Travel Blog Indonesia – Saya punya ketertarikan khusus pada wisata religi. Sudah mengunjungi beberapa makam dan Masjid bernilai sejarah tapi baru sempat menuliskannya beberapa saja. Seperti ke Makam Prabu Hariang Kancana atau Sunan Panjalu, ke Goa Pamijahan, Kompleks Makan Kesultanan Bima, Petilasan Nyiroro Kidul, dan Makam Sunan Kudus.Â
Begitu pun setelah mengunjungi Makam Sunan Kudus saya punya nazar berziarah pada kesembilan makam Wali Songo.Â
Pada kunjungan berikut ke Kota Jenang, saya mendapat kesempatan menambah satu lagi, wisata muria, kali ini ke makam Sunan Muria yang terletak di lereng gunung Muria atau di Puncak Colo. Iya, makam Sunan Muria tereltak di lereng gunung Muria atau di Puncak Colo, Jawa Tengah.
Beliau adalah putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh dan bernama asli Raden Umar Said. Menemukan juga buah parijoto. Setelahnya banyak membaca mengenai keistimewaan Sunan Muria.
Cara Menuju Makam Keramat di Gunung Muria
Tidak sulit mencapai lokasi pemakaman yang berada di sekitar kawasan destinasi Wisata Colo itu. Dari kota Kudus lurus saja jalannya menyisir punggung Muria.
Untuk yang akan naik kendaraan umum bisa naik dari Terminal Kudus. Jalannya lebar dan beraspal mulus. Sepertinya pemerintah daerah Jawa Tengah serius menggarap lokasi makam ini sebagai destinasi wisata ziarah Jawa Tengah. Sekalipun jalannya berkontur, barisan rumah penduduk , diselingi oleh kebun dan sawah yang hijau, membuat perjalanan terasa lebih menyenangkan.
Kadang juga terlihat aktivitas penduduk di sawah atau di kebun. Pohon lengkeng dan petai sedang berbuah.
- Baca Baca juga: Masjid Jami Air Tiris Kampar Riau
Jarak makam Sunan Muria di Gunung Muria ini dengan ke kota Kudus hanya sekitar 19 KM dengan waktu tempuh 2 jam berkendaraan roda empat.
Di ujung perjalanan kita akan bertemu dengan gerbang retribusi. Harga tiket masuk Rp2.000 per orang dan kendaraan roda empat 10. 000. Sungguh sangat terjangkau. Tersedia lahan parkir cukup luas.
Lokasi makam sesungguhnya masih berjarak sekitar 2 kilometer dari pintu masuk. Untuk mencapai tempat peristirahatan terakhir dari Putra Sunan Kalijaga bersama Dewi Saroh binti Maulana Ishak ini, tersedia dua pilihan: Berjalan kaki dengan manjat tangga atau naik ojek dengan ongkos Rp. 10. 000 perorang.
Turis manja tentu memilih naik ojek.
Naik Ojek Menuju Lokasi Gunung Muria
Karena kendaraan roda empat tidak bisa sampai ke atas, perjalanan ke makam Sunan Muria harus disambung ojek. Bagusnya transportasi ojek sudah dikelola secara baik dan bahkan pengendaranya memakai seragam khusus warna ungu. Tapi ingat lah bahwa naik ojek menuju Makam Kangjeng Sunan Muria perlu sedikit keberanian. Disamping motornya memang berjenis sport, Honda Megapro, jalan menuju puncak sunan muria cukup menantang. Mengecil, terjal, berkelok-kelok dengan jurang curam di sebelah kiri.
Belum lagi abang ojeknya yang merasa akrab dengan medan dan menganggap ia seperti di arena balap. Sekalipun saya menghibur diri dengan memandang langit biru di atas dan pepohonan hijau di samping, tak urung beberapa kali saya menepuk bahunya agar memanfaatkan rem. Bahkan suami saya sempat memperingatkan dari belakang agar saya berpegangan lebih kencang.
Baca juga Makam Keramat di Pulau Angso Duo
Sementara jantung berdebar-debar saya masih sempat memikirkan apa yang berada dalam pikiran Raden Umar Said atau yang dikenal sebagai Sunan Muria saat memutuskan mendirikan pesanggrahan di tempat ini. Kemudian menjadikannya basis penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Jangankan di masa lalu yang pastinya tempat ini masih hutan belantara lebat, sat ini pun lokasinya relatif terpencil.
Atau mungkin kah seperti yang diceritakan dalam sejarah bahwa Raden Umar Said lebih suka hidup di tempat terpencil dibanding tempat ramai? Di tempat seperti ini ia lebih leluasa mendalami ilmu agama, mengajarkan kepada penduduk, bahkan juga mencontohkan bagaimana cara bercocok tanam yang baik. Mengingat kondisi sekitaran Gunung Muria yang subur mestinya sejak dulu penduduknya hidup makmur.
Sampai Di Gunung Muria
Selang 10 menit kemudia saya kembali bernapas lega. Di Pangkalan Ojek Muria 2 ini sudah banyak peziarah. Sebagian mereka duduk-duduk menunggu rekan yang belum naik. Sebagian lagi antri menunggu ojek pulang. Dan saya juga tak mau ketinggalan duduk di atas bangku-bangku bambu yang disediakan. Melepas pandang ke bawah, mengikuti alur indah dari jalanan beraspal tempat kedatangan saya tadi.
- Baca juga Keindahan Masjid Agung Jawa Tengah
Dari view point ini, untuk sampai ke makam keramat di Gunung Muria, kita perlu berjalan kaki sedikit lagi. Untung jalannya sudah rata. Seorang wanita yang sepertinya berusia lebih muda dari saya berjalan sambil di papah suaminya. Tampak wajahnya menahan sakit saat melangkah. Mungkin lututnya bermasalah. Sementara yang lain dengan wajah-wajah tekun dan kusuk, meniti tapak dengan hening. Membuat udara yang sudah sejuk lebih dingin untuk saya.
Setelah melewati warung-warung dan tempat peristirahatan sederhana yang disediakan penduduk bagi pengunjung, kita akan tiba di sebuah anak tangga yang berfungsi sebagai jalan. Di kiri kanannya terdapat toko dan warung yang lebih tertata. Menjual aneka pernik souvenir, baju, dan makanan. Temboknya dicat hijau dan kuning yang menimbulkan kesan ceria.
- Baca juga : Masjid Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus
Dari bawah tangga ini belok ke kanan. Ada tulisan dan panah menuju ke arah makam. Di sini sendal pengunjung harus dilepas, dimasukkan ke dalam kantong dan dibawa masuk ke dalam. Jika lupa membawa kantong plastik, tak perlu kuatir, ada yang menjual kok .Disini juga para peziarah mengambil wudhu terlebih dahulu. Sebelum mengikuti yang lain di jalur antri saya berhenti sejenak untuk membaca pengumuman di dinding. Papan putih itu berisi tata tertib ziarah di makam Kanjeng Sunan Muria.
Tata tertib ziarah di makam Raden Umar Said Kanjeng Sunan Muria
Untuk ziarah Sunan Muria Kudus ini di bawah beberapa tata tertib yang perlu diperhatikan:
1. Para tamu dimohon agar berperilaku dan berbusana sopan.
2. Melepas dan membungkus sandal atau sepatu demi kerapihan dan kebersihan serta keamanan.
3. Ketua rombongan atau Panitia mendaftar kepada petugas pendaftar.
4. Penyampaian amanat kepada petugas penerima amanat.
Para tamu dilarang:
1. Makan, minum, merokok di sepanjang jalur antri masuk lokasi makam.
2. Duduk-duduk atau tiduran di sepanjang jalur antri masuk.
3. Menggunakan pengeras suara di lokasi makam.
4. Membawa benda benda berbahaya atau mudah terbakar
Para tamu dibolehkan :
- 1. Berziarah masuk ke dalam cungkup makam Sunan Muria hanya pada hari: Kamis Wage dan Kamis Legi buka pada jam 06.00 pagi sampai dengan pukul 24.00 malam. Jumat Kliwon dan Jumat Pahing buka jam 06.00 sampai jam 04.00 sore. Selain hari-hari tersebut sejarah dilakukan diluar makam inti.
2. Minta bantuan pengurus makam untuk memimpin tahlil atau berdoa dan lain-lain.
3. Membantu perawatan atau pengelola makam Sunan Muria dengan memasukkan amal atau sumbangan ke dalam kotak amal yang tersedia. Untuk sumbangan atau hal-hal khusus agar menghubungi petugas amanat.
4. Bermalam maksimal dua hari atau malam dengan menyerahkan kartu identitas ke kantor atau petugas keamanan.
5. Minta informasi di sekretariat Yayasan masjid dan makam Sunan Muria untuk hal-hal yang belum tercantum diatas.
Jalur antri ini beratap dengan taman asri di kiri dan kanannya.
Alur Perjalanan di Komplek Makam Sunan Muria
Sampai di persinggahan pertama kita akan bersuara dengan cungkup berukiran Jawa. Tidak begitu jelas peruntukan cungkup ini. Mungkin untuk tahlilan sebab ada pengeras suara di dinding. Setelah cukup ini kita akan bersua dengan pintu yang akan membawa ke makam inti. Di dinding terdapat tulisan dengan huruf besar: Berdoa atau memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
- Baca juga: Makam Sultan Suriansyah Banjarmasin
Dari pelataran cungkup sebelum masuk makam inti kita menuruni beberapa buah anak tangga. Gerbang bergaya candi seperti di Masjid Kudus. Tapi tidak berwarna merah melainkan abu-abu seperti warna semen biasa. Saya langsung berkecil hati membaca pengumuman pada sepotong papan bahwa dilarang mengambil foto dan membuat video.
Tapi tidak putus asa dan sering melihat foto Makam Sunan Muria di internet, saya menghampiri seorang Bapak Penjaga dan meminta izin akan mengambil foto. Mungkin melihat wajah saya yang memelas Bapak itu mengangguk: ” Boleh asal jangan berlebihan. Jangan pula mengganggu yang sedang beribadah”. Tentu saja saya langsung mengangguk dengan rasa terima kasih.
- Baca juga : Pemerahan Susu Muria Kudus
Suasana di dalam membuat saya terpesona. Dibawah cungkup berukiran Jawa, ditengahnya terletak makam Sunan Muria berkelambu putih. Para peziarah duduk bersimpuh mengelilingi. Lantunan doa membuat saya kehilangan minat mengambil foto pada akhirnya. Tapi sebagai bukti bahwa saya sudah sampai ke sana, ke titik pertemuan terdekat dengan Sunan Muria, terpaksa mengangkat kamera juga. Menjepret beberapa kali lalu memasukannya ke dalam ransel. Yang membuat sungkan juga adalah bunyi shutter camera. Setelah itu ikut hanyut menikmati suasana bersama para peziarah lainnya.
Jalan Keluar Dari Makam Sunan Muria di Gunung Muria
Hampir 1 jam mengikuti kekhusukan para berziarah, akhirnya saya pamit pada Kanjeng Sunan untuk kembali ke Kudus. Seolah beliau menjawab salam saya, ada perasaan haru saat beranjak meninggalkan tempat itu. Saya kembali menyusuri loron. Rupanya lorong ini memutar dan saya kembali ke teras pintu masuk tadi. Namun ini di sebelah bawah. Tak jauh terdapat beberapa pundan batu yang di atasnya berserakan keping-keping uang logam. Mungkin itu adalah sedekah para peziarah. Ada pula gentong peninggalan Sunan sebagai sumber air yang dipercaya berkhasiat. Mampu mengobati berbagai penyakit. Disediakan gelas- gelas plastik bagi mereka yang ingin meminumnya.
Dari sini kita kembali bersua dengan toko oleh-oleh. Ke sebelah kirinya merupakan masuk ke Masjid Sunan Muria.
Biasanya kawasan ziarah dipenuhi para pengemis. Alhamdulillah di kompleks Makam Sunan Muria di Gunung Muria ini tidak ada yang seperti itu. Disini serba teratur. Kalau ingin bersedekah sudah ada tempatnya. Begitu pula dengan lokasi tempat jualan sudah teratur dan di tembok rapi.Tidak perlu ada pedagang asongan yang menyodorkan dagangan ke sana- ke mari.
Buah Parijoto dan Mitos Ibu Hamil di Makam Sunan Muria
Yang menarik dan bisa dijadikan oleh-oleh dari tempat ini adalah buah Parijoto. Semacam buni berwarna merah muda dan cenderung ungu mengikuti tingkat kematangan. Buahnya bergerombol di tangkai-tangkai Merah Jambu. Saya membeli setangkai dengan harga Rp.5000 hanya demi mencicipi rasanya. Ternyata sedikit manis, asam dan cenderung sepat. Begitu menempel di lidah memory rasa langsung membongkar pengalaman masa kecil, ke kebun belakang rumah teman bermain, suatu sore di tepi sawah . Ternyata hebat nian tabungan kenangan yang disimpan oleh syaraf pengecap saya. Iya di masa kecil sering mengudap buah ini saat bermain dengan teman-teman, sampai-sampai meninggalkan warna ungu di mulut selama beberapa hari.
Baca juga Kepuh dan Bukan Buah Gayam
Dan kehadiran buah Parijoto di Gunung Muria dilengkapi mitos yang berhubungan dengan keistimewaan Sunan Muria. Ibu hamil yang mengkonsumsi buah parijoto akan melahirkan anak-anak berwajah cantik dan ganteng dengan kulit halus dan mulus. Yang belum mempunyai bila mengkonsumsi buah parjito dipercaya akan segera mendapat momongan.
Legenda kesaktian buah parijoto berawal bahwa tiap hamil istri Sunan Muria mengidam buah ini. Dengan suka rela Kanjeng Sunan mencari buah tersebut. Ternyata anak-anak yang lahir kemudian berwajah cantik dan ganteng. Ini lah keistimewaan Sunan Muria yang lain. Karena itulah masyarakat meyakini saat hamil bila mengkonsumsi buah parijoto anak mereka pun akan ganteng dan cantik seperti anak-anak Sunan Muria.
Saya tertawa ketika ibu pedagang buah parijoto menawarkan diskon kalau saya membeli lebih banyak. Bonus lain, ia mendoakan anak-anak saya “akan” cantik dan ganteng seperti anak-anak Sunan Muria. Ah kadang pedagang memang absurd! Apakah porsi umur saya masih layak melahirkan?
Keistimewaan Sunan Muria
Banyak keistimewaan mengapa berwisata religi ke Makam kerama di Gunung Muria ini tambah menarik. Sunan Muria satu wali yang terkenal punya kesaktian. Karena sering naik turun Gunung Muria yang tinggi sampai 750 meter, kondisi fisiknya sehat dan kuat. Naik turun gunung ini harus dilakukan tiap hari karena beliau dan muridnya bertugas menyebarkan agama islam kepada penduduk kampung, pergi ke tepi laut untuk berdakwah kepada para nelayan.
Keistimewaan Sunan Muria juga bisa diterka lewat cerita kisah perkawinannya dengan dewi Roroyono. Putri Sunan Ngerang yang bertempat tinggal di Juwana , Pati, Jawa Tengah. Selain sakti Sunan Ngerang juga punya ilmu tinggi. Itu lah mengapa beliau juga diangkat guru oleh Sunan Muria dan Sunan Kudus.
Baca juga Ustano Rajo Alam – Jejak Kebudayaan Purba Minangkabau
Ceritanya, pada suatu hari Sunan Ngerang membuat syukuran ulang tahun ke-20 anaknya Dewi Roroyono. Semua muridnya diundang, seperti sunan muria, sunan kudus, adipati pathak warak, kapa dan adiknya gentiri. Tetangga dekat juga diundang, demikian pula sanak saudara yang dari jauh.
Karena kecantikannya malam itu Dewi Roroyono diculik oleh Pathak Warak yang juga adalah murid Sunan Ngerang.
Pathak Warak terkenal sakti tapi Sunan Muria bisa mengalahkannya sehingga ia bisa mengembalikan Dewi Roroyono ke ayahnya. Keistimewaan Sunan Muria ini diganjar rasa terima kasih oleh Sunan Ngerang. Maka Sunan Muria dinikahkan dengan putrinya yang jelita tersebut.
So, menarikan Sobat? Mari kita wisata religi ke Makam Keramat di Gunung Muria