Romansa Kayu Apung – Ia memiliki gundukan kayu apung – kayu hanyut- besar yang ditumpuk di dinding rumah sebelah selatan. Ujud kayu-kayu itu terbentuk bersama waktu. Pun oleh alam seperti matahari, hujan, sapuan pasir dan usapan angin. Membuat tiap batang jadi berbeda. Itu lah mengapa ia menyukai semua potongan kayu tua yang entah di bawa ombak dari mana. Ia selalu sayang untuk membakarnya.
Tapi di sepanjang pantai akan selalu ada kayu apung. Apa lagi setelah badai usai. Ia takan kesulitan menemukan kayu-kayu yang bahkan yang paling disukai sekalipun rupanya untuk dibakar. Dia tahu laut akan memahat lebih banyak. Dan pada malam yang dingin dia akan duduk di kursi besar di depan api, membaca dengan lampu yang berdiri di atas meja kayu tebal, sesekali mendongak untuk mendengar suara-suara ombak di luar.
Angin barat bertiup di luar dan tabrakan ombak di laut selalu riuh. Dari kursinya ia menonton potongan-potongan kayu apung perlahan terbakar di perapian.Kadang dia berbaring di atas karpet di lantai dan mengamati ujung-ujung kayu yang mengandung garam laut dan pasir berubah warna dalam nyala api. Di lantai , matanya segaris dengan kayu yang terbakar. Ia bisa melihat garis api perlahan maju melumat batang rapuh keputihan. Membuatnya sedih dan bahagia.
Semua kayu yang terbakar mempengaruhinya dengan cara ini. Kayu apung yang terbakar selalu melakukan sesuatu terhadapnya, namun tidak bisa ia definisikan.Dia berpikir mungkin salah membakar kayu tersebut padahal dia sangat menyukainya. Herannya ia juga tidak merasa bersalah. Ketika dia berbaring di lantai, ia merasa sedang di bawah angin. Meskipun, sesungguhnya, angin selau bertiup di sudut bawah rumahnya dan di rumput terendah di pulau itu.
Yang Indah Dari Romansa Kayu Apung
Itu lah dua penggal paragraph cantik tentang Thomas Hudson dalam novel karya Earnest Hemingway, The Islands Stream. Buku yang diterbitkan 1970, Sembilan tahun setelah pengarang Kilimanjaro itu meninggal dunia. Berkisah tentang seorang seniman dan petualang – seorang pria yang mirip Hemingway sendiri — bernama Thomas Hudson.
Begitu romatisnya. Informasi tentang driftwood membuat saya berpaling kepada Professor Google, paman tercerdik di planet bumi. Mengumpulkan informasi paling remeh sekalipun untuk dibagikan kembali, mengisi kisi-kisi keingin tahuan umat manusia abad ke-21. Apa itu driftwood, tanya saya meletakan buku dan mulai browsing.
Paman Professor membawa saya ke Wikipedia, gudang raksasa yang selalu menjelaskan. Yang juga lahir dari kebaikan hati, para volunteer yang bekerja hanya dengan satu tekat, mencerdaskan peradaban.
Driftwood atau Kayu Apung adalah kayu yang telah tercuci di pantai, di laut, danau, sungai atau oleh aksi angin di manapun ia tergeletak. Tergosok dari pasang surut ombak. Terbenturan dengan benda-benda lain selama hanyut. Mereka sering disebut puing-puing laut atau tidewrack.
Keterangan Wiki membuat saya berpikir ke dalam gudang penyimpanan foto di rumah yang selalu punya backup di Google Photo. Pencarian dengan kata kunci driftwood membawa ke ratusan foto yang terkumpul sejak aktif jadi travel blogger 4 tahun lalu. Foto-foto yang diambil tak sengaja dari berbagai perjalanan atau hanya iseng karena tertarik pada bentuk. Ternyata saya telah menyimpan pengetahuan secara tak disadari.
Di beberapa daerah tepi pantai , kayu apung merupakan gangguan utama. Dari memperhatikan foto-foto yang diambil, hampir sebagian besar benar. Terutama di Indonesia, kehadirannya bersama sampah-sampah rumah tangga membuat kawasan pantai jadi menyemak.
Kayu Hanyut Yang Berguna
Membaca itu ibarat mengupas bawang. Begitu pun dalam Romansa Kayu Apung ini. Setelah lapisan pertama terbuka masih ada lapisan berikut. Hari ini Hemingway atau Thomas Hudson membuka selubung pertama ketidak tahuan saya. Kayu apung yang sekilas tak berharga itu ternyata menyediakan tempat berlindung dan makanan untuk burung, ikan dan spesies akuatik lainnya saat mengapung di lautan.
Gribbles , cacing kapal dan bakteri membusuk kayu secara bertahap mengubahnya menjadi nutrisi. Sisa-sisa tunggul dan ranting diperkenalkan kembali ke dalam jaringan makanan.
Memang semesta tidak pernah membubazirkan ciptaannya. Tak ada benda yang tak berguna.
Kadang-kadang, kayu yang sebagian membusuk hanyut ke darat. Melebur di tanah menjadi pupuk. Kalau tidak ia menyediakan diri menaungi burung, tumbuhan, cacing dan spesies lainnya. Pernah kan melihat jamur tumbuh dari jaringan kayu lapuk?
Jangan lupakan pula bahwa kayu apung dapat menjadi fondasi untuk bukit pasir.
Sebagian besar kayu hanyut adalah sisa-sisa pohon. Dibawa aliran sungai ke laut atau dibawa banjir. Terkadang ia diterbangkan angin kencang, sisa-sisa penebangan hutan yang tercecer atau memang tak digunakan. Mereka dikenal sebagai kayu hanyut.
Romansa kayu hanyut ini menggali ingatan dari gudang kenangan. Saya pernah melihat rangka bekas lemari atau perabotan lain yang terbuat dari kayu dibuang ke sungai. Lalu ketika air sungai naik ia mengikuti arus, kemana pun air mengalir. Terdapat pula kayu apung yang berasal dari buangan kapal, hasil erosi.
Hai kayu hanyut. Senang dapat mengenalmu lebih banyak. Lain kali saya akan memberi perhatian lebih lagi terhadapmu…