Wisata Chengdu China – Awak pesawat mengumumkan sebentar lagi akan mendarat di Bandar Udara Internasional Shuangliu. Saya melirik ke pergelangan tangan yang masih menggunakan Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB). Sudah pukul setengah delapan malam. Langit Chengdu – Ibu Kota Sichuan masih cerah. Pendar jingga di langit berlatar belakang awan pekat seperti gelimpangan batu besar muntahan gunung berapi. Menatap ke bawah, bagian atas bangunan atas bersusun rapat seperti rumah lego. Ini lah kota moderen, Pikir saya. Mayoritas penduduknya orang Shu -kelompok etnis kuno – yang sukses melewati zaman.
Hari sudah gelap saaat mendarat. Tak ada yang bisa dilakukan selain langsung menuju hotel dan istrirahat. Tapi di sepanjang jalan saya sudah bisa menangkap atmosfir pekat dari Chengdu — modernitas berpaut erat dengan masa lalu. Membangunkan ketidak sabaran dalam hati menunggu esok pagi.
Tempat Wisata Chengdu Sichuan China
Pagi bulan Juli 2015. Kota dengan sejarah tak kurang dari 2300 tahun ini menghamburkan aroma musim semi. Matahari meloloskan binar cerah dari celah beton jalan layang, menciptakan tabir abu-abu tipis yang jatuh ke permukaan jalan, dilindas halus Rapid Transit yang membelah kota dengan jendela berkaca lebar.
Penumpang duduk takzim tanpa kesan tergesa. Taksi dan mobil pribadi sesekali menumpuk di lampur merah. Setelah itu jalan kembali lancar. Trotoar sepi. Sepeda bermotor, terkadang dipasangi payung oleh pemiliknya, berjalan pelan menimbulkan kesan kota yang tertib.
Baca juga Rumah Teh Tibet : Mencicipi Aroma Manis dari Teh Putih
Di Chengdu tak ada sepeda motor seperti di Jakarta. Barisan rapi dari toko-toko dan gedung-gedung pencakar langit tak pelak: Ini lah kota pusat bisnis, industri, dan pendidikan di Barat Daya China.
Wisata Panda Chengdu Sichuan China
Selain kekayaan sejarah dan budaya, Pusat Riset Pengembangan Panda di Chengxua meningkatkan reputasi kota ini sebagai destinasi wisata unik. Berjarak sekitar 10 Km dari pusat kota, keramaian di pintu gerbang taman seluas 92 ha sungguh mencengangkan. Rupanya bukan hanya kami yang berpikir bahwa tiba di tempat wisata panda Chengdu ini lebih pagi lebih baik. Memang pagi (8:30-10:00) waktu terbaik melihat panda-panda yang sedang keluar kandang untuk menerima makanan. Lepas itu mereka lebih suka tidur seharian.
Untuk sampai ke kandang panda, pengunjung diangkut mini bus terbuka. Hati terasa tentram kala menelusuri jalan kelok di bawah rimbun rumpun bambu di kiri-kanan. Kehadiran ratusan kuntum Alcea Rosea merah darah dan pink membuat pagi kian semarak.
Panda-Panda Yang Lucu di Chengdu Panda Breeding Center
Sebuah pengumuman kecil di pintu masuk mengatakan bahwa Panda hewan pemalu. Mereka menyukai ketenangan. Pengunjung dihimbau tidak berisik. Tapi mana bisa menghindarkan bunyi Camera shutter wisatawan yang bersamangat. Begitu sampai di tempat panda bermain mereka langsung saja membidik dua ekor yang sedang sarapan.
Apa lagi anak-anak. Mereka pikir yang hewan berbulu putih-hitam tersebut adalah boneka. Tapi jangankan anak-anak, saya juga sangat senang melihat mereka bermain. Disamping juga senang akhirnya sampai di Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding atau pusat penangkaran dan theme park panda terbesar di dunia ini.
Bagusnya satwa yang telah menggugah jutaan imajinasi anak di seluruh dunia itu tak peduli. Sambil makan mereka terus becanda, saling memeluk, bergulingan, seolah tatapan gembira wisatawan hanya angin lalu. Saya manatap hangat hewan berbulu lembut, perut buncit terbalut bulu hitam-putih, gelang hitam yang melingkari lehernya. Memang mereka seperti boneka pajangan di rak toko sovenir. Yang membedakan di Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding, pandanya bisa makan dan bergerak.
Sebenarnya musim panas panda lebih suka tidur siang. Tapi siapa pula yang bisa menyalah kan kami yang sudah datang dari jauh lalu ingin melihat panda yang lebih besar? Sayangnya begitu yang dicari bertemu mereka sedang tak berminat menerima tamu. Ia tertidur lelap di bawah pohon dengan menopangkan tangan seperti bayi tidur. Ada usaha membangunkan dengan membuat keributan tapi ia tak terusik.
Bermain di Taman Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding
Tapi berada di tempat ini tak harus melulu menonton panda. Menjelajahi taman yang dinobatkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO tahun 1997 ini bisa jadi hiburan tersendiri. Lansekap tertata apik, rapi, bersih, jalanan yang dinaungi pokok bambu membentuk lorong yang meloloskan cahaya.
Di beberapa titik terdapat papan bertuliskan kutipan kata-kata mutiara dari tokoh-tokoh dunia yang menghimbau agar manusia lebih peduli pada alam. Danau di tengah taman, aneka bunga yang tengah bermekaran, para perawat taman yang tengah asyik menekuni pekerjaan, memberi gambaran utuh kerja keras pengelola dalam menjadikan Chengdu Panda Base sebagai tempat konservasi, edukasi, dan wisata bertaraf Internasional.
Jiuzhaigou National Park
Hari ke-tiga di Chengdu saatnya jalan-jalan ke Jiuzhaigou. Sekitar 6 jam perjalanan dari pusat kota, ke arah utara,. Destinasi wisata Chengdu amat eksotis. Dapat pengakuan sebagai Situs Warisan Dunia: Taman Nasional Jiuzhaigou. Waktu terbaik menjelajah tempat ini tentu dimulai saat pagi hari.
Kembali saya mendatapi binar cemerlang dari pagi bulan Juli. Kali ini meluncur dari sela tajuk pohon willow dan pinus, jatuh ke atas payung yang digunakan ratusan pengunjung yang sedang antri membeli tiket masuk. Menyebarkan gerimik cahaya seperti gerimis.
Udara sejuk dan bersih memenuhi paru-paru. Untung lah rombongan kami tak perlu antri terlalu lama sebab pengelola Taman Nasional Jiuzhaigou menyediakan jalur khusus bagi turis asing.
Serakan Cermin Dari Surga
Ada dua pilihan dalam mengeliling Lembah Jiuzhaigou. Berjalan kaki atau naik bus. Yang memilih trekking tak perlu risau sebab tersedia peta dan petunjuk jelas trek-trek yang harus diikuti. Kalau pun memutuskan menyerah di tengah jalan tinggal naik ke dalam bus yang sewaktu-waktu melintas. Harga tiket masuk sudah meng-cover tiket bus ini.
Wisata Chengdu ini terkelola dengan baik. Wisatawan dengan keterbatasan waktu disediakan bus Hop On Hop Off yang berbahan bakar ramah lingkungan. Maklum kita akan mengelilingi Lembah Sembilan Desa yang dihuni oleh masyarakat Tibet . Terlalu luas dijelajahi berjalan kaki dalam satu hari. Bayangkan ada 6 danau besar ditambah beberapa air terjun di dalamnya.
Bila datang berombongan pengunjung pun dapat menyewa bus tersebut sebagai kendaraan private. Dengan bus private tidak perlu mampir di halte untuk menurun dan naikan penumpang.
Wisata Chengdu – Air Terjun Dan Danau Lembah Jiuzhaigou
Di perjalanan ini tujuan pertama kami adalah air terjun Pearl Shoals (Zhen Zhu Tan), berada di puncak ketinggian 2.433 m, lebar 310 m dan terjun dari atas tebing setinggi 40 meter.
Amboi. Mata saya tak berkedip memandangi kucuran air seperti awan putih yang meluncur dari bibir riam. Menurut cerita kalau dilihat dari atas Pear Shoal itu bentuknya seperti bulan sabit. Ini lah air terjun paling banyak dijadikan foto background pranikah pasangan pengantin China di Lembah Jiuzhai.
Yang membuatnya istimewa lagi Pearl Shoals ini merupakan air terjun yang tumbuh (accreting). Alih-alih mengikis mundur bibir jurang seperti kebanyakan air terjuan biasa ia malah maju ke muka. Penyebabnya kalsium karbonat dalam kandungan air menggabungkan diri dengan akar, daun, dan cabang-cabang pohon untuk menghasilkan matriks semen. Bebatuan ini akan terus tumbuh setelah ia terbentuk.
Rakyat Tiongkok tak berlebihan menyebut Lembah Jiuzhagou sebagai sepotong surga di China Barat Daya. Sepanjang perjalanan saya terus bertemu air kebiruan sebening kristal, tertampung di danau-danau kecil, dan sungai. Belum lagi tumbuhan menghijau dan bunga warna-warni menyemaki lembah yang sejuk. Puncak pegunungan baru karang meruncing menentang langit biru. Tak seorang pun bisa disalahkan jika terkadang saya berhenti bernapas sejenak.
Makin ke dalam Lembah Jiuzhaigou makin menghamparkan dirinya yang telanjang. Membuat kamera dan video tak berhenti berbunyi. Berturut-turut kemudian kami juga menyinggahi Long Lakes, Swan Lakes, Panda Lakes, Long Lakes, Arrow Bamboo Lakes, dan Five Flower Lakes. Hanya satu kalimat yang cocok untuk danau-danau alam ini : Spektakular!
Toilet Yang Menggegerkan
Turis tetap lah turis. Sekalipun mengaku sebagai travel blogger yang seharusnya siap menerima berbagai perbedaan kultur, saya tetap geger memasuki toilet di Taman nasional Jiuzhaigou sebab hasil metabolisme tubuh manusia dikumpulkan di sini dan akan didaur ulang menjadi pupuk.
Kesetiaan Mengukir Tebing: Patung Budha Raksasa Leshan
“Dafo itu nama tempat atau nama patungnya?” Tanya saya pada guide saat kami menuju destinasi berikutnya yakni ke bagian selatan dari kota Chengdu. Dafo rupanya nama lain dari Patung Budha Raksasa Leshan. Buah karya Biksu Haitong bersama ribuan pekerja selama 90 tahun berjibaku mengukir batu di tebing curam Leshan. Tempat ini pun sejak Desember 1996 ditasbihkan sebagai salah situs warisan dunia UNESCO.
Nonton videonya di sini
Bus melaju kencang. Saya tenggelam di banyak lamunan kala di depan tersaji jalan mulus, lebar, sawah menghijau, dan sungai yang mengalirkan air jernih di sepanjang kota Mao Xian menuju Leshan. Kota kecil dengan pedestrian yang rapi. Taman dengan para manula asyik bermain Machiok atau olah raga Taichi. Tak bisa dipungkiri bahwa bentang alam China sama cantiknya dengan Indonesia.
Tapi ada juga sedikit perbedaan. Di Propinsi Sichuan ini semua serba tertata. Tak heran perjalanan 2 jam dari Mao Xian ke Leshan tempat bernaungnya Giant Budha scenic area tak terasa. Tahu-tahu bus sudah berhenti di bawah pohon besar. Tak jauh berjejer tenda-tenda penjual makanan dan sovenir. Di belakangnya mengalir Sungai Minjiang berair coklat. Tanpa membuang waktu kami pun bergegas menuju dermaga, naik ke perahu motor, berlayar menuju spot terbaik untuk melihat Patung Budha Raksasa Leshan.
Baca di sini cerita lengkap Patung Budha Leshan Keagungan Patung Budha Raksasa Leshan
Sinar mentari memantul manis dari permukaan air Minjiang. Angin menyapa lembut. Di sepanjang tepi terlihat kesibukan dari beberapa dock kapal motor. Gedung-gedung pencakar langit yang mencuat dari bentang sungai yang lebar, lagi-lagi menandakan bahwa saya sedang berada dalam kota industri.
Namun dari dalam perahu motor yang terasa hanya suasana liburan. Perahu motor dengan turis berpelampung oranye di atasnya bergerak khidmat menuju tempat tujuan. Perahu-perahu ini diatur jadwal pelayarannya. Selain demi kenyamanan pengunjung juga agar tidak terlalu berdesakan di lokasi.
Monumen Untuk Keselamatan
Dafo yang duduk khidmat di cekungan tebing curam mulai dibangun tahun 713-803. Sebagai batu besar berukir terbesar di dunia, selama 1200 tarikh, Giant Buddha sudah tampil dalam berbagai fitur seperti puisi, lagu dan beragam cerita. Sampai detik ini, dari tempat duduknya, ia tetap tersenyum manis ke arah gunung suci Mei Shan. Di bawah kakinya bertemu 3 aliran sungai yaitu Minjiang, Qingyi dan Sungai Dadu. Posturnya yang simetris adalah simbolisasi dari Maitreya (Bodhisattva yang direpresentasikan oleh seorang biarawan gemuk, dada lebar dan perut buncit yang terbuka dengan senyum lebar di wajahnya).
Gagasan Biksu Haitong dalam mengukir tebing Leshan utamanya adalah untuk menjaga keselamatan rakyat yang mencari nafkah di sekitar pertemuan tiga sungai tadi. Keganasan tumbukan air yang sering menenggelamkan perahu dipercayai rakyat akibat ulah penunggu air. Jadi Haitong memutuskan mengukir patung itu dengan harapan Sang Budha akan mengontrol ke tenangan sang Peri Air. Rencana tersebut kemudian terbukti benar. Batu-batu yang jatuh ke dalam sungai selama pembangunan memang mampu menahan kecepatan laju air.
Terbit di Colors – Middle East – Garuda Indonesia Inflight Magazine Februay-March 2017