Cerita Travel Blog Indonesia – Sekitar dua minggu lalu, di Pasar Sukawati – Bali, saya bertemu seorang ibu cantik. Usianya lebih muda. Sesama turis yang sedang hunting batik. Langsung akrab setelah sama-sama tahu kami menginginkan batik dengan motif dan warna yang sama. Namanya Wida. Pertamuan yang mengingatkan juga bahwa traveling itu lebih banyak belajar tentang diri sendiri.
Nah diantara tangan sibuk memilih dia bertanya apa saja aktivitas saya di waktu luang. Jawaban tak perlu dipikir panjang sebab kalau tidak jalan-jalan dan mood bagus saya pasti nongkrong di depan komputer. Menulis dan blogging. Ia menghentikan gerakannya dan berpaling kepada saya dengan dengan wajah antusias. “Eh aku juga sudah lama mau belajar menulis dan membuat blog. Sepertinya Tuhan sengaja mempertemukan saya dengan Mbak Evi hari ini. Ayo ajarin.” Yah tentu saja perkataanya membuat saya tersipu-sipu malu. Tak pernah merasa expert di penulisan maupun blogging. “ Eh ngomong-ngomong apa yang memotivasi Mbak Evi pertama kali ngeblog?” Tanya dia selanjutnya.
- Lebih lengkap baca di sini: https://www.eviindrawanto.com/tentang-travel-blogger-indonesia/
Karena waktu itu tak mungkin bercerita panjang lebar tapi saya berjanji akan memberi jawaban di blog: Cerita Travel Blog Indonesia ini lah jawaban itu, Wida. Semoga sekarang sudah punya blog dan mulai menulis. Kata nenek berlari di mulai dari langkah pertama. Naik tangga selalu dimulai dari bawah. Begitu pun dengan menulis dan blogging, di mulai dari kata pertama, baris, dan paragraf. Ayo ikut meramaikan dunia Blogger Indonesia.Tambah informasi atau pandanganmu mengenai tempat-tempat yang pernah dikunjungi di Indonesia maupun dunia. Pasti akan ada yang baca. Pasti ada yang membutuhkan. Sharing pengalaman tak pernah sia-sia. Semangat!
Mengapa Saya Memulai Cerita Travel Blog Indonesia ini?
So Wida, seperti terlihat dalam arsip, awalnya Jurnal Evi Indrawanto (JEI) cuma blog gado-gado seorang ibu rumah tangga. Memasukan apapun yang sedang ingin ditulis. Dari curhat “gejeh” seperti aktivitas rumah tangga, bisnis, gula aren, sampai gossip dengan tetangga pun terekam di sini. Kemudian usia bertambah dan saya berubah. Tak lagi nyaman membawa isu domestik ke publik. Mulai gerah membaca tulisan menye-menye yang tak ada manfaatnya bagi orang lain. Sementara mematok pikiran hanya menulis soal bisnis dan gula aren kok ya garing banget. Lagian sudah ada blog sendiri: Gula Aren Organik. Jadi gimana dong? Saya masih ingin menulis.
Beberapa saat mencari kemudian timbul pertanyaan : Menulis tentang apa yang bisa membuat saya bahagia?
Menemukan Banyak Cerita Lewat Foto Pelesiran
Suatu hari sebuah keperluan memaksa saya membuka arsip foto keluarga. Foto resmi seperti yang terpasang di dinding rumah-rumah jaman dulu. Apa daya ternyata tidak ada. Kebanyakan cuma foto pelesiran. Tak menemukan foto yang dibutuhkan saya berlanjut dengan nostalgia. Suka banget memandang kembali wajah anak-anak saat berpose di Grojokan Sewu. Kesegaran tawa mereka mengalahkan udara di sekitar air terjun. Takjub menyadari bahwa saya ibu dengan tingkat permisif tinggi. Ibu mana coba yang membiarkan anaknya berenang sampai bibir biru dan kulit tangan keriput? Nah “crime” itu terjadi di sebuah resort di Maribaya.
Dari satu folder saya berkelana ke folder lain. Ke tempat dan waktu berbeda. Tak terlalu lama menyadari ternyata piknik dapat memicu otak saya mengeluarkan endorphine. Tak terlalu mengejutkan sebetulnya bagi seseorang yang waktu kecil suka berlama memandangi Globe – peta bola bumi. Memutar kiri dan kanan, mengintip ke Antartika di Kutub Selatan lalu memanjat ke Artika di belahan Utara. Tak berpikir lama hari itu juga langsung diputuskan JEI dirubah jadi travel blog. Lalu bertransformasi lah blog gado-gado jadi cerita travel blog indonesia ini. Eureka!
Niche Blog
Hukum semesta belum berubah. Ketika satu masalah terpecahkan maka pertanyaan lain akan muncul. Travel blog macam apa? Hayaaa…Pusing deh Barbie. Dari riset internet ternyata segmen penulisan traveling luas sekali. Mau masuk tentang how to? Enggak saya banget karena ini butuh ketelitian. Saya tak teliti dan tidak mau menyesatkan orang. Tentang Budaya? Iya mestinya itu karena itu salah satu bidang yang sanggup membuat saya asyik. Masalahnya dunia traveling yang luas itu semuanya menarik. Secara kejiwaan saya juga belum siap mengekang diri untuk fokus di satu bidang seperti culture.Saya tipikal tak konsisten dalam banyak hal. Dan benang merah harus ada yakni menuliskan apa saja yang membuat saya bahagia tetap ditegakan.
Yah akhirnya seperti yang kamu lihat sekarang, Wida. Travel blog saya bergaya story telling namun tak ber-niche. Apapun yang ingin ditulis ya ditulis. Sudah terlalu lama “merdeka” soalnya. Furtheremore you can’t teach an old dog new tricks, right? Menerima kenyataan bahwa saya hanya sanggup mengelola blog seperti ini. Yang teramat penting sekarang dan bila memungkinkan ya terus jalan-jalan. Bertemu dengan teman-teman lama maupun baru, mengenal tempat yang belum pernah dikunjungi, mencoba makanan baru dan menambah stock foto. Bila terpenuhi saya takan pernah kehabisan ide untuk menulis. Saya akan terus bahagia dengan hobby ini.
Travel Blog Indonesia Sedang Bertumbuh
Bahwa satu lagi alasan mengapa JEI dirubah jadi travel blog bersandar pada fakta bahwai travel blog Indonesia sedang bertumbuh. Tiap blog walking ke laman milik travel blogger selalu terpesona dengan cerita dan foto-foto seru mereka. Rasanya tak ada yang tak suka piknik. Jika terus-terusan melihat orang piknik sementara kamu di rumah saja itu membangkitkan rasa iri. Mencegah saya iri berulam jantung lebih baik saya juga ikut melakukan. Tak masalah walau kebanyakan travel blogger Indonesia secara umum orang muda. Alhamdulillah sejauh ini dunia traveling berpihak kepada saya. Tak pernah merasa tersisih. Tak pernah kesulitan menemukan kawan berbagi suka dan duka, berbagi rencana, berbagi cerita dan menerima feedback. Bila yang lain mengisi masa muda saya mengisi “masa emas”. Bila kebanyakan mereka belum berkeluarga, rejeki saya tiba setelah anak-anak besar. Segala sesuatu akan indah pada waktunya, bukan?
Mendokumentasikan Jalan-Jalan Keluarga
Ingin mendokumentasikan acara jalan-jalan keluarga merupakan motivasi lain. Terselip niat mulia bahwa suatu saat anak-cucu membaca cerita wisata nenek dan orang tua mereka. Tak tahu apa gunanya bagi mereka sementara bagi saya jelas cuma memadatkan ego: “ Ini lho perempuan yang sudah membesarkan ayah kalian. Semoga kalian terinspirasi melakukan hal yang sama. Bahwa hidup itu berat tak ada yang bisa sangkal. Tapi memilih untuk bergembira lewat hobby bisa mengunduh sedikit kebijaksanaan maha guru dari timur”.
Traveling Belajar Tentang Diri Sendiri
Untuk saya traveling itu lebih banyak belajar tentang diri sendiri. Traveling membuat kita lebih tahu siapa diri sesungguhnya. Begitu pun reaksi kita atas realitas yang ditemui selama perjalanan, sesungguhnya itu adalah diri sejati. Kamu boleh berkoar sebagai orang tangguh, baik hati, suka menolong, tahu banyak hal, dan seabrek penilaian positif lainnya. Klaim seperti itu akan terbukti benar atau tidak saat meninggalkan rumah dalam waktu relatif lama. Teruji lewat pertemuan dengan berbagai karakter manusia, hambatan dalam perjalanan, perbedaan budaya, pendidikan, dan mungkin juga strata sosial. Hal-hal yang ditemui selama perjalanan akan membenturkan kita pada realitas. Akan menguji klaim nilai diri yang ditaruh setinggi langit itu. Karena Wida, reaksimu terhadap berbagai perisitiwa di luar duniamu –terutama di luar zona nyaman– itu lah dirimu sesungguhnya.
Saya lebih nyaman menyebut diri seorang turis ketimbang traveler. Turis itu seseorang yang sesekali meninggalkan rumah dalam waktu singkat. Belum banyak jam terbang. Begitu pun area pelancongan masih sempit. Dari pengalaman “seuprit” ini lah saya memotret diri. Menulis cerita dalam Travel Blog Indonesia ini. Lalu menyadari bahwa saya tidak terlalu baik hati atau penolong seperti dugaan semula. Saya lebih suka mementingkan diri sendiri. Saya mudah menyerah. Saya “agak” sukar memaafkan. Saya lebih suka berjalan dengan orang asing ketimbang kawan yang menyebalkan. Jika mengalami geger budaya akan menetap lama. Bahkan beberapa diantaranya dipastikan seumur hidup.
- Baca di sini betapa gegernya saya menemukan toilet saat piknik ke Taman Nasional Jiuzhaigou: Sejumput Surga di Bumi
Google Maps Timeline 2018 #Update
Konsisten dengan cerita travel blog Indonsia ini, saya terus mendalami hobi piknik. Akan melangkah kemana kaki membawa sepanjang dompet sanggup membayar. Namun perjalanan yang saya lakukan tidak melulu bayar sendiri, keluar dari uang pribadi. Di sini banyak perjalanan yang disponsori. Kerja sama dengan beberapa brand. Terutamanya bersama Kementrian Pariwisata Indonesia, Genpi, Dinas Pariwisata Kabupatan dan Badan Promosi Turis Malaysia. Selama 2018, semua cerita perjalanan itu terangkum dalam artikel Google Maps Timeline 2018 ini.
Selama 2018 saya mendatangi 9 negara, 23 kota, dan 98 destinasi. Not too bad lah ya Wida, terutama bagi seseorang yang dulu kerjanya di rumah mulu. Di lain kesempatan akan saya update post Cerita Travel Blog Indonesia ini.