Grand Zuri BSD  marayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71 dengan meriah. Pesta heboh bersama karyawan, in-house guest, dan media. Tema tahun ini Pesta Rakyat Tujuh Belasan di Kampoeng Tempo Doeloe. Sesuai tema menu makanan Hotel Grand Zuri BSD memanjakan tamu-tamunya dengan hidangan tradisional Indonesia.
Acara sendiri berlangsung tanggal 16 Agustus. Saat tiba di Lobby Hotel Grand Zuri BSD suasana sudah meriah. Zuri Hospitality Manajemen sudah berbenah di tiap sudut. Lobby, Resto, dan halaman penuh dengan pernaik-pernik merah putih dalam suasana pedesaan Indonesia. Bendera, balon, dan khiasan khas Indonesia seperti bambu, anyaman, dan tikar anyaman terlihat semarak. Sementara di Parkiran Utama Outdoor karyawan dan tamu hotel sudah berbaur dengan kegembiraan penuh.
Apa saja yang dipertandingkan dalam kegembiraan 71 Indonesia merdeka ini? Seperti permainan tujuh belasan yang berlangsung dimanapun, tidak bertujuan kompetisi, hanya lucu-lucuan, maka karyawan Grand Zuri sudah menyiapkan aneka game berbau-bau silly. Futsal Gadis Bercorong, Beauty or The Beast, Water Estafet, Kerupuk Kuat, Slowly Bikers, dan Balon Terhimpit. Semua yang hadir ikut ambil bagian, tak ketinggalan Indonesia Corners.
Baca juga :
- (Review) Blogger Gathering di Grand Zuri BSD
- Van Der Valk Hotel Volendam
- Hotel Nyi Roro Kidul di Pelabuhan Ratu
Mencintai Indonesia Ala Grand Zuri BSD
Iya mencintai Indonesia bisa dilakukan dengan banyak cara. Perayaan tujuh belas Agustus setiap tahun salah satunya. Sekalipun ini adalah ungkapan cinta paling dangkal tapi terselenggara paling meriah dan paling banyak melibatkan partisipasi masyarakat. Mulai dari individu sampai ke institusi.
Perayaan tujuh belasan juga merupakan hari  raya ketiga terbesar setelah Idul Fitri dan Hari Natal. Sebagaimana semua entitas bisnis yang memanfaatkan momen hari besar dalam strategi marketing ,  Hotel Grand Zuri BSD juga tidak mau ketinggalan.
Selain membuat berbagai acara interen  bersama para karyawan, Grand Zuri BSD juga menjamu tamu melalui festival Kampoeng Tempoe Doeloe,  dijelmakan oleh 71 jenis kue dan masakan tradisional Indonesia.
71 Jenis Kue Tradisional Indonesia di Grand Zuri BSD
Grand Zuri yang terletak di kawasan pusat bisnis Serpong menjadi yang terdepan dalam me-service tamu-tamu mereka  dengan hidangan tradisional Indonesia. Setidaknya demikian ujaran Chef Yan Hari saat menyambut kami dengan penuh canda. Gelak tawa di Cerenti Restaurant yang sudah disulap penampilannya menjadi Kampoeng Tempo Doeloe membuat suasana semakin akrab hangat dan akrab .
Dalam rangka perayaan tujuh belasan ini, Chef asal Manado ini melengkapi suguhan dengan 71 jenis kue tradisional. Apa tujuh puluh satu? Iya tidak tangung-tanggung ya? Tujuh puluh satu jenis jajanan pasar tersusun rapi di atas piring lidi. Sajian ini tak pelak mengundang decak kami para blogger dan awak media yang ikut memeriahkan peringatan hari kemerdekaan di sini.
Dan sebagai penggemar kue basah dimaklumi dong jika mata saya terus saja jelalatan memandang mereka.
Sekalipun akrab ternyata tidak semua nama kue tradisional ini dikenali oleh teman-teman dan juga saya. Kalau kue cucur, dadar, wajik, dan beberapa lainnya bisa disebutkan dengan lancar.
Nah salah satu kue yang tak saya kenal namanya tapi langsung memancing tawa saat disebutkan adalah Kue Clorot. Sudah namanya aneh bentuk kue ini unik pula. Terbuat dari tepung sagu dicampur tepung beras dan diberi pemanis gula aren.
Yang membuat tampilannya beda, dibungkus daun kelapa dengan cara dililitkan dari atas sampai ke bawah. Dan tentu saja perhatian lebih saya berikan kepada kue-kue yang menggunakan gula merah atau gula aren seperi wajik, utri, kue cincin atau ali agrem, dadar hijau, dan masih banyak lagi. Melihat mereka masih eksis dan bahkan masuk hotel berbintang seperti Grand Zuri BSD, pengembangan terhadap bisnis gula merah masih sangat menjanjikan (lah doi jadi curcol)
Nasi Tutug Oncom Nan Aduhai
Grand Zuri BSD mengganti hidangan setiap hari. Kalau kamu berniat hanya untuk makan di sana, tidak menginap, tetap bisa menikmati kok. Dijamin hidangannya tidak akan mengecewakan.
Jadi hidangan merah putih untuk kami nikmati malam 16 Agustus kemarin adalah Nasi Tutug Oncom. Masakan asli Tasikmalaya ini sesuai namanya dimasak bersama oncom yang sudah digerus. Di temani oleh ikan asin kipas, oseng daging sapi, oseng tempe kacang panjang, ayam goreng, telur balado, sayur labu jagung manis, dan oseng toge.
Sebetulnya nama-namanya sih keren tapi karena saya lupa mencatat ya tak beri nama sesuai masakan rumahan sehari-hari saja. Duh lupa untuk menemani Nasi Tutug Oncom ada juga sambel terasi yang bikin air liur segera meleleh lho.
Menurut Chef Yan, nasi tutugnya tidak murni mengikuti khas Tasikmalaya. Pengolahannya disesuaikan dengan lidah para tamu Grand Zuri BSD. Berkat penyesuaian itu lah mungkin yang membuat saya makan banyak malam itu. ( itu sih rakus…ada yang melanjutkan kalimatnya..)
Nasi Tutug dan Kelengkapannya
Nasi Goreng Merah Putih
Kalau nasi goreng sudah biasa ya? Dimana-mana mudah kita temukan karena Indonesia tak bisa hidup tanpa nasi goreng. Tapi bagaima dengan nasi goreng yang tingkat kepedasannya tak terjelaskan hingga cuma Nasi Goreng Ugal-Ugalan yang tepat untuk menyebutnya?
Memang begitu lah. Nasi Goreng Merah Putih Persembahan Hotel Grand Zuri BSDÂ datang dengan lima tingkat kepedasan. Urutan-urutan 1-5 dimulai dari Mangstaph (mantap), Enak Gila, Nampar, Nampol, dan terakhir Ugal-Ugalan.
Yang nomor satu adalah nasi goreng untuk semua orang, jejak pedasnya samar-samar, segar, dan akrab di lidah. Enak Gila, bagi yang lidahnya terbiasa dihajar cabe sejak kecil (orang Minang)Â ya biasa saja.
Tapi begitu masuk ke Nampar dan Nampol, siapkan syaraf-syaraf lidah dan tisu. Ini untuk menjaga selera makan teman di sebelah tetap terjaga karena syaraf yang terkejut itu akan melindungi diri dengan cairan lendir dari hidung dan air mata.
Nah sampai ke Ugal-Ugalan, kalau saya mah, melambaikan tangan ke camera saja. Yang masak sendiri (Chef Yan) sudah mengakui kalau Nasi Goreng Ugal-Ugalan itu bukan makan nasi dicocol sambal tapi makan sambal di cocol nasi. Tahu tidak berapa cabe rawit yang dibutuhkan untuk sepiring ugal-ugalan? 8 sendok makan! Iya delapan sendok makan cabe rawit yang sudah diblender lho, bukan cabe utuh.
Tapi yang namanya selera memang sebanyak jenis ikan di lautan. Chef Yan awalnya ragu adakah pelanggan yang sanggup menghabiskan sepiring ugal-ugalan karena ia sendiri tidak? Eh ternyata ada saudara-saudara. Saking kagumnya sampai si Chef mau mengratiskan makanan dengan harga Rp.45.000 perporsi itu. Dan pelanggannya tidak mau karena baginya Ugal-Ugalan tingkat kepedasannya biasa-biasa saja kok.
Begitu lah keistimewaan hidangan tradisional Indonesia ini. Saya sampai ngikik-ngikik mendengar cerita si Chef sambil meringis-ringis karena tetap memberanikan diri untuk mencoba walau cuma setengah sendok.
Buntut Balado Asyooi..
Hidangan tradisional Indonesia kian sempurna dengan Buntut Balado Asyooi..
Selama ini saya tahunya buntut sapi itu hanya dibuat sop. Entah sop goreng atau rebus pokoknya namanya sop buntut. Kalau pun ada tambahan ada buntut bakar juga. Nah kalau buntut balado baru ketemu di Hotel Grand Zuri BSD. Termasuk menu andalan dan dipuja-puja oleh Chef Yan.
Eh enggak ding, dipuja-puja oleh kita-kita yang hadir. Bayangkan lah serat buntut dan dagingnya yang kenyal berbaur dengan bumbu-bumbu khas Indonesia. Gurih dan lembut. Saat dibawa keluar oleh Chef Yan, bentutnya saja sudah mengundang selera memotret. Tampaknya pedas. Tapi jangan kuatir merahnya saja yang sedikit menipu, sebenarnya sangat bersahabat dengan lidah.
Menginap di Grand Zuri BSD
Begitu pun kalau menginap di Grand Zuri BSD, cukup memuaskan. Dengan pelayanan ramah, kamar bersih, lokasinya sangat strategis. Tepat di jantung kota BSD. Mau belanja atau shoping tinggal melipir ke Teras Kota, ITC atau mal-mal lainnya. Kalau mau menikmati suasana pilih Lantai 3 di depan kolam renang. Spot yang cantik untuk melewatkan hari.
Dan yang paling saya suka di sini memang makanannya. Bukan hanya saat perayaan tujuh belasan, sarapan paginya bervariasi. Makanannya bervariasi dan enak-enak.