Bila muncul pertanyaan atas peran penting manik-manik bagi kehidupan, kepada Suku Dayak lah kita akan berpaling. Karena etnis yang mendiami Pulau Kalimantan ini menggunakan manik-manik hampir di semua ritual sosial mereka. Mulai dari perhiasan sampai benda sakral dalam upacara adat, pengobatan, dan kematian penuh oleh manik-manik.
Makanya saya tak heran ketika memasuki lapangan Pelangi Intimung,tempat berlangsungnya kegiatan memperingati ulang tahun Kabupaten Malinau yang ke-19 (FBIM 2018), mendapati kios-kios souvenir berkilap oleh ribuan manik-manik. Mulai dari anting-anting, kalung, gelang tangan atau kaki, dan hiasan kepala. Manik-manik pun menempel pada pakaian, dompet, tas, sendal dan sepatu. Intuisi ibu-ibu langsung bangkit, langsung mau belanja. ” tapi sebaiknya kamu menahan diri”, pikir saya. Karena datang ke tempat ini tak sekedar berwisata tetapi ada juga unsur tugasnya. Lagi pula lebih baik menyelami bagaimana pentingnya manik-manik bagi suku Dayak ketimbang belanja.
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=wZdtTpee8_M[/embedyt]
Video gulat dari Suku Dayak Sa’ban
Baca juga tentang :
Matahari mulai menguning. Langit Kota Malinau biru terang. Cuaca lebih panas dari Jakarta. Namun rasa ingin tahu membuat kaki saya ringan keluar masuk booths pameran. Maklum ya Festival Budaya Irau Malinau ini juga dijadikan Pemerintah Kabupaten Malinau sebagai promosi wisata dan ekonomi kreatif. Berbagai UMKM sampai perusahaan besar hadir melingkari Lapangan Pelangi. Kerajinan rakyat semuanya kental unsur budaya Dayak. Ya iya lah ini pesta Irau Malinau 2018, pestanya orang Dayak se-Kalimantan Utara, bukan?
Peran Pentingnya Manik-Manik Bagi Suku Dayak
Kembali ke soal manik-manik, selama meliput acara adat Dayak Sa’ban, terlihat sekali peran penting manik-manik pada suku Dayak. Saya perhatikan setiap orang mengenakan perhiasan kalung dengan liontin merah. Manik-maniknya bisa saja berbeda tapi liontin merah bentuknya silinder sama. Lelaki perempuan, anak-anak dan dewasa mengenakan kalung yang sama. Belakangan diberitahu bahwa itu adalah Ani Ka’bo yang memiliki filosofi tinggi, lambang status sosial yang berkaitan dengan spiritual. Kalau disebut jimat mungkin kurang tepat.
Begitu pentingnya batu merjan Ani Ka’bo dalam tradisi Dayak Sa’ban sehingga khusus untuk Festival Budaya Erau Malinau 2018 (FBIM) mereka menghadirkan Ani Ka’bo raksasa sebagai identitas diri yang dicatat oleh MURI. Kalung tradisional tersebut rantainya sepanjang 2 meter, liontin ditempeli manik-manik sebanyak 200 buah, diameter Tengah 20 cm dan panjang 30 cm. Terbuat dari kayu yang dililit oleh manik-manik merah kecil sekitar 20.000 butir. Sungguh indah!
Simbol Warna Manik-Manik Dayak Kalimantan
Banyak warna kontras yang digunakan dalam satu desain manik-manik. Ada merah, hijau, hitam, biru dan putih. Dalam budaya Dayak kekontrasan tersebut simbol dari harmonisasi. Misalnya warna merah merupakan simbol dari semangat hidup. Biru merupakan wakil dari sumber kekuatan alam semesta. Sedangkan kuning mewakili sesuatu yang sakral, agung dan keramat. Hijau pun mewakili alam semesta sementara putih adalah lambang kesucian.
Sejarah Manik-Manik
Oh ya yang disebut dengan manik-manik itu adalah benda kecil yang dilubangi di tengahnya untuk memasukkan benang. Terbuat dari bebatuan, tulang, kaca, plastik, cangkang kerang, dan bahkan tulang dan gigi hewan. Benda-benda tersebut dirangkai menurut pola tertentu dan digunakan sebagai alat mempercantik diri. Ditemukan pertama kali di Eropa sekitar 250.000 sampai 130.000 Sbelum Masehi. Berlanjut ke Mesir sekitar 6500 tahun sebelum Masehi. Sementara di Indonesia temuan manik relatif lebih muda yaitu sekitar abad ke-12 Masehi. Terbuat dari bahan batu dan lempung, ditemukan pertama kali di situs Bukit Patenggeng daerah Subang Jawa Barat. Lalu disusul penemuan berikutnya di situs Tri donorejo di daerah Demak Jawa Tengah. Ternyata peran penting manik-manik tak hanya di suku Dayak, tapi juga suku-suku lain di Indonesia.
Bagaimana akhirnya menyebar ke seluruh Nusantara tentu menarik mengikuti kajiannya. Sebab manik-manik juga digunakan sebagai benda sakral oleh Para Sikerei di Kepulauan Mentawai.
Yang menarik laiinnya dari Festival Budaya Malinau: