Kebun Raya Megawati Soekarno Putri – Wisata Hijau Bekas Tambang – Kabupaten Minahasa Tenggara – Sulawesi Utara akan mempunyai destinasi wisata baru. Kebun Raya Minahasa, terletak di Kecamatan Ratatotok. Dibangun oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di atas lahan seluas 309 hektare (ha) dan nanti akan dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten . Satu-satunya kebun raya di dunia berasal dari bekas lahan penambangan emas. Akan jadi kebun raya ke-7 di Indonesia.
Menelusuri Jejak Hijau Bekas Tambang Emas
Kebun Raya Megawati Soekarno Putri adalah bukti jejak hijau yang ditinggalkan NMR setelah berakhirnya kontrak karya mereka di Buyat dan Ratatotok pada tahun 2004.
Berakhirnya masa produksi tambang emas tak berarti menyudahi seluruh operasi PTNMR. Kebun Raya Minahasa ini salah satu buktinya. Ia termaktub dalam program penutupan tambang yang bertanggung jawab yaitu satu ujud dari komitmen sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan dalam pemulihan areal bekas tambang.
Meliputi rehabilitasi lahan, reklamasi, dan pemantauan terus menerus sejak tambang beroperasi hingga saat ini (tahun 2016). Saya tidak menyangka setelah 12 tahun NMR berhenti berproduksi ternyata masih ada kiprah di kawasan ini. Ternyata memang begitu undang-undangnya bahwa area bekas tambang harus dipulihkan kembali.
Jadi kalau ada perusahaan tambang yang tak melakukan hal serupa artinya mereka melanggar undang-undang lingkungan hidup. Setiap perusahaan tambang seharusnya melakukan seperti yang dilakaukan NMR selama dua belas tahun ini, sejak berakhir produksi hingga pengakhiran seluruh proses penutupan tambang di tahun 2017 nanti mereka terus bekerja dan memantau keberlangsungan lingkungan hijau di area bekas operasi.
Baca juga : Membangkit Ekowisata Berbasis Masyarakat Sumbawa Barat
Lokasi Wisata Hijau Bekas Tambang
Kebun Raya Minahasa terletak di Bukit Mesel. Untuk mencapainya dari Basecamp yang terletak di tepi Pantai Lakban, teman-teman naik jib terbuka yang disebut Rambo. Saya memilih pick up double cabin 4×4 yang tertutup.
Perjalanan ini memberi saya banyak insight. Melintasi tepi pantai dan melihat kerumunan penduduk menarik jala dari laut. Mereka sedang memanen ikan beramai-ramai. Bahkan anak-anak juga terlibat. Berapapun hasil tangkapan hari itu akan dibagi rata.
Bahkan sekalipun kita tak terlibat dari awal, hanya ikut menarik jala, mereka juga akan mengeluarkan bagian kita. Ah sebuah kerifan yang masih terjaga dari masyarakat gotong-royong.
Baca juga : Wisata Edukasi Batu Hijau Sumbawa
Kampung Penambang Emas Tradisional Minahasa
Menuju Kebun Raya Minahasa, kami melewati perkampungan penduduk penambang emas tradisional. Di kiri-kanan jalan tampak tumpukan berkarung-karung tanah yang mengandung serat emas. Juga saung-saung sederhana berisi glundungan atau tromol yang sedang berputar.
Tromol digunakan untuk mengaduk batuan emas menjadi lumpur. Mempermudah pemisahan bijih emas dari kotoran. Penambangan emas tradisional di sini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Mengheran kan bukan sampai saat ini cadangan emasnya masih tersedia?
Baca juga : Cerita Dari Teluk Buyat Minahasa
Masuk lebih ke dalam lagi jalan mulai terjal. Kendaraan bergardan 4 ini meraung-raung memecah kesunyian. Jalan berkerikil itu sudah mulai rusak dengan berlubang di sana-sini. Pada masa NMR masih beroperasi jalan tersebut beraspal mulus.
Rupanya sejak tak digunakan oleh NMR jalan ini tidak lagi mendapat perawatan sekalipun masih jadi jalan utama di Ratatotok.
Bekas Tambang Emas Disulap Jadi Hutan Raya
Pak Jerry sebagai guide menunjukan ke kiri-kanan kami yang ditumbuhi pepohonan lebat. Sepanjang hutan itu dulunya adalah prasarana pendukung aktivitas tambang. Di bawah ada jalan-jalan lintasan haul truk, tempat lewat pipa air laut dan tailing. Lebih ke atas adalah bekas kantor-kantor dan mess karyawan.
Saya membuka kaca mobil, membiarkan kesejukan udara mengalir ke dalam. Mengamati lebih seksama areal yang ditunjuk Pak Jerry tadi. Membayangkan bahwa suatu ketika di masa lalu kawasan itu pasti sibuk seperti di Batu Hijau sekarang. Namun sekarang tak terlihat sisanya sama sekali. Yang terhampar hanya kehijauan hutan reklamasi dan diselingi sesekali suara hewan.
Sayang saya tidak bisa mengidentifikasi suara apa, burung atau monyet. Menurut pemantauan tahunan Tim Peneliti Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado, di sini terdapat sekitar 91 jenis burung. Seperti burung Kadalan Sulawesi (phaenicophaeus calyohyncus), Yellow-Sided Flowerpeckers (dicaeum aureolimbatum) dan Rangkong Sulawesi (aceros cassidix). Monyet terkecil sulawesi (tarsius sp) pun sudah terlihat di sini.
Jenis Tanaman di Kebun Raya Megawati Soekarno Putri – Minahasa
Makin tinggi dan makin dalam memasuki kawasan Bukit Mesel vegetasi semakin tebal. Jalan juga semakin kecil dan rusak. Sesaat berbelok ke kiri malah sudah tak terlihat bahwa jalan tersebut dulunya pernah beraspal.
Sekarang kondisinya sudah seperti jalan setapak di dalam hutan umumnya. Pihak Kehutanan melarang pengaspalan jalan tersebut. Tidak tahu jika suatu saat Kebun Raya Minahasa ini dibuka untuk umum, apakah kondisi jalan akan dibiarkan tetap seperti itu.
Baca juga :
Sebelumnya Pak Jerry memperlihatkan kondisi kawasan Bukit Mesel sebelum, selama, dan sesudah NMR selesai beroperasi. Saat beroperasi kondisinya jelas bahwa seluruh permukaan bukit gundul. Perbedaan awal dan akhir tambang cukup mencolok.
Sebelum pembukaan tambang kondisi wajah Mesel compang-camping. Pepohonan tumbuh tidak merata. Setelah proses rekklamasi permukaan tanah tertutup tudung hijau seluruhnya. Kanopi padat dengan jarak tumbuh pepohonan teratur dan berisi sekitar 180 ribu pepohonan dari 15 jenis pohon hutan produksi. Meliputi jati, mahoni, cempaka, sengon, akasia, jambu mete, nangka, durian, dan bahkan manga.
Mesel Pit , Danau Bekas Penggalian Tambang Emas di Kebun Raya Megawati Soekarno Putri
Tak lama kemudian kami pun berhenti di muka jalan setapak. Jalan yang akan membawa ke lokasi pengamatan lubang bekas penggalian tambang emas disebut Mesel Pit. Beberapa saat sebelum tiba rupanya kawasan itu diguyur hujan. Pepohonan basah. Begitupun jalan dengan dedaunan lembab menutup permukaannya.
Saya berjalan perlahan sambil sesekali mencukil daun tua basah itu dengan ujung sepatu. Aroma tanah dan dedauanan lapuk berhamburan, menyegarkan ingatan pada masa kanak-kanak di Magek-Bukittinggi.
NMR memulai aktivitas penghijauan jauh sebelum tambang berhenti beroperasi. Pohon jati dan sengon yang saya lewati sudah mulai ditanam sejak tahun 1997. Sekarang sudah berdiameter 20-25 sentimeter. Sementara yang ditanam awal tahun 2000 sudah berdiameter 10-15 sentimeter dengan tingginya berkisar antara 3-4 meter dan 8-10 meter.
Semua pohon yang ditanam di Kebun Raya Minahasa ini berasal dari pembibitan masyarakat lokal. Hasil program kerjasasama perusahaan dengan Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Utara.
Lima menit kemudian kami pun sampai di Mesel Pit (lubang bekas penggalian emas). Air sudah menggenang dengan warna biru terang. Pihak NMR sudah melepas ribuan ekor bibit ikan air tawar ke dalamnya dan semuanya hidup. Pada masanya danau ini lah yang akan jadi center point destinasi wisata hijau di Kebun Raya Megawati Soekarno Putri ini.
Apa lagi dari tempat ini membuka pandang ke arah Teluk Totok yang permai.
Kebun Raya Megawati Soekarno Putri, Wisata Hijau Bekas Tambang Emas
Begitu lah akhir kisah dari perjalanan PT NMR di Minahasa. Setelah manfaat ekonomi dari emas sudah berakhir, manfaat ekonomi berikut berlanjut lewat Kebun Raya Minahasa ini.
Seperti kita tahu makin subur pepohonan makin positif bagi lingkungan. Hutan yang terbentuk tak hanya mampu menyimpan air tanah sehingga mengurangi ancaman bahaya banjir serta erosi bagi lingkungan. Selain menjamin tersedianya sumber air bagi masyarakat sekitar.
Baca juga :
Kegiatan reklamasi dan revegetasi ini pun akan berguna bagi masyarakat. Menyediakan sumber kayu bakar berupa dahan dan ranting kering. Dahan dan ranting kering ini amat bermanfaat bagi sebagian besar ibu-ibu rumah tangga di Ratatotok yang masih mengandalkan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak.
Keindahan dan kekayaan hutan akan membuat tempat ini bisa dijadikan pusat studi. Tak ketinggalan tentu sektor pariwisatanya. Setelah Teluk Buyat yang indah tentu sayang bila wisatawan melewatkan tempat ini.
Salam,