Resolusi 2019 Travel Blog Indonesia – Sudah lama tidak membuat resolusi tahun baru dalam blog ini. Alasannya karena pernah menganggap itu tidak penting. Berkaca pada pengalaman yang sudah-sudah, setiap resolusi tahun baru langsung mentah di perempatan jalan. Gak pernah utuh dilakukan sampai akhir. Sebulan dua bulan usai perayaan tahun baru masih semangat. Tapi memasuki bulan ke 3, ketika rutinitas hidup mengalir seperti biasa, berlindung di banyak dalih, resolusi itupun menghilang seperti kabut di Selat Sunda. Setiap tahun berlangsung seperti itu. Jadi kalau pun ada resolusi saya lebih suka menyimpan diam-diam. Tak ada yang tahu. Begitu pun diam-diam menganggap bahwa resolusi awal tahun itu hanya bulshit, gagah-gahan biar kelihatan keren.
Namun di 2019 saya akan berubah. Diniatkan berubah. Bertekad membuat satu resolusi. Sederhana saja, yang penting dilakoni. Resolusi 2019 Travel Blog Indonesia adalah membaca lebih banyak buku! Iyes!
Sebuah Tamparan
Ini terdorong dari kesadaran, tepatnya tamparan. Sejak mulai libur tiga hari lalu saya membongkar tulisan-tulisan lama di blog ini. Membanding kualitas tulisan lama dengan tulisan baru. Tak lama untuk menarik kesimpulan bahwa tulisan lama lebih enak dibaca. Berisi lebih banyak informasi. Tak terlihat menggurui. Tak terlihat gagah-gagahan. Tak terlihat sok tahu. Ada berbagai insight dalam tiap tulisan, menggambarkan jalan pemikiran saya yang cukup waras. Seharusnya itu lebih bermakna.
Dan itu tidak terjadi dalam ratusan artikel Catatan Perjalanan, setelah blog ini membelot dari gado-gado jadi tavel blog. Tulisan-tulisan belakangan hanya berupa deskripsi. Apa yang saya lihat, saya sentuh , saya cium dan saya alami itulah yang tertulis. Licin, lurus, tanpa warna. Tak ada insight sama sekali di dalamnya.
Saya tidak tahu apakah karena pertambahan usia cara berpikir mengalami kemunduran? Apakah pertambahan umur membuat otak kanan jeblog ke belakang? Ia hanya bereaksi kalau melihat, menyentuh dan membaui? Ataukah saya hanya kurang membaca, kurang dapat input yang bergizi?
Kemunduran
Iya tahun sejak 2016 pergaulan saya dengan buku terjun bebas. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sangat miskin. Kalau boleh menyalahkan, sosial media telah mengambil alih ruang dan waktu untuk buku-buku bermutu. Masih membaca sih. Tapi tidak banyak. Kebanyakan cuma membaca status di Twitter, Facebook dan captions di Instagram. Bacaan super pendek yang tak jelas akan membawa saya ke mana.
Begitu pun dalam menulis. Selama 2017 dan 2018 update blog ini terseok-seok. Bikin satu tulisan libur berminggu-minggu. Bukan kekurangan bahan sebab selama tahun-tahun tersebut minimal dalam satu bulan saya piknik satu kali. Satu kali piknik membawa banyak kenangan yang terekam dalam ribuan foto. Jadi saya tak kekurangan bahan untuk menulis. Tapi mengapa mampet, mengapa mengalami write’s block, rasannya sulit sekali duduk di depan layar komputer dengan memainkan keyboard?
Itu mungkin karena otak saya tidak dirangsang oleh bacaan. Lebih sering kasih komen singkat di Facebook atau di Instagram tulisan di blog. Kalau pun ada yang bersifat pengetahuan, paling-paling membaca di Memanfaatkan Wiki How Menambah Keahlian. Otak menciut, jari-jari jadi kaku.
Dan itu harus semua harus diakhiri! Meneruskan kebiasaan malas membaca akan mempercepat mengurangi kemampuan kognitif saya. Bila umur menyebabkan daya pikir berkurang Jangan sampai sosial media ikut memperparah. Merasa tepat jika Resolusi 2019 Travel Blog Indonesia ini adalah memperbanyak buku bacaan.
- Baca juga di sini:Â Novel Wadu Ntanda Rahi Bukti Cinta Pada suami
Akses Lancar Terhadap Buku-Buku Bagus
Sebuah rasa syukur perlu di panjatkan kepada perkembangan teknologi. Aplikasi untuk membaca buku-buku apapun sekarang tersedia. Ini juga sebagai jalan keluar agar tidak membebani rumah yang sudah sempit dengan buku-buku cetak. Buku digital tidak memerlukan ruang penyimpanan. Harganya juga lebih murah dibanding buku cetak. Mungkin ini bisa menyumbang sedikit terhadap bumi, memotong jejak karbon, meminimalkan penggunaan kertas. Itu juga kalau pembangkit listrik tidak menggunakan batu bara, sebab bagaimana pun alat baca digital menggunatak battery yang harus di charge.
Begitu pun media pembayaran beli buku sekarang amat mudah. Bisa dipilih dari transfer bank, kartu kredit, sistem pembayaran digital, sampai pulsa telepon. Iya saya sering membeli ebook dan membayarnya dengan pulsa telepon.
- Baca juga di sini Rajin Beli Buku Tapi Malas Membaca
Daftar Bacaan Saya di Tahun 2018
1. The Geography of Genius Eric Weiner.
2. Rich pPople Problem by Kevin Kwan.
3. Anne of Avonlea by Lucy Maud montgomery.
4. Merobek Sumatera by fatris MF.
5. Origin by Dan Brown
6. Titik nol Agustinus Wibowo — Iya saya baru menyelesaikan buku tebal ini tahun 2018. Walah mulai membacanya tahun 2016. Sedang Selimut Debu masih terbengkalai dalam tablet.
7. Filosofi Kopi by Dee Lestari.
Yah cuma segitu buku-buku yang pernah saya baca di tahun 2018. Tidak sampai 1 buku dalam satu bulan.
Ini lah Resolusi 2019 Travel Blog Indonesia
Resolusi 2019 Travel Blog Indonesia adalah membaca minimal 2 buku, kalau bisa 3 buku dalam sebulan. Di akhir tahun 2019 nanti saya bisa dengan bangga menulis di blog ini telah membaca hampir 50 judul buku. Saya pikir itu bisa disebut prestasi. Wish me luck!
Genre Buku yang Akan Saya Baca Tahun 2019
Karena kesukaan saya terhadap fiksi dan sastra belum tergantikan, yang paling banyak yang akan saya baca nanti adalah di genre ini. Mungkin nanti akan terbagi dalam segmen fiksi murni, sastra keagamaan, maupun yang bertema pengembangan diri. Lalu buku-buku tentang perjalanan, kesehatan, pikiran dan tubuh, dan terakhir sejarah.
Dalam waktu dekat ini list buku yang akan mengawali Resolusi 2019 Travel Blog Indonesia ini:
Saya sudah mengincar versi digital Aroma Karsa, Dee Lestari. Sudah lama beli The Hunchback of Notre Dame tapi belum selesai juga. Akhir Januari mudah-mudahan selesai. Bagaimana pun karya agung Victor Hugo ini bukan lah buku yang mudah. Insya Allah selesai. Saya ingin banget membaca Seven Years in Tibet. Banyak yang membahas dan mereview buku ini bagus sekali. Lalu ada lagi A Thousand Days in Tuscany. Mau meneruskan bacaan Malaysia Bagus dan The Forbidden Rumi. Yah pokoknya banyak lah!
Teknologi digital telah membawa perpustaan dunia ke ujung jari saya. Banyak banget buku-buku bagus yang sudah saya tandai. Tinggal memupuk semangat saja agar agar fokus. Kalau di perjalanan buku-buku yang telah ditandai itu kurang menarik, tinggal ganti saja dengan yang lebih menarik.
Baik lah, dua buku tiap satu bulan, okey tak? Ini Aksiku Mana Aksimu? 🙂