Setiap suku etnis di Indonesia mempunyai ciri khas yang dapat dikenali sebagai identitas. Itu bisa berasal dari mana saja. Dari religi, adat istiadat, sosial budaya, maupun ekonomi. Suku Dayak Tahol di Kabupaten Malinau – Kalimantan Utara menganggap bahwa warisan terbaik yang bisa ditonjolkan sebagai ciri khas suku adalah bubu. Iya, bubu alat penangkap ikan tradisional.
Bubu adalah alat perangkap ikan yang dibuat dari bahan dasar potongan bambu dipecah kecil-kecil, tali plastik dan tempurung kelapa sebagai penutup di belakang.Semua dijalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk bulat memanjang.
Kebanggaan etnis Dayak Tahol ini sampai diganjar oleh Rekor Muri karena dalam FBIM 2018 mereka membuat bubu raksasa sebagai Icon kelompok.
Ragam Bentuk Bubu
Bentuk bubu beragam. Setiap daerah mempunyai bentuk sendiri dan ukuran pun beragam. ada yang berbentuk segi empat, trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, seperti rudal, bentuk silinder, atau bentuk kerucut.
Alat penangkap ikan bubu dibuat dari bahan yang beragam pula. Ada yang dari bahan benang, kawat, rotan dan bambu. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan yang akan dijadikan target tangkapan.
Tetapi ada juga pengecualian. meskipun yang dijadikan target tangkapan sama terkadang bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan orang yang mengoperasikannya
Baca juga:
Alat Ekonomi Sebagai Simbol
Berbeda dengan Etnis Dayak Tahol, selain fungsinya sebagai alat ekonomi, mereka menggunakan bubu sebagai simbol budaya. Mengingat bahan material dan pemakaiannya bersifat ramah lingkungan menjadi salah satu tolak ukur mengapa bubu terpilih. Fakta ini diungkap oleh wakil ketua Adat Lembaga Dayak Tahol Malinau Utara, Polimon Pundas.
Bisa dipahami mengapa orang Dayak Tahol menempatkan bubu sebagai properti etnis. Mereka mengacu pada lingkungan tempat tinggal yang berada di dekat sungai. Selain Sungai Malinau sendiri, Suku Dayak Tahol menempati wilayah Sungai Semenduruk dan Sungai Ribang. Ketiganya masuk wilayah hukum pemerintahan Kabupaten Malinau.
Mereka memanfaatkan isi sungai dengan mengambil ikannya. Namun semua dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan bubu. Pemakaian bubuk jelas tidak merusak lingkungan. Dan itu bisa dilakukan karena sungai tersebut masih berlimpah ikannya. Menangkap ikan memakai bubu secara tak langsung mereka ikut menjaga keseimbangan alam.
Baca juga:
- Mari Membedah Struktur Kepercayaan Kita
- Upacara Adat Suku Dayak Sa’ban, Pasa Hwal Mencari Seorang Pemimpin
Bubu Sebagai Identitas Budaya Dayak Tahol
Dalam kesempatan Irau Malinau 2018 ini, masyarakat Dayak Tahol menegaskan kembali status bubu sebagai identitas budaya mereka. Sebuah langkah strategis karena MURI pun ikut mencatat sebagai bubu terbesar di Indonesia. Teman saya bergurau bahwa kerbau pun bisa masuk ke dalam bubu tersebut.
Bubu sepanjang 10 meter sudah tercatat dalam Rekor Muri sebagai ciri etnis Dayak Tahol. Diameter pintu bubu 2,25 meter, diameter tengah 1,95 meter dan ujungnya 0,68 meter. Bahan yang digunakan bambu dan rotan.
Dibutuhkan waktu 10 hari untuk pengerjaan bubu superlative ini dengan 15 orang tenaga kerja. Ini juga salah satu penegas kerukunan bagi seluruh perwakilan pengurus adat tahun Kabupaten Malinau karena mereka mengerjakannya secara gotong royong.
Begitulah! Buku sudah jadi warisan berharga dari leluhur etnis Dayak Tahol. Teknik dan pembuatannya khusus. Di samping masyarakat Tahol sepakat untuk mewariskan benda yang berbeda kepada anak cucu mereka. Itulah mengapa dipilih Festival Budaya Irau Malinau dan dicatatkan sebagai Rekor MURI. Dengan begitu mereka berharap ada sebuah kebanggaan yang bisa diwariskan bagi generasi muda etnis Dayak tahol. Demikian Ujar Polimon lagi.
Untuk rekor Muri sendiri Bubu superlative ini tercatat dengan nomor 8703. Sekaligus juga rekor ke-11 Muri pada ajang FBIM 2018. Pesta rakyat atau Irau ini memang jadi sensasional karenanya.
Bubu Dari Etnis Dayak Tahol Tercatat Dalam Rekor Muri
Dan diakui juga oleh Senior Manager Museum Rekor Dunia Indonesia, Yusuf Ngadri, bahwa etnis Dayak Tahol memang kaya oleh berbagai budaya. Mereka unik dan sangat bisa dibanggakan. Itulah mengapa Muri tidak segan memberi apresiasi dan mencatatnya dalam koleksi mereka.
Dalam FBIM 2018 etnis Dayak Tahol juga menampilkan Tari Semajau, yang memiliki ciri dan makna dalam setiap gerakannya. Misalnya gerakan burung terbang. Sejatinya burung terbang tidak memiliki komando, namun semua aktif menjaga keharmonisan gerak agar formasi tetap utuh. Tari Lalatip juga ditampilkan, yang menceritakan ketangkasan para pemuda suku Dayak Tahol. Tari Lalatip ini sejatinya adalah latihan ketangkasan untuk berperang yang dilakukan oleh para pemuda Dayak zaman dahulu. Latihan tersebut melatih ketangkasan kaki dalam melompat dan menghindari rintangan. Tak ketinggalan tari Panama yang diangkat dari gerakan gemulai binatang kaki seribu. Filosofi yang terkandungnya “pelan tapi pasti”.
Memang sungguh kaya budaya Indonesia. Kita bangga karenanya.