Bak gula-gula dirubungi semut orang datang berduyun-duyun, membuat kota  berkembang seperti sekarang. Entah mereka sebagai penghuni baru,  pekerja dan pelaku bisnis yang melihat potensi. Yang jelas untuk  memenuhi kebutuhan terhadap rekreasi “makan di luar”  berbagai jenis resto dan cafe pun bermunculan. Yang terbaru adalah The Passport Cafe Serpong.  Menu bercitara dunia. Terletak di jalan Ki Hajar Dewantara,  dalam kawasan Ruko Beryl –  Gading Serpong.
Ide Pemberian Nama The Passport
Bisnis cafe menuntut sesuatu yang unik. Di Serpong  jenis usaha ini tinggi tingkat kompetisinya. Maka untuk survive harus keluar dari kerumunan. Alasan lain harus berbeda dari  yang lain adalah dipaksa  keadaan. Seperti kita tahu karakter segmen pelanggan cafe sebagian besar urban terpelajar, terpapar informasi, sudah melihat banyak hal, dan pergi berwisata salah satu gaya hidup mereka.
Fakta di atas kemudian yang diterjemahkan dengan cerdas oleh Evi Arianto –pemilik — menjadi The Passport Cafe Serpong.
Baca juga  Makan Khas Pekalongan di Serpong
Perempuan Gesit,  juga pemilik Resto Bumbu Pekalongan, dan penyuka jalan-jalan ini kemudian mematangkan idenya dengan melongok cafe  ramai di berbagai negara. Perhatian khususnya tertumbuk pada  sebuah tempat hangout  di Amerika Serikat.
“Lokasi ramai seperti itu tentu punya sesuatu sehingga bisa menarik banyak orang. Kira-kira apa?” Kira-kira begitu lah pikiran Evi. Setelah  memasukan aspek lain,  Evi berkesimpulan bahwa makanan harus bersifat “kekinian”,  harga reasonable, target pasar anak muda atau yang berjiwa muda, suasana kafe  dibuat senyaman mungkin.
Baca juga  Festival Kuliner Serpong : Minang nan Rancak
Saat Evi bicara saya memandang berkeliling dan mengamati berbagai asesoris dinding. Doodle yang membuat berbagai kutipan mengenai kopi dan makanan membangun aura ruang  terasa cerdas, elegan dan segar. Sebagian semangat  jiwa muda itu terpahat di sana.
Saya pikir ada fakta lain yang akan membuat The Passport Cafe Serpong ini bakal banyak di lirik. Lokasi. Gading Serpong adalah kawasan kota mandiri. Kawasan bisnisnya seimbang dengan kawasan perumahan. Begitu pun sekolah dan tempat ibadah. Rumah sakit dengan mal. Pemilihan letak kedai ini sudah tepat. Dan ia pun resmi dibuka tanggal 18 Februari 2017 kemarin.
Menu The Passport Cafe Serpong Membawa Pelanggan Keliling Dunia
Tiap orang tua memilihkan nama yang baik bagi anak-anak mereka. Didalamnya terkandung doa. Nama adalah harapan yang memayungi seseorang sampai akhir hayatnya. Itu lah mengapa kita secara tak sadar sering mengkorelasikan nama seseorang dengan karakternya. Sebab nama adalah citra.
Begitu pun paspor, kunci utama untuk memasuki  negara-negara di dunia. Citranya begitu kuat yang dengan sendirinya orang paham kalau hendak ke luar negeri  harus membuat dokumen resmi dahulu. Sementara The Passport  mengkirstalkan citra lewat  makanan yang disajikan. Saya meneliti susunan menu satu persatu. Langsung paham baik karakter maupun nama adalah hamburan rasa yang ditarik Evi dari benua Asia, Amerika, Australia, dan Eropa.
Tidak kah membayangkan saja sudah menarik? Barat dan Timur bertemu dalam satu cafe?  Kamu tidak perlu datang ke negara Big Apple untuk mencoba Texas Rodeo Mix Grill . Ke Jepang untuk Rump Wagyu Steak. Cicipi rasa Holland lewat Bratwurst. Atau sebelum ke Jerman test dulu lidah dengan Wiener Schnitzel. Ingin tahu mengapa orang Italia tergila-gila pada pasta, cari tahu apa yang memikat mereka lewat 7 ramuan pasta yang asyik. Dan Benua Asia, akar dari  lidah ibu kita, coba Japanese Fried Rice, Vietname Grilled Chicken, atau Pataya Fried Rice. Eh selera asli yang diberi panggilan manis Nasi Goreng Kampung akan mengingatkan mu kepada nenek yang telah tiada (((nenek lagi hahahaha))).
Berbagai Cha rakyat Thailand hadir lewat Green Thai, Thai Tea, Thai Green Tea. Dari Thailand gunakan pesawat jet, menyeberang lah  ke kutub, di sini akan dipersuakan dengan Antartica Latte.
Pokoknya The Passport akan membawamu keliling dunia dalam sekejab. Mudah-mudahan suatu saat The Passport menyediakan juga  passport sungguhan untuk pelanggan setia. Setiap usai menyantap hidangan tertentu, passpor mu akan dicap sesuai stempel negara yang telah membuat lidahmu bahagia.
Yang Terindah Bersama Kopi Indonesia
Meski asal tanaman kopi tidak Indonesia namun nenek moyang kita adalah penikmat genus Coffea dari keluarga Rubiaceae ini sejak tanaman ini masuk Nusantara. Mereka yang sebagian besar petani, pedagang dan buruh mengadobsi cairan hitam kental  jadi bagian kebutuhan pokok. Coba saja, sebelum berangkat ke tempat kerja istri akan menyeduhkan kopi. Begitu pun saat makan siang segelas kopi tak ketinggalan menemani hidangan. Kopi hitam pekat jadi seduhan wajib kala menyambut tamu. Lalu warung-warung kopi kampung berdiri dan jadi tempat berosialisasi.
Demikian lah selama berabad-abad kopi hidup tentram, bahagia, melayani tanpa polah, mengelinding mendampingi kehidupan sosial kakek-nenek kita. Lalu dengan kecerdasan supernova, bisnis jaringan kopi internasional meletakan tangan ke dalamnya. Jagat perkopian guncang seketika. Melesat ke cakrawala dan bintang-bintang. Berbagai cerita sexy-pun ikutan lahir.
Kini penduduk kota, pria-wanita, remaja dan dewasa merasa kurang lancar urusannya tanpa sentuhan caffeine ((gue kali)). Padahal di masa kecil kopi tak tersentuh karena muatan tahyul. Seperti kopi tidak diberikan kepada anak-anak karena bisa membuat otak mereka bodoh. Sekarang sih berbeda. Anak SMP pulang sekolah pun bisa pergi ke cafe dan memesan Hazelnut Milk atau Affogato Coffee Oreo tanpa takut dipetoti mama-papa mereka. Saking akrabnya bahkan kopi pun digunakan mengungkapkan cinta serta rindu terpendam. Kopi berubah dari sekedar kemanfataan caffeine menjadi gaya hidup.
Dan tentu saja sebagai penggenap unsur karena menyandang nama Cafe, The Passport menjadi kan kopi sebagai daya tarik utama. Jika kamu baru sampai, di lantai bawah langsung bersua dengan bar yang dilengkapi peralatan peracik. Boleh memilih tempat duduk di sana sambil sekalian jadi saksi bagaimana kakak-kakak keren The Passport memproses pesananmu. Siapkan hidung yang baik karena aroma enak akan segera berhemburan ke udara.
Mencintai Indonesia bisa dilakukan lewat banyak cara. Menjadi bangga pada unsur alamnya salah satunya. Artinya lewat kopi pun kamu bisa bersyukur telah terlahir dalam negara tercinta ini. Dari tiap propinsi bahkan kabupaten dan kecamatannya tumbuh Coffea arabica, Coffea canephora (robusta), dan Coffea liberica berkarakter khusus. Jenis tanaman, musim dan unsur tanah bermain di dalamnya. Tak heran kan jika Evi Arianto hanya memilih kopi Nusantara untuk racikan kedainya?
Tempat Mini Gathering atau Arisan
Berencana membuat mini gathering, arisan, atau sekedar kongkow dengan beberapa orang teman? Jika lokasi tempat tinggal atau kantor di kawasan Serpong, The Passport tak bakal salah pilih. Pun untuk melayakan ulang tahun bersama teman-teman dekat, janjian dengan matan eh teman bisnis, membuat pembicaraan tak terdengar orang lain, ambil deh ruang atas di sebelah kiri. Walau seluruh space The Passport terasa akrab dan personal, menempatkan satu meja yang sedikit terpisah dari meja lain membawa kesan lebih intim. Siapa tahu ada pembicaraan yang tak ingin terdengar oleh telinga lain, ya kan?
Penyusunan Menu The Passport Cafe Serpong
Menu The Passport Cafe Serpong disusun oleh cheft berpengalaman. Di pilih hati-hati dan di kelompokan menjadi 13 kategori. Jika satu kategori saja berisi minimal tujuh (7) item, bisa dihitung jenis makanan dan minuman yang akan menghibur lidah dan perut selama kita di sini?
Untuk menjamin kepuasan pelanggan menu-menu tersebut akan direview setiap bulan. Dan diganti setiap tiga bulan. Saya membayangkan jika pun kamu datang berkali-kali dan menyukai petualangan dunia lewat lidah, The Passport Cafe takan membosankan .
Apa saja kategori menu The Passport?
Dimulai dari Appetizer, Soup, dan Lite Meal.
Maincourse yang terdiri yang tak kurang dari sepuluh item. Sekalipun nuansa daging-dagingan amat kental di sini. Sekalipun harga daging sapi sedang mahal di Indonesia keseluruhan harga maincourse cukup terjangkau. Yang paling mahal Wagyu Rump Steak yang berasal dari Jepang, Wagyu Beef ini secara luas dikenal sebagai daging sapi yang terbaik dapat dibeli oleh uang. Itu berkat marbling yang unik, tekstur, rasa gemuk juicy yang lezat. Harganya Rp. 81.000. Sementara yang paling murah di kategori ini adalah Bavarian Omelete seharga Rp. 27.500.
Intip Video The Passport Cafe Serpong
Yang khusus menu Passport Cafe adalah Asiaan Favorite. Mereka disusun dalam satu kategori khusus. Melihat ke dalamnya
Di susul kategori pasta, menyajikan 7 menu yang menerbitkan selera. Entah bagi yang lain tapi untuk saya pasta adalah jenis makanan ringan. Sambil ngobrol-ngobrol ringan dengan sahabat diselingi menikmati Gambaretti tentunya tak terlalu membebani perut.
Penyuka hidangan sehat atau selalu saja ileren melihat sayuran di kebun. Lirik 7 salad salah satu menu yang diolah Chef’s The Passport. Salad berbahan dasar buah juga dapat dijadikan pilihan. Pokoknya salad dengan dressing beragam membantu pasokan seratmu selagi hangout di The Passport.
Yang istimewa dari menu The Passport Cafe adalah kategori Asian Favorite. Sebetulnya ini penuh hidangan yang akrab dengan lidah Indonesia. Siapa sih yang belum kenal dengan Mie Bakso Pangsit? Atau Fried Oxtail Soup alias sop Buntut Goreng. Terus ada Sweet and Sour Fish alias ikan asam manis. Nama-nama mereka yang manis dalam bahasa Inggris tak meninggalkan kenyataan bahwa kelompok ini akan selalu dicari.
Tertarik untuk mencoba? Yuuk datang lah ke The Passport
The Passport Jl. Ki Hajar Dewantara No.39, Pakulonan Baru, Kelapa Dua, Tangerang, Banten 15810