Tenun ikat Sikka Pasar Alok Yang memesona – “Apakah kita akan mampir ke sentra produksi Tenun Ikat Sikka?” Tanya saya pada Lisa, koordinator tour Semana Santa Larantuka saat kami di Maumere. Sebelumnya saya membaca bahwa hampir di seluruh desa dan kecamatan di Maumere terdapat perajin tenun ikat. Ada Heopuat, Hewokloang, Watublapi, Bola, Nele, Koting, Nita, dan Sikka. Memang sudah pernah melihat proses produksi tenun ikat seperti Troso di Jepara, Yogyakarta dan Sumba. Bila dilengkapi dengan tenun ikat Sikka di Maumere tentu lebih menarik.
Sayangnya waktu terbatas. Kami cuma punya dua hari di Maumere yang selebihnya akan dihabiskan di Larantuka. Sementara di Maumere sendiri ada beberapa destinasi yang wajib juga dikunjungi. Akhirnya cukup puas dibawa mampir ke Pasar Alok Maumere. Baik lah tak ada rotan akar pun jadi. Tak lihat tempat produksi tenun ikat tapi saya bisa melihat hasilnya.
Pukul delapan pagi saya sudah berada di muka Pasar Alok. Rupanya baru saja buka. Beberapa pedagang kelihatan masih membongkar barang dagangan dari gerobak. Kebetulan saat itu hari Selasa, hari pasar bagi kain-kain tenun yang datang dari seantero Kabupaten Sikka.
Ba juga : Video Capa Resort Maumere
Belanja Tenun Ikat Sikka di Pasar Alok Maumere
Pasar Alok sebetulnya sama seperti pasar lain. Menjual aneka kebutuhan rumah tangga, bahan makanan kering sampai basah. Hari Selasa lebih ramai karena para perajin tenun seantero Kabupaten Sikka datang ke Pasar Alok untuk menjual hasil kerja mereka. Selain warga lokal, para pembeli juga dari berbagai kota untuk dijual kembali.
Los yang menjual aneka tenun Indonesia Timur itu mengambil tempat di sebuah ruang tanpa dinding. Lantai semen. Beratap seng. Pedagang membagi diri di kiri-kanan agar pengunjung leluasa berjalan di tengah. Tiap lapak diberi batas tali rafia yang juga berfungsi sebagai media display kain.
Baca juga Beli Tenun Ikat Sumba di Toko Ama Tukang
Menceburkan diri ke dalam Pasar Alok Maumere ternyata tidak mudah bagi saya. Berbagai corak dan motif flora-fauna itu seolah menjerit memanggil. Mereka meminta agar saya tak ragu menjatuhkan pilihan. Warna yang didominasi hitam, merah, coklat tua, kuning, biru dan hijau akan menghangatkan koleksi yang sudah ada di rumah.
Panggilan-panggilan dari para mama yang berjualan mengundang aneka pertanyaan di kepala. Apakah kain-kain yang dijual ini mereka tenun sendiri atau mengambil dari orang lain? Apakah menenun pekerjaan sambilan atau fultime? Dari mana saja datangnya kain-kain cantik ini? Sejak kapan mereka berdagang di sini? Dan ratusan pertanyaan lain.
Sejarah Tenun Ikat Sikka Maumere Nusa Tenggara Timur
Sayangnya otak saya selalu mengingatkan waktu kunjungan sangat sempit. Ditambah lagi tidak semua orang dalam rombongan menyukai tenun ikat. Saya harus tahu diri. Tidak bisa berlama-lama memuaskan hasrat terhadap ratusan Tenun Ikat Sikka yang sukses melewati jaman sejak ratusan tahun lalu.
Menurut yang saya baca tenun ikat Sikka sudah muncul dalam catatan sejarah sekitar tahun 1600-an. Diprakarsai oleh Raja Don Aleksius Alesu Ximenes Da Silva, juga dikenal dengan nama Mo’ang Lesu. Raja Don Aleksius lah yang dianggap sebagai perintis tradisi menenun di kampung yang sekarang masuk Kabupaten Sikka – Nusa Tenggara Timur. Untuk mengenang raja pelopor ini penenun menciptakan motif Rempe Sikka Tope. Ini salah satu motif kesukaan Mo’ang Lesu.
Saya berusaha efisien. Membagi pikiran dengan tangan secara seimbang. Kemampuan visual dikerahkan untuk memilih kain paling menarik. Menawar sekedarnya, bertanya ini-itu dan sedikit mendokumentasikan.
Memang merasa sayang memang tak bisa mendalami kain-kain tersebut. Karena di belakang setiap helai tenun ikat Sikka terekam filosofi, kepercayaan, dan adat istiadat. Tenun-tenun tersebut mereka gunakan sebagai pakaian sehari-hari, sebagai mas kawin (belis), ritual agama dan upacara adat. Tapi tentu saja waktunya tak akan cukup untuk sehari atau dua hari. Mungkin perlu berbilang bulan untuk memahami seluruhnya.
Dandanan Perempuan Sikka Asli
Hal menarik lain adalah para mama atau ibu-ibu yang menjual maupun pembeli tenun ikat Sikka. Perempuan Sikka asli ternyata mempunyai dandanan menarik. Unik dan cantik menurut saya. Refresninya bisa dilihat pada foto paling atas dari artikel ini.
Rambut digulung membentuk sanggul tinggi di belakang kepala. Sanggul itu disebut Legen. Blus yang dikenakan seperti baju kurung dengan leher sedikit lebar agar mudah disorongkan saat memakai. Bawahannya adalah sarung tenun yang disebut Utan. Uniknya sarung tersebut tidak dilempit ke pinggang seperti umumnya kita memakai kain sarung. Perempuan Sikka menggunakan kain sarung dengan disampirkan saja. Seperti kita mengenakan sarung untuk menghangatkan badan.
Bagaimana dengan harga kain-kain di sini?
Kain tenun Sikka yang dijual di Pasar Alok Maumere kebanyakan berasal dari benang pabrik. Begitu pun bahan pewarnanya adalah buatan pabrik. Sekalipun demikian mereka tetap bukan produksi massal. Kain-kain tersebut adalah hasil mesin tenun tradisional dan dikerjakan dengan tangan.
Untuk harga, murah dan mahal tentu saja jadi relatif. Tergantung juga pada ukuran kain. Tapi tentu saja secara umum harganya lebih murah dibanding kain tenun yang terbuat dari serat benang dan pewarna alami. Dari beberapa lapak, saya mencatat harga yang bervariasi. Mulai dari Rp. 75.000 untuk syal, sampai satu juta setengah untuk lembaran kain.
Biasanya saya selalu panik kalau sudah berhadapan dengan kain-kain nusantara. Maunya membeli beberapa lembar.Untung lah dompet saya selalu bijaksana: Ia tahu dimana harus berhenti
Teman-teman suka juga kah pada Wastra Nusantara? Mari kita lestarikan …