Dining in the Dark Kuala Lumpur – Yang paling mengasyikan dari sebuah perjalanan adalah mendatangi tempat-tempat yang tak biasa. Tempat seperti itu mengukir pengalaman baru dan mungkin juga padangan baru. Kemarin dalam trip #AboutKL, Blogger ASEAN dibawa Malaysians Tourism KL dan Gaya Travel Magazine melakukan Gourmet Safari Journey.
Apa pula Gourmet Safari? Ini adalah semacam  program petualangan kuliner ke berbagai menu eksotis yang tersedia di beberapa tempat. Merayakan lidah di setiap suguhan. Di saat yang sama  juga belajar tentang budaya,  adat istiadat kuliner, bahkan table manners yang berhubungan dengan masakan tersebut.
Kuala Lumpur Fine Dining
Biasanya bila  ingin menikmati fine dining kita memulainya dengan memilih satu restoran.  Dari hidangan pembuka (starter/appetizer), utama (main course), dan penutup (dessert) dihidangkan susul menyusul di satu tempat.
Sementara Gourmet  Safari Kuala Lumpur, dalam program ini, melibatkan tiga restoran . Tiga  tempat untuk menikmati makan malam? Iya 3 restoran! Mereka adalah Opium KL, Dining In The Dark dan Forbidden City.
Terus gimana cara makannya? Ya harus berpindah lah! Tapi  tak merepotkan kok karena lokasi berdekatan. Jadi layaknya menikmati perjalanan gastronomi, makanan pembuka, utama,  dan penutup dilakukan di restoran berbeda.  Dan memang begitu lah  ide dibalik Gourmet Safari  Journey ini: Menikmati masakan istimewa,  memahamai tempat baru, bersosialisasi,  dan menjelajah rasa sambil membangun keintiman meja makan bersama teman-teman.
Hampir Salah Kostum
Sejak sebelum berangkat pihak Gaya Travel Magazine mengingatkan agar membawa baju semi formal untuk acara ini.  Tahu lah ya kalau ibuk-ibuk, mendengar ada dress code langsung saja sibuk buka-buka lemari. Maka saya memasukkan sehelai sarung batik yang dilengkapi dengan kebaya semi formal ke dalam koper.
Tahu tidak ternyata pada hari yang telah ditentukan, saat berkumpul di lobby saya merasa salah kostum. Sebab sebagian besar teman-teman mengenakan kostum yang lebih kasual. Untungnya tidak membawa sepatu formal. Sekalipun berkain sarung dan berkebaya, Â sore itu pelengkap busana hanya sepasang sneaker plus memanggul ransel.
Jadi tidak merasa terlalu salah masuk habitat. Untung juga menggunakan sneaker karena dari  Swiss Garden Hotel & Residences di Jalan Pudu Street, tempat menginap,  harus berjalan kaki ke daerah Cangkat. Tidak terlalu jauh tapi lumayan berkeringat. Ada nilai plusnya karena jadi punya pengalaman  menyeberang jalan raya Kuala Lumpur. Berasa seperti penduduk kota.
Jelajah Malaysia: Tangerang – Batam – Johor BahruÂ
Gourmet Safari Journey dimulai Dari OPIUM KL
Sesampai di pelataran OPIUM KL kami disambut oleh Samantha dan seorang temannya dari Werner Group, pemilik jaringan resto yang membuat program Gourmet Safari KL ini. Mereka menjelaskan berbagai hal terkait program.
Werner menaungi  group restoran, bar, dan lounge yang menawarkan bermacam masakan Asia moderen serta Dim Sum nan eksotis. Punya resep ramuan koktail  terbaik di Kuala Lumpur.  Terbuka untuk makan siang dan malam dengan hidangan ringan dan koktail dari sore sampai malam.
Opium KL sudah lama membangun reputasi sebagai salah satu cocktail bar kreatif di KL dengan menciptapakan berbagai ramuan minuman  dengan sentuhan Asia.  Ditambah lagi mereka juga menyajikan  musik tradisional klasik  shanghai yang akan membuat seluruh indra terserap akan atmosfer mewah sambil menikmati makanan dan minuman yang tersaji.
Di sini kami dibagi ke dalam dua grup: Makanan Halal dan Non-halal.
Samantha tuan rumah yang baik. Setelah mendapat meja dan duduk di kursi masing-masing, ia berkeliling untuk mengenal kami satu persatu. Bukan hanya bertanya tentang nama tapi ia berusaha mengingat. Terbukti dengan ia perlu dua kali untuk menyebutkan nama saya. Prinsip bahwa kalimat paling indah di telinga manusia adalah nama sendiri, Â ia praktekan sungguh-sungguh. Succes for you Samantha…
Menu Dari Opium KL
Di Opium kami menerima suguhan makanan pembuka (starter/appetizer). Yang pertama keluar adalah minuman  Manggo Asam Boy. Sesuai namanya sedikit asam dan tentu saja rasa mangga berpadu dengan ramuan lain yang bikin lidah ketagihan. Setelah itu di susul oleh Cajun Prawn Manggo Salsa dan Black Pepper Sauteed Dumpling. Daun Corriander di atas dumpling ini rupanya tak hanya berfungsi sebagai garnish karena saat digigit aromanya ikut terbawa ke dalam mulut.
Dining In The Dark Kuala Lumpur
Gourmet Safari Journey ini betul-betul dilakukan dengan santai. Rombongan menikmati hidangan satu persatu tanpa harus dikejar-kejar waktu. Sebuah kesempatan yang baik  guna, memberi kesempatan saraf  menikmati seluruh tekstur rasa dari  hidangan. Melibatkan indra penglihatan dan perasa. Bagaimanapun makanan termasuk sumber kesejahteraan bagi jiwa, memperlakukannya dengan adab baik tentunya akan memberi manfaat baik pula bagi tubuh kita.
Maka usai meresapi makanan pembuka kami beranjak ke starter kedua yang biasanya terdiri dari soup atau salad. Tapi saya tidak berani berspekulasi tentang makanan sama sekali saat beranjak ke resto yang terletak persis di sebelah Opium: Dining In The Dark. Sebuah resto yang dirancang dengan konsep kegelapan total!  Eh serius, Vi? Serius? Lah bagaimana kamu dapat  makan di kegelapan sementara di bawah cahaya lilin remang-remang  saja pernah mengeluh? Yang bilang orang kurang kerjaan lah!  Lagian bukan kah cahaya berpijar lebih baik efek visualnya  terhadap hidangan?  Bisa difoto dan dipamerin di Instagram lagi?
Tenang saja lah Mak! Siap kan saja seluruh hatimu untuk mencoba pengalaman sensorik yang  sama sekali baru ini!
Menaiki sebuah tangga, belok kiri dari sebuah ruang dengan piano besar, kami memasuki ruang remang-remang dengan sofa biru. Di depannya terdapat tiga meja bulat. Samantha dan crew kembali mengedarkan minuman dalam gelas cokctail (tanpa alcohol tentu saja). Aroma bunga langsung pecah tatkala cairan berwarna hijau tosca itu menyentuh kehangatan langit-langit mulut. Muncul pertanyaan dari Samantha, siapa yang dapat mengidentifikasi nama bunga tersebut? Â Karena saya cuma pecinta warna-warni bunga tanpa pernah mau tahu nama-nama mereka , mana pu lah tahu aroma musim hujan yang sedang berkelindang di mulut saat itu. Bahkan saat disebutkan pun ingatan langsung melupakannya.
Memulai Pengalaman Dining in The Dark
Awalnya terpikir bahwa pengalaman gastronomi di kegelapan mulai dari ruang tersebut. Ternyata tempat ini hanya persinggahan. Selain briefing juga untuk  menyesuai mata sebelum memasuki kegelapan total. Bahkan kalau mau kamu boleh minta penutup mata, mencoba dari sana, mengira-ngira ruangan apa yang akan dimasuki untuk menyantap makan malam nanti.
Di meja ada daftar menu namun karena terlalu samar saya mengabaikan. Lebih suka menanti  the unexpected ahead. Lah jodoh saja dulu saya tak pilih-pilih kok, percaya saja pada Tuhan akan memberi yang terbaik #eh..
Dan tak lama tujuh orang diantara kami sudah berbaris di depan sebuah pintu mirip di  Cineplex 21. Bedanya kalau di 21 saat kita melongok ke dalam akan bertemu seberkas cahaya, di sini cuma hitam kelam.
Pokoknya sekelam hatimu yang sedang dirundung masa lah lah. Untungnya di sini tak ada masalah selain mereka melucuti semua bawaanmu  yang sekiranya dapat memantulkan cahaya. Seperti camera, ponsel, dan bahkan jam tangan. Embak-embak cantik akan menyimpan semua benda tersebut ke dalam  loker  khusus.
Lalu berbaris deh, ikut seorang mas-mas cakep penyandang tunanetra  menuntun dengan kamu saling berpegangan  bahu. Kamu akan merasa tertatih-tatih menuju dunia antah berantah.
Untung lah lorongnya tidak panjang. Hanya berbelok-belok. Saya kira melintasi sebuah ruang dengan tirai. Soalnya pada suatu tikungan tangan saya menyentuh kain.
Menikmati Kegelapan Dining In The Dark Kuala Lumpur
Sesampai di depan sebuah meja, pegangan antar bahu di lepas, kami disuruh meraba kursi yang akan di duduki. Sepertinya saat itu  logika saya juga tidak berfungsi. Tangan  memegang erat sandaran kursi seolah kegelapan tersebut akan menghanyutkan saya ke negeri asing maha luas. Melupakan pengalaman sebelum masuk bahwa dari luar bangunan Dining In The Dark KL ini tidak terlalu besar.
Tiba-tiba saya mengerti. Ketika saraf optik tak berfungsi, Â indra lain akan mengambil alih. Di kegelapan suara terdengar lebih jelas. Bahkan ketika teman di seberang meja menggerakan tangan sepertinya dapat melihat gerakan itu melalui gesekan udara.
Lalu guide menginstruksikan agar kami menyentuh benda-benda di atas meja yang terletak di muka masing-masing (jangan salah sentuh Kakak!). Seperti setting meja formal, piring makan terletak di tengah, sebelah kanan ada pisau, sendok soup dan sendok teh. Di kanan atas segelas air dingin. Sementara di sebelah kiri garpu dan serbet.
Dan tak lama segelas cocktail lagi memulai starter kedua ini. Rasanya sama dengan minuman di ruang peralihan tadi.
Sebagai perempuan yang suka berasumsi, saya berasumsi, lama-lama mata akan menyesuaikan diri. Kegelapan total itu akan teratasi dengan cahaya kelabu. Ternyata salah. Sekitar 60 menit berada di sana saraf optik saya mati total. Untungnya teman-teman terus saling berbicara sehingga saya mampu menghilangkan bayang-bayang pernah masuk ke dalam “ruang tafakur” Â di Masjid Pintu Seribu – Tangerang.
Menu Dining in the Dark Kuala Lumpur
Dan makanan itu datang. Terhidang dalam piring segi empat, terbagi empat, berisi empat jenis salad. Menikmatinya secara counter clockwise yang dimulai dari kiri bawah. Saya tidak ingat apakah ada instruksi menghabiskan dulu di segmen pertama baru beranjak ke segmen berikutnya.
Tapi saya kan manusia praktis, tak sabar saja membawa garpu berkeliling mengikuti selera. Dari bawah ke atas – atas ke bawah. Sekalipun tidak bisa mengidentifikasikan jenis salad (kecuali satu yang rasa topping pizza), harus diakui, rasa makanan tanpa melihat memang lebih nikmat.
Biasanya selagi saraf lidah bekerja mata juga  jelalatan kemana-mana. Belum lagi tangan yang sibuk dengan hp dan camera. Di Dining In The Dark KL setiap gerakan, setiap rasa, setiap suara, dan bahkan setiap napas adalah sebuah petualangan!
Ngomong-ngomong tidak kesulitan menyendok salad di kegelapan? Karena tiap jengkal alam semesta ini adalah ruang untuk bersyukur, di dalam Dining In The Dark kamu juga akan bersyukur kepada Sang Pencipta, betapa canggih  menciptakan anggota tubuh kita. Saya tidak mengalami kesulitan sama sekali menyorongkan garpu ke dalam salad lalu membawanya ke dalam mulut. Gunakan tangan kiri sebagai penuntun 🙂
The Steak House
Memang lah Changkat – Bukit Bintang merupakan salah satu kawasan terbaik untuk mendapatkan  pengalaman bersantap selama berada di Kuala Lumpur.  Opium dan Dining In The Dark Kuala Lumpur sudah membuktikannya.
Berikutnya pengalaman berlanjut ke Steak House untuk hidangan utama ( main dish). Memori saya merekam kenangan indah tentang  tempat ini. Mungkin juga karena baru keluar dari kegelapan total, penataan meja dan warna-warna cerah di atasnya  membangun rasa hangat di dada.
Dan itu memicu imajinasi, seperti kita langsung “ileran” saat memandang foto sate kala sedang lapar. Warna merah sejak dari Opium  rasa berani dan  bahan-bahan terbaik dari sebuah masakan yang disiapkan oleh tim Werner’s. Walau sejujurnya kalau pun malam itu tak makan lagi bagi saya tidak masalah. Tubuh sudah cukup menerima energi dari minuman dan cemilan sejak sore.
Baca juga Makan Malam Seru di Kopi Oey Bandar Lampung
Tapi ya sudah di sini. Apa lagi di meja sudah tersaji Beef Medalion on Garlic Mashed Potato dengan Black Pepper Sauce. Gumpalan lembut daging sapi impor dari Austalia ini sukses membuat saya lupa diet  dan kolesterol.
Walau akhirnya pun megap-megap menghabiskan. Iya untuk saya porsi steaknya terlalu besar. Untung lah semua berakhir dengan baik. Sepotong demi sepotong Steak itu lolos ke perut  tanpa kendala berarti.
Chocolate Fondue – Dessert yang Aduhai
Ada yang kepikiran mengapa dessert yang manis-manis itu selalu disajikan belakangan? Nah saya sudah lama memikirkannya, mengapa yang manis-manis harus disajikan kemudian, sementara salad atau sayur disajikan di depan? Â Mungkin kah urut-urutan fine dining ini mengikuti tradisi abad pertengahan, ketika satu kilogram gula harganya menyamai sebutir berlian? Jadi semacam save the best for the last?
Dengan pikiran seperti itu saya mengikuti teman-teman pindah ke ruang sebelah, masih dalam resto The Steak House untuk menikmati hidangan pencuci mulut (istilah ini membuat saya heran juga – cuci mulut kok pakai yang manis-manis). Kami akan menikmati Chocolate Fondue.  Oh ya Coklat  Fondue adalah  hidangan coklat meleleh yang disajikan dalam panci komunal (atau fondue pot), dimakan dengan mencelupkan buah-buahan atau makanan lain dengan menggunakan garpu bertangkai panjang.
Kembali menemukan meja yang sudah tertata cantik. Romatis tepatnya. Gelas-gelas kristal memantulkan cahaya lilin yang ditaruh di dalam buah, membuat saya “meleleh” duluan. Untuk menggelotor steak yang masih terasa di mulut saya memesan sacangkir grey tea.
Berbeda dengan coklat fondue yang pernah saya nikmati di tempat lain, dimana potnya dipanaskan dari bawah agar coklat meleleh, yang datang ke hadapan saya adalah piring hidang kristal dengan 4 pelengkap. Pisang, strawberry, marshmellow, dan keju. Di tambah sebuah pot untuk dry ice, coklat fondue Gormet Safari KL ini memang unik. Celupkan buah ke dalam coklat, celupkan lagi ke dalam pot dry ice, tunggu sebentar agar coklat membeku, dan hap! Dengan cara ini ditanggung deh, tidak akan ada coklat yang keleleran di meja atau jatuh ke pangkuan.
Forbidden  City – Nonton Live Music
Malam belum berakhir, Kakak! Kalau tidak salah waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam waktu KL.  Fine dining – Gourmet Safari sudah berakhir. Tapi malam belum menua. Malah di Forbidden City yang terletak di atas Opium KL, malam baru saja dimulai. Sebetulnya itu sudah bukan jamnya  ibu-ibu. Mata takluk pada jam biologis:  Kreyep-kreyep.  Tapi siapa pula yang mau  melewatkan dentang live musik dan disajikan di tempat romantis di KL?  Apa lagi tempat ini baru saja dibuka (bulan Juli 2016), sedang mengembangkan reputasi sebagai salah satu klub Jazz terbaik di Kuala Lumpur, masa tak mau mencoba?
Welcome drink kembali mengalir. Jus disajikan dalam  Whiskey Sour Glass, spesial wadah untuk menyajikan cocktail rasa asam.  Malam itu Forbidden City khusus di reservasi untuk rombongan About KL fam trip.  Jadi berasa seperti VIP waktu Jamie Wilson Trio baru naik panggung saat kami sudah duduk di bangku masing. Mereka  3 musisi top di Asia – Jamie Wilson pada gitar dan vokal, Andy Peterson pada bass / vokal dan John Thomas pada drum. Kekuatan Trio  ini bikin geleng kepala saat memainkan kombinasi yang berapi-api dari Blues Funk,  Rock, dan Jazz. Mereka tidak membuat sadar bahwa malam semakin merambat. Apa lagi Si Jamie itu suka berimprovisasi. Interaksinya dengan penonton juga aduhai.
Akhirnya tak ada pesta yang tak usai, bukan? Hampir pukul dua belas. Kami beranja pulang ke hotel. Kota Kuala Lumpur sudah  tidur. Kaki pelan melangkah. Jalan senyap. Dan saya bahagia 🙂