 5